Mohon tunggu...
Ade Wahyudin
Ade Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Ade Wahyudin was born in Karawang Regency, West Java Province, Indonesia, in 1985. He received the Bachelor of Engineering degree from Telkom Institute of Technology, Bandung, 2010, and Master of Engineering Degree from Telkom Institute of Technology, Bandung, 2013, both in Electrical and Telecommunication Engineering. He is currently working as a lecturer in Sekolah Tinggi Multi Media of Ministry of Communication and Information Technology, Yogyakarta. His research interest include ICT Regulation and wireless communication

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Pengaruh Migrasi Televisi Digital terhadap Pemerataan Ekosistem Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia

19 Agustus 2021   12:03 Diperbarui: 19 Agustus 2021   12:10 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Spektrum Frekuensi Televisi Digital [3]

Masyarakat Indonesia nampaknya dapat menikmati tayangan televisi digital dalam waktu yang tidak lama lagi, terlebih setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2021 Tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Dimana pada Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan bahwa secara resmi,  siaran televisi analog akan berhenti pada 2 November 2022 tengah malam[1]. Dengan demikian masyarakat dapat menikmati siaran televisi digital dengan standar teknologi DVB-T2.

Dengan implementasi televisi digital, dapat memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak, terutama masyarakat dan pemerintah. Dari sudut pandang masyarakat, televisi digital dapat memanjakan pemirsa dengan kualitas gambar yang jernih dan pilihan program acara televisi yang beragam[2]. 

Sedangkan dari sudut pandang pemerintah diharapkan dengan migrasi televisi analog ke digital mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian serta menjaga kedaulatan negara. Kemudian, bagaimana dan seperti apa bentuk kontribusi tersebut?

Pada ilustrasi gambar 1, dijelaskan bahwa penyelenggaraan penyiaran televisi analog menggunakan spektrum frekuensi Ultra High Frequency (UHF) dalam rentang 478 MHz -806 Mhz dengan pita selebar 328 MHz. Sedangkan pada penyiaran televisi digital hanya menggunakan lebar pita 192 MHz atau pada rentang 526 MHz hingga 694 MHz. 

Sehingga pada implementasi migrasi televisi analog ke digital menyebabkan kekosongan spektrum frekuensi pada rentang 478 MHz hingga 526 MHz yang direncanakan untuk penyelenggaraan sistem siaran digital masa depan, dan rentang 694 MHz hingga 806 MHz untuk penerapan digital dividend yang dapat menghadirkan pemerataan Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) di Indonesia[3][4]. Sehingga, menarik untuk kita bahas bagaimana digital dividend mampu berkontribusi bagi pemerataan TIK di Indonesia sebagai dampak migrasi TV digital.

Digital dividend merupakan usaha pemanfaatan spektrum frekuensi yang tersedia sebagai akibat migrasi penyiaran televisi analog ke digital pada band frekuensi 700 MHz untuk penggunaan jaringan telekomunikasi. Spektrum frekuensi 700 MHz sangat menarik bagi penyelenggaraan telekomunikasi, karena memiliki banyak kelebihan dan keuntungan baik bagi penyelenggara telekomunikasi maupun pemerintah. Kelebihan dari frekuensi ini adalah memiliki jangkauan propagasi yang jauh sehingga dapat menjangkau wilayah yang luas, sebagaimana halnya sifat dari frekuensi rendah[5]. Dengan demikian frekuensi 700 MHz sangat cocok dan bila diimplementasikan pada wilayah rural atau wilayah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal).

Karena seperti kita ketahui, bahwa wilayah rural merupakan wilayah yang tidak profitable sehingga operator telekomunikasi kurang tertarik menggelar layanannya di wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan digital antara wilayah rural dan urban. Dengan keadaan seperti itu masyarakat di wilayah rural sangat sulit mengejar ketertinggalannya  dengan wilayah urban[6].

Bila melihat dari segi bisnis penyelenggara telekomunikasi, penggunaan frekuensi 700 MHz oleh operator telekomunikasi di wilayah rural dapat mengurangi beban investasi dan operasional dalam penggelaran di wilayah tersebut. Sehingga operator dapat melebarkan jaringannya hingga wilayah rural dan 3T di seluruh Indonesia[7].  

Hal tersebut dapat mendukung upaya peningkatan penetrasi layanan telekomunikasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) hingga ke pelosok. Dengan tersedianya layanan TIK yang berkualitas diharapkan mampu mempersempit kesenjangan digital wilayah rural/ 3T dengan wilayah urban.

Peningkatan penetrasi jaringan Telekomunikasi di wilayah rural/3T juga diharapkan mampu memberikan pengaruh dan kontribusi terhadap perekonomian masyarakatnya juga negara. Berbagai macam aplikasi TIK mampu membantu dan menciptakan cara kerja baru yang dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, seperti menggunaan e-commerce untuk pemasaran produk UMKM, e-education dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas, e-Health dalam mendapatkan akses dan informasi kesehatan, dan aplikasi TIK lainnya.

Selain itu, dengan meningkatkan kemampuan literasi digital sehingga masyarakat di wilayah rural dan 3T mendapatkan informasi yang tepat sehingga mampu menangkal berbagai disinformasi yang mampu merusak disintegrasi bangsa dan menjaga kedaulatan negara. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T menjadi bagian prioritas pembangunan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun