Pasal 8 mengatur bahwa dalam menjalankan profesinya, jurnalis memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum dari pihak berwenang. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan jurnalis dapat melaksanakan tugasnya tanpa rasa takut atau tekanan, baik dari individu, kelompok, maupun institusi.
Lebih lanjut, UU ini juga mencantumkan prinsip non-intervensi, di mana pers tidak dapat dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Prinsip ini memberikan jaminan bahwa pers akan tetap bebas dan independen, meskipun harus tetap tunduk pada kode etik jurnalistik dan aturan hukum yang berlaku.
Perlindungan ini sangat penting dalam mendukung peran jurnalis sebagai penyampai informasi yang akurat, terpercaya, dan berimbang, terutama dalam sistem demokrasi. Dengan adanya UU Nomor 40 Tahun 1999, diharapkan jurnalis dapat menjalankan tugasnya dengan profesionalisme tinggi, tanpa takut akan ancaman atau kekerasan yang mengancam kebebasan mereka.
Kebebasan jurnalis adalah salah satu pilar utama demokrasi. Tanpa adanya kebebasan dan keamanan bagi jurnalis, masyarakat kehilangan akses ke informasi yang kredibel dan independen. Ini dapat mengancam transparansi, akuntabilitas, dan hak masyarakat untuk tahu. Dengan menjamin keamanan jurnalis, kita juga melindungi hak asasi manusia secara keseluruhan.
Dalam salah satu indikator pada tujuan pembangunan berkelanjutan yang ke-16 tercantum hak bebas dari kekerasan untuk jurnalis dan awak media. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban kita sebagai masyarakat untuk mendukung kebebasan pers. Hanya dengan bersama-sama kita dapat memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut dan terus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H