Pernah mengginjakkan kaki di kota tua yang indah ini, mungkin bisa disebut keberuntungan bagi saya. Kini kota yang penuh catatan sejarah ini telah porak poranda di hancurkan ISIS, termasuk masjid Bani Umayyah yang telah berusia ribuan tahun.
Benteng Citadel di Pusat kota Aleppo (foto : Ade Nur Sa'adah)
Ketika menyaksikan tayangan di televisi tentang pasukan ISIS yang membombardir kota Aleppo di Suriah, hati saya serasa ikut remuk. Terbayang pengalaman menghabiskan sekian hari yang paling berkesan dalam hidup saya. Menjelajah kota yang menjadi saksi kejayaan Islam di bawah keperkasaan Panglima Khalid bin Walid yang dilanjutkan oleh Panglima Shalahuddin Al Ayyubi, sang "Macan Perang Salib". Kota yang indah ini juga meninggalkan maha karya dari Dinasti Umayyah.
Aleppo adalah kota terbesar di Suriah dan menjadi pusat perekonomian negara itu. Di Aleppo pula saya bisa menemukan deretan pertokoan yang menjual barang-barang branded dari Eropa. Dibanding kota lainnya di Suriah, Aleppo memang jauh lebih moderen.
Nama Aleppo sendiri awalnya adalah Halaba, dari bahasa Amori, yang berarti besi atau tembaga, sumber utama kota ini pada masa itu. Sedangkan dalam bahasa Aram,Halaba berarti putih, mengacu pada warna tanah dan marmer yang melimpah di sana. Aleppo juga dikenal sebagai pusat industri tenun sutra dan katun terbaik di Suriah serta olahan buah-buahan kering dan kacang-kacangan, terutama kacang pistachio yang dijual di seluruh dunia.
Â
Masjid Agung Bani Umayyah
Keindahan Aleppo tidak bisa dipisahkan dari bangunan bersejarah yang sudah berusia ribuan tahun, salah satunya Masjid Agung Damaskus. Masjid yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Umayyah ini awalnya adalah Basilika Santo Yohanes Pembaptis atau Nabi Yahya As. Namun setelah penaklukan Arab atas Damaskus yang dipimpin Panglima Khalid bin Walid pada tahun 634 Masehi, tempat ini menjadi masjid dan salah satu menaranya dibangun sendiri oleh sang Panglima. Menara ini dipercaya sebagai Menara Putih tempat kelaknya turunnya Nabi Isa As pada akhir zaman.
Â