Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan pengembangan potensi yang ada di dalam diri manusia yang menyangkut aspek spiritual, emosional, intelektual, dan keterampilan lainnya. Oleh karena itu, pendidikan menjadi satu bagian dari sekian banyak komponen penting yang harus ada dalam suatu negara. Posisi pendidikan menjadi sedemikian penting karena dari sinilah para pemimpin, peneliti, ilmuwan dan generasi bangsa dilahirkan. Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia karena pendidikan bertujuan untuk harkat dan martabat manusia.
Berbicara tentang kondisi pendidikan Indonesia saat ini, tentu kita tidak bisa lepas dari sejarah panjang pendidikan Indonesia. Kita tentu akan teringat dengan salah satu sosok pahlawan yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara yang telah berjuang sedemikian rupa agar pendidikan bisa terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Di tengah hiruk pikuk penjajahan Belanda dimana sebagaian besar masyarakat kita masih belum mengenal apa itu pendidikan, Ki Hadjar Dewantara telah mencetuskan sebuah pemikiran visioner tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Beliau yakin bahwa jika bangsa Indonesia ingin menjadi bangsa yang benar-benar merdeka, bangsa ini tidak hanya membutuhkan kemampuan menyusun siasat perang ataupun sistem persenjataan yang lengkap. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan merupakan sebuah aset besar dan investasi penting yang akan mengajarkan kepada masyarakat Indonesia cara bagaimana mengisi kemerdekaan bangsa ini kelak.
Meskipun telah mengalami perkembangan sedemikian rupa, nyatanya kualitas maupun sistem pendidikan kita masih belum terlalu memuaskan. Kondisi saat ini menyebabkan banyak permasalahan yang hingga kini masih menjadi PR besar bagi bangsa kita. Tidak meratanya kualitas pendidikan menjadi masalah yang tak habis-habisnya diperbicangkan. Accessibility pendidikan pun hingga kini masih dipertanyakan karena nyatanya tidak semua masyarakat Indonesia mempunyai kans yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Masalah pun bermunculan ketika banyak kalangan yang meyebut bahwa pemerintah telah gagal dalam menyediakan pendidikan yang cukup bagi rakyatnya. Alokasi 20% dana APBN untuk pendidikan ternyata juga belum mampu untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Pepatah mengatakan bahwa lebih baik menyalakan lilin daripada memaki kegelapan itu sendiri. Memberikan kritik tanpa bertindak dan tidak memberikan solusi pun bukan merupakan suatu tindakan yang bisa dibenarkan. Melihat betapa kompleksnya permasalahan pendidikan bangsa ini, nampaknya mengkritik dan semata-mata menyalahkan pemerintah agaknya tidak akan menyelesaikan masalah. Meskipun Presiden SBY telah menyatakan bahwa pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah pada saat rapat kabinet di Gedung Depdiknas pada tahun 2007, sumbangsih kita sebagai masyarakat pun sangat diharapkan untuk bisa sedikit mengatasi permasalahan ini.
Menyikapi perkembangan pendidikan saat ini, banyak masyarakat kita yang merasa tergerak untuk ‘membantu’ pemerintah meningkatkan accessibility pendidikan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam hal penyelenggaraan pendidikan, pemerintah RI banyak dibantu oleh sejumlah ormas yang bergerak di bidang agama, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Al Irsyad, Rotary Club, dan lain-lain. Belakangan ini munculnya beberapa program seperti program Indonesia Mengajar (IM) yang digawangi oleh Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan dan Sekolah Guru Indonesia (SGI) yang berada di bawah naungan yayasan Dompet Dhuafa. Program-program tersebut bertujuan untuk menyediakan pendidikan bagi masyarakat pedalaman yang masih belum tersentuh layanan pendidikan pemerintah. Program ini dilaksanakan dengan merekrutpara fresh graduate untuk menjadi pengajar di daerah tertinggal. Meskipun belum semua daerah khususnya daerah terluar Indonesia bisa tersentuh oleh program ini, paling tidak upaya ini telah menjadi langkah awal untuk menuju pendidikan Indonesia yang terakses oleh semua masyarakat tanpa terkecuali.
Keberadaan lembaga-lembaga non pemerintah (Non Govermental Organization/NGO) ini tentunya menjadi setitik cahaya terang bagi pendidikan bangsa kita. Di tengah isu globalisasi dan paham neoliberalisme yang telah membentuk sebagaian orang menjadi orang yang apatis terhadap sesama dan bersikap individualis, bangsa kita masih mempunyai orang-orang yang dengan ikhlas membaktikan diri untuk ikut membantu saudaranya belajar dan membantu pemerintah dalam menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Dukungan pemerintah terhadap keberadaan NGO dan program-programnya mutlak dibutuhkan dan pemerintah Indonesia sejauh ini sudah cukup menunjukkan dukungan yang besar program-program tersebut. Dalam proses penyelenggaraan pendidikan, sinergi yang kuat antara pemerintah Indonesia dan NGO jelas sangat diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H