Teringat ketika aku pertama kali masuk warung kopi, ketika itu aku masih kelas tiga Aliyah. Betapa sungkan dan nggak karuan malu disaat itu. aku bertemu ustadz-ustadzku yang lagi menikmati seruputan kopi dan hisapan ududnya. " Wah, lako' ada ustadz rek, mati aku", batinku. gumamku saat itu sangatlah mendasar, karena memang pada saat itu, beliau adalah ustadz yang mengajar ngaji di kelasku. " Haduh, pasti dimarahin nih !". Dan semakin menjadi-jadi ketika belaiu mengetahuiku lantas memanggilku,
" Loh, Ade !!! Ngopi tah ?, tanya beliau.
sambil membungkukkan badan, aku menjawab, "nggeh tadz".
Bayangan-bayangan akan dimarahi dan disuruh balik ke pondok sudah sampai di otakku.
"Oh, mau ngopi tho, oh yo wes, monggo-monggo".
bayangan-bayangan akan dimarahi seolah langsung terbang, bersamaan dengan keluarnya asap yang mengepul dari mulut ustadzku. wussssssssssssss ........
Aku semakin tak mengerti dengan apa yang dikatakan ustadzku tadi. sebuah sindiran atau benar-benar memang mempersilahkan ?. kupesan kopi dan mulai kunyalakan batang ududku. aku masih memikirkan perkataan ustadzku tadi. kenapa sangat berbeda dengan ustadz yang lain. kalau biasanya ustadz yang lain pasti langsung disuruh balik, kalau nggak gitu ya dimarahin di tempat. kulihat beliau, begitu asyiknya beliau bergurau dengan teman-temannya. Begitu asyiknya aku melihat beliau sampai aku nggak tahu kalau temanku sudah duduk di sampingku.
"woy, nglamun ae rek ! ..." sapa temanku.
"eh, nggak rek, iki lho aku lagi mikirno sesuatu..." timpalku.
"gayamu cah ! mikir segala, mikir cewek yo ? tanyanya.
"ndasmu ! ora iki loh cah. baru pertama ini aku ketemu Ustadz di warung, nggak disuruh balik, malah dipersilahkan. biuh ...."