Mohon tunggu...
Money

Nasib Tenaga Kerja Nasional

11 Oktober 2016   20:58 Diperbarui: 11 Oktober 2016   21:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam dunia ekonomi, ada dua ruang lingkup ekonomi, yaitu makro dan mikro. Keduanya saling berhubungan tetapi juga memiliki perbedaan. Makro membahas tentang pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional. Sedangkan mikro membahas tentang perusahaan atau rumah tangga.

Kesejahteraan masyarakat suatu negara adalah dimana masyarakat itu dapat hidup jauh di bawah kemiskinan. Di sini pemerintah berperan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi rakyat, baik dalam hal industri maupun non industri. Kebutuhan tenaga kerja nasional di Indonesia sangatlah besar, apalagi yang kita tahu bahwa akhir tahun 2015 pemerintah Indonesia sudah mencanangkan program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimana persaingan di bursa tenaga kerja melalui pasar bebas Asean. Tenaga kerja yang tidak memiliki potensi atau keahlian khusus dalam bidangnya, akan tersingkir atau susah bersaing dengan tenaga kerja asing.

Semasa pemerintahan orde baru, pembangunan ekonomi mampu membuka banyak lapangan pekerjaan di Indonesia. Namun saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, pembangunan ekonomi Indonesia mengalami keruntuhan dan menyebabkan banyaknya pengangguran di Indonesia. Sebagian besar tenga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan karena krismon ini, memutuskan untuk bekerja di pedesaan dan masuk dalam sektor informal (pertanian). Walaupun pada tahun 2000-an Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, sektor pertanian tetap menjadi tokoh utama dalam bidang pekerjaan masyarakat Indonesia daripada di sektor industri.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia. dengan jumlah total penduduk sekitar 255 juta orang dan rata- rata penduduk Indonesia adalah penduduk di bawah usia 30 tahun. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki kualitas tenaga kerja muda yang potensial, tetapi nyatanya banyak hal yang menjadi faktor terhambatnya perkembangan ekonomi Indonesia. Diantaranya adalah kualitas individu, persaingan dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang sedikit dan tidak mampu mengimbangi jumlah tenaga kerja yang ada.

Minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia membuat banyaknya tenaga kerja Indonesia yang bekerja atau mengadu nasib di negeri orang. Mereka beranggapan bahwa di sana tersedia banyaknya lapangan pekerjaan dan di sana mereka lebih di hargai daripada di negeri sendiri. Yang kita tahu kenapa bapak B.J Habibie lebih memilih untuk kerja di belanda dari pada di Indonesia, bukan karena beliau tidak mencintai tanah air sendiri, tetapi karena disana beliau lebih dihargai ilmunya daripada di Negara sendiri. Upah minimum di luar negeri membuat banyaknya tenaga kerja tergiur untuk bekerja di sana. 

Seharusnya pemerintah lebih jeli dalam menanggapi masalah ini, dimana pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya dan juga mensejahterakan rakyatnya. Dalam surat al anfaal ayat 53, “demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”. Ayat ini menjelaskan bahwa setiap orang dapat menikmati hidup mewah apabila mau berusaha.

Contoh Negara luar yang masih membutuhkan tenaga kerja nasional di bidangnya adalah Inggris. Ada beberapa bidang yang dianggap masih diperlukan tenaga kerja professional yaitu bidang medis, guru, insinyur, ilmuwan fisika. Pentingnya kualitas tenaga kerja itu sendiri dan peran pemerintah dapat membantu menekan angka pengangguran di Indonesia dan otomatis perkembangan ekonomi Indonesia dapat meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun