Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, moda transportasi penerbangan menjadi kunci integrasi ekonomi Indonesia. Ini sebabnya Indonesia kembali mencalonkan diri menjadi anggota Dewan International Civil Aviation Organization (ICAO) periode 2016-2019 untuk kategori 3, yaitu negara yang berperan dalam penerbangan dunia berdasarkan kawasan. Pemilihan anggota Dewan ICAO akan digelar di Montreal, Kanada, 28 September-4 Oktober 2016.
Negara-negara yang masuk kategori 3 untuk masa jabatan 2013-2016 adalah Bolivia, Burkina Faso, Kamerun, Cile, Republik Dominika, Kenya, Libya, Malaysia, Nicaragua, Polandia, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Tanzania. Anggota dewan ICAO untuk tiap kategori dipilih setiap 3 tahun sekali.
Harus diakui, dengan menjadi anggota dewan organisasi penerbangan sipil dunia itu, Indonesia akan punya suara signifikan dalam perumusan kebijakan penerbangan sipil global. Secara bisnis, maskapai Indonesia akan lebih punya ruang udara yang lebih luas karena bertambahnya akses izin terbang.
Namun, bila melihat data historis, tak sedikit publik yang meragukan keberhasilan Indonesia tahun ini. Pasalnya, sudah empat kali usaha Indonesia menemui kegagalan.
Pada 2013 Indonesia masih kekurangan dukungan karena hanya mendapatkan 97 suara. Tahun ini Indonesia gencar menggalang dukungan untuk mengumpulkan setidaknya 125 suara. Anggota ICAO yang memiliki hak suara sebanyak 151 negara.
Dalam sebuah resepsi di kedutaan besar Indonesia di Den Haag, Belanda, beberapa waktu lalu, Utusan Khusus Menteri Perhubungan RI untuk ICAO, Indroyono Soesilo, memaparkan betapa Indonesia layak untuk menempati posisi sebagai anggota dewan ICAO 2016-2019. Potensi yang dimiliki Indonesia sangat mendukung. Tidak hanya sumber daya yang dimiliki kini, tetapi juga proyeksi pertumbuhan di masa depan.
Tengok saja kepemilikan Indonesia atas 237 bandara, dan sebanyak 30 bandara sanggup melayani penerbangan internasional. Ditambah dengan kemampuan sistem navigasi udara Indonesia yang sanggup melayani 4 dari 9 area penerbangan dunia.
Indroyono juga menjelaskan, Indonesia kini memiliki 1.142 pesawat dari berbagai jenis. Dengan keberadaan ribuan pesawat terbang ini, tentu saja Indonesia juga memiliki fasilitas memadai dalam perawatan maupun perbaikan pesawat. Indonesia pun siap menambah jumlah pesawat hingga menjadi 1.500 dalam lima tahun ke depan.
Yang tak boleh dilupakan adalah keberadaan PT Dirgantara Indonesia yang terus berperan aktif dalam dunia penerbangan sipil global. Indonesia menjadi perusahaan subkontraktor bagi perusahaan manufaktur pesawat kelas dunia seperti Boeing, Airbus, Embraier, dan Bombardier.
Dari sisi banyaknya penumpang, Indonesia juga terus bertumbuh dengan signifikan. Jumlah penumpang mencapai 90 juta orang dengan pertumbuhan 14 persen per tahun.
Kondisi ini telah menjadikan Indonesia sebagai negara nomor 12 dengan penerbangan tersibuk di dunia. Selain itu, Soekarno-Hatta telah masuk dalam 10 besar bandara tersibuk di dunia dengan 60 juta penumpang per tahun.