Mohon tunggu...
Ade Nur Saadah
Ade Nur Saadah Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan Jurnalis Lifestyle

Wife & Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Ibu, Berterima Kasihlah pada Ibu Sujatin  

22 Desember 2015   19:30 Diperbarui: 23 Desember 2015   12:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah siapa yang memulai kalau tanggal dilaksanakannya Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928 itu menjadi momentum suami dan anak-anak untuk memanjakan istri dan ibu mereka. 

Setiap tanggal 22 Desember, sosial media dipenuhi dengan ungkapan rasa sayang dan penghormatan kepada Ibunda tercinta. Mulai dari mengunggah foto ibu disertai caption yang menyentuh hingga postingan hadiah dari orang-orang tersayang di Hari Ibu. Banyak Ibu yang menjadikan peringatan hari ini sebagai previlege untuk dirinya dengan libur dari semua rutinitas . Libur masak, libur mencuci, libur berberes rumah karena merasa berhak mendapatkan perhatian khusus dari suami dan anak-anak. Bangun tidur dengan dihujani ciuman dan pelukan dari suami dan anak-anak. Kejutan lainnya sudah terhidang di meja makan hasil masakan suami dan anak-anak untuk sang Ibu tersayang. Itu (idealnya)... Tapi sayangnya, banyak yang tidak tahu untuk siapa sesungguhnya tanggal 22 Desember itu didedikasikan. Banyak ibu yang mengabaikan kalau tanggal 22 Desember itu bukan tanggal merah untuk mereka. 

Mother's Day dan Muttertag

Adalah Anna Marie Jarvis, seorang warga Amerika Serikat, yang pertama kali memperkenalkan peringatan Hari Ibu untuk mengenang mendiang Ibunya, Ann Maria Reeves Jarvis  yang meninggal pada tanggal 9 Mei 1905. Sang Ibu adalah seorang aktivis yang gigih memperjuang hak-hak perempuan sekaligus  membesarkan sebelas anak. Perjuangan Ann yang dimulai sejak tahun 1907 untuk menjadikan tanggal kematian Ibunya diperingati sebagai Hari Ibu akhirnya terwujud. Sejak tahun 1914, setiap hari Minggu kedua di bulan Mei, warga Amerika Serikat merayakan "Mother's Day". Tradisi itu kemudian diikuti oleh negara lain, mulai dari negara-negara di Eropa hingga Australia.  Sedangkan di Jerman, perayaan Hari Ibu atau Muttertag mulai populer setelah berakhirnya Perang Dunia II. Namun, perayaan ini justru ditentang oleh kaum feminis karena Muttertag adalah penghargaan untuk para Ibu  yang mengabdikan dirinya mengurus keluarga. Nazi bahkan membagikan bintang jasa untuk perempuan yang dianggap berjasa melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Meski ditolak kaum feminis, namun sebagian besar warga Jerman masih merayakan Muttertag untuk membahagiakan Ibu mereka dengan memberikan berbagai hadiah.

Ibu Sujatin, Terima Kasih...

Tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat dan Jerman, perayaan Hari Ibu di Indonesia juga lahir dari sebuah gerakan kaum perempuan. Bertempat di Yogyakarta, para pejuang perempuan Indonesia melakukan Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada tanggal 22 - 25 Desember 1928. Kongres tersebut terselenggara atas gagasan Sujatin Kartowijono, seorang tokoh pergerakan perempuan yang kala itu menjadi Ketua Poetri Indonesia, sebuah organisasi para guru perempuan. Sujatin juga mendirikan Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) dan Kowani (Kongres Wanita Indonesia).  Pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia itu kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi para pejuang perempuan di Indonesia, setelah pada tanggal 28 Oktober di tahun yang sama, para pemuda berkongres dan mendeklarasikan Soempah Pemoeda. Selain menjadi tonggak pergerakan kaum perempuan, Presiden Soekarno kemudian mendeklarasikan tanggal pelaksanaan kongres tersebut sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959. Jadi, para Ibu yang hari ini mendapatkan hadiah setangkai mawar dan kartu romantis dari suami dan anak-anak tercinta, yang hari ini bebas tugas dari urusan dapur dan cuti dari jabatan miss laundry, berterimakasihlah pada Ibu Sujatin Kartowijono.  Atau... jangan-jangan kalian tidak kenal siapa dia? Oh, No!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun