Mohon tunggu...
Ade Novit
Ade Novit Mohon Tunggu... -

mahasiswa UIN Maliki Malang Jurusan Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekolah di Warung Kopi

27 Februari 2015   20:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti biasa, ngopiselalu jadi pilihan utama di waktu pagi. Irama burung-burung yang dipasang di depan warung menambah suasana menjadi lebih greget pagi ini. Mentari yang mulai menyalakan sinarnya membuat mata ini agak silau. Tapi kehatangan mentari nusantara yang khas membuat badan ini terasa hangat, seperti hangatnya cintamu padaku. Ciat . . . ! Ciat . . . ! Ciat . . . ! gombal cuk !!! ah, nikmat sekali ngopi pagi ini.

Ada suatu yang membuat saya menjadi sok kritis pagi ini. Saat saya melihat jam dinding, tak terasa sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB. Dan disaat yang sama segerombolan anak SMA masuk ke warung, memesan kopi dan mengambil kartu remi. Tak lupa, rokok keluar dari saku mereka.Dan, yupss, dengan asyik mereka menikamati permainannya. Pertanyaan-pertanyaan mulai keluar dari kepala saya. Dan saya hanya bisa mbatin,”bukannya ini masih jam aktif sekolah, tapi kok mereka bisa ada disini ?”. “ah, mungkin ada rapat”. Pertanyaan saya jawab sendiri. Tapi akhirnya saya tidak terima dengan jawaban saya sendiri. ”ah, masa rapat sih ? masih ada kemungkinan lain. Mungkin juga mereka bolos. Atau mereka juga sudah sangat bosan di kelas, mual dengan materi-materi yang disampaikan guru mereka,atau apa lah.” Tapi masih tetap dalam pertanyaan, “mengapa mereka bisa sampai duduk manis di sini ? di warung. Menyebulkan asap, minum kopi sampai main remi ?”. akhirnya, pertannyaan-pertanyaan ini membuat teman saya angkat bicara. Dan, terjadilah obrolan menarik diantara kami. Seru sekali, yang membuat kami mengakhiri ngopi pagi ini dengan sebuah kesimpulan.

Tapi tenang saja, saya tidak akan mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak nakal, anak-anak malas yang tidak punya masa depan. Tidak !!! mereka adalah anak-anak baik. Dan saya sangat yakin itu. Karena saya sempat mendengar kalimat-kalimat toyyibah mereka ucapkan ketika menikmati permainan kartu mereka. “ Astagfirullah !!! kartuku jelek cukk”. “ Alhamdulillah, menang lagi dess !!!”. karena tak ada manusia yang tak ingin menjadi baik. Semua ingin menjadi baik. Cuma, mereka belum tahu jalannya. Mengapa mereka tak di sekolah di jam aktif seperti ini ? seharusnya pertanyaan ini menjadi tamparan untuk sekolahnya. Se_angker itu kah sekolah, seseram itukah guru, se_membosankan_kah pelajaran-pelajaran itu ? ini sekolah apa rumah hantu ? dan kita belum menemukan sekolah dan guru disalahkan dalam hal ini. Yang selalu kita temukan adalah mereka siswa yang seperti di warung, akan dihukum dan dihukum.

Dan mereka anak-anak yang ingin menjadi baik. Mereka adalah anak-anak pemberani. Ketika yang lainnya menutupi kebosanan dan ketakutan dengan hanya duduk manis di bangku sekolah. Mereka tampar sekolahnya dengan kelakuan mereka. Mereka maki sekolahnya,karena mungkin mereka merasa akhlaknya tidak semakin menjadi baik, mereka hanya merasa dijadikan anak-anak yang dibuat haus dengan nilai, tapi kering dengan kasih moral dan akhlak yang baik dengan masuk sekolah. Tapi sayang, sekolahnya tuli dengan suara mereka. Guru-guru mereka tetap menganggap mereka adalah preman-preman sekolah. Kasihan sekali mereka. Mungkin sekiranya mereka diberi kesempatan untuk bersuara, apakah seperti ini bunyinya :

Wahai sekolah kami, wahai guru-guru kami, kami hanya anak-anak remaja yang ingin jadi baik, tapi kami tak tahu dimana jalannya. Bimbinglah kami dengan kasih sayangmu, jangan dengan pukulanmu itu. Bimbinglah kami dengan senyuman tulusmu, bukan dengan wajah garangmu. Dengarkan suara hati kami. Jangan kau tutupi telingamu dengan kurikulum-kurikulum itu. Dan, kami hanya anak-anak yang butuh belaian kasih sang penunjuk jalan . . .

Sekolah biasa-biasa saja, yang penting engkau pintar dan cerdas. Tak hanya dengan pengetahuanmu, tapi juga moral dan akhlakmu . . .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun