jurnalis mendapat menggali informasi sebagai bentuk mata pencaharian yang dikonsumsi publik. Berbagai jenis informasi dapat diberikan dari hasil pencarian seorang jurnalis. Namun untuk mendapatkan informasi yang akurat, sering kali awak media dihadapi dengan ancaman serius, mulai dari intimidasi, kekerasan fisik, hingga pembunuhan.
Dalam dunia yang semakin banyak muncul pertanyaan,Jurnalis sering menyoroti berita hangat mengenai kekerasan dan kasus yang mengarah pada pelanggaran HAM. Nyatanya ada beberapa yang tidak mendapatkan hak aman dalam bertugas sebagai pengamat media. Berikut kasus pembunuhan pada wartawan di Indonesia yang ramai dibicarakan.Â
Di Tahun 2006 ada Herliyanto - Jawa Timur; Diduga dibunuh karena meliput berita korupsi di Desa Tulupari, Probolinggo, Jawa Timur.Â
Media Radar Bali juga kehilangan awak media di tahun 2009, Anak Agung Narendra Prabangsa. Beliau dibunuh karena mengunggah media yang memberitakan tentang penyimpangan proyek bangli. Proyek itu diawasi oleh seorang adik bupati Bangli, Nengah Arwana yang menjadi pelaku dari pembunuhan kepada jurnalis. Pelaku dihukum seumur hidup.
Merauke TV juga mengalami hal serupa di tahun 2010. Ardiansyah Matra'is Wibisono yang diduga dibunuh karena meliput informasi mengenai persaingan politik petinggi dalam memperebutkan proyek agribisnis.Â
Di tahun yang sama, Alfrets Mirulewan juga dibunuh ketika melakukan investigasi kebenaran terkait kelangkaan bahan bakar minyak di Pulau Kisar, Maluku. Selain itu dari SUN TV juga kehilangan Ridwan Salamun yang tewas akibat dikeroyok massa ketika berusaha untuk meliput di tengah konflik antar warga di Kota Tual, Maluku Tenggara.
Media redaksi Pindo Merdeka, Labuhanbatu, Sumatera Utara kehilangan dua jurnalis di akhir Oktober 2010. Maraden Sianipar dan Martua Siregar, keduanya ditemukan dalam keadaan tewas di lahan perkebunan kelapa sawit. Pembunuhan ini diduga terkait sengketa lahan, dan otak dari kasus pembunuhan ini ialah pemilik perkebunan sawit itu sendiri Amelia, dan memerintahkan 8 orang untuk menjalankan perbuatan busuknya.
Dari banyaknya kasus yang menimpa keamanan jurnalis di Indonesia, ada beberapa kasus yang tidak menemukan pelaku yang belum dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti pengeroyokan massa, tindakan ancaman dan intimidasi. Bahkan kekerasan berbasis gender juga menjadi sebuah tantangan untuk jurnalis wanita yang mendapatkan pelecehan online dan serangan fisik.
Oleh karena itu dibuatlah kebijakan yang melindungi jurnalis dalam melakukan pekerjaannya dengan aman. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi jurnalis dalam menjalankan tugas profesionalnya. Undang-undang ini menegaskan kebebasan pers sebagai hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, sekaligus mengatur tanggung jawab dan hak-hak jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Salah satu aspek penting dari UU Pers adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada jurnalis dari segala bentuk ancaman, kekerasan, atau upaya untuk membungkam aktivitas jurnalistik yang sah. Dalam undang-undang ini, ditegaskan bahwa:
Pasal 4 Ayat 1 menyatakan bahwa kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Hal ini menekankan bahwa jurnalis memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi tanpa intervensi atau hambatan.