Mohon tunggu...
Ade Nur Saadah
Ade Nur Saadah Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan Jurnalis Lifestyle

Wife & Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka Memilih Panti Jompo daripada Rumah Anak

22 Desember 2015   21:32 Diperbarui: 23 Desember 2015   11:58 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi masyarakat Indonesia, menitipkan orangtua di panti jompo merupakan hal yang sangat tidak pantas. Tapi ternyata banyak orangtua yang justru lebih memilih tinggal di panti jompo ketimbang di rumah anak sendiri.

Ketika saya masih menjadi jurnalis di sebuah majalah, saya pernah menulis tentang mereka yang memilih menghabiskan hari tua di panti jompo atau panti werdha. Saya melakukan wawancara kepada para oma dan opa yang tinggal di panti jompo milik pemerintah dan panti jompo kelas premium. Hasilnya, sama saja. Para oma dan opa tersebut mengaku sangat menikmati tinggal di panti ketimbang di rumah anak mereka sendiri. 

Atas permintaan mereka, saya tidak menuliskan nama mereka yang sebenarnya, karena ingin menjaga perasaan anak mereka. 

Oma Sulastri (72 tahun) mengaku sudah lima tahun tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang terletak di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Perempuan yang berasal dari Semarang ini sangat menikmati hari tuanya di panti werdha. Selain dia tidak ingin merepotkan anaknya yang kehidupan ekonominya masih pas-pasan, kehidupan di panti juga membuatnya bersemangat. 

"Mbah emoh tinggal sama anak, udah nggak kuat momong cucu. Kasihan juga lihat anak mbah, anaknya banyak tapi gajinya suaminya kecil. Di sini lebih enak, banyak teman yang seumuran dan diajari buat kerajinan," kata Oma yang hampir semua giginya sudah tanggal. 

Menurut Oma Sulastri, kehidupan di panti juga mendekatkannya kepada Tuhan, karena selama berada di panti dia bisa belajar mengaji lagi bersama teman-teman yang seusia dengannya.

"Kalau mbah tinggal di rumah anak, belum tentu mba bisa belajar ngaji karena malu sama cucu." Oma tertawa geli. Garis bibirnya mengingatkan saya pada almahumah nenek saya. Tanpa sadar, saya memeluknya dengan ketat. 

Kegiatan di panti ini memang banyak sekali. Mulai dari belajar menjahit, menyulam, merajut, mengaji sampai belajar membaca. Hal ini yang membuat para oma dan opa menjadi tetap semangat dan tak sempat merasa bosan. 

 

Menolak Pikun

Berbeda dengan Oma Sulastri, Oma Happy (78 tahun) justru memilih tinggal di panti jompo karena ingin terus bermanfaat bagi sesama. Mantan sekretaris di perusahaan penerbangan milik Belanda ini mengaku bukan tipe orang yang bisa diam di rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun