Masyarakat Indonesia mungkin sudah capek dengan janji-janji sembako murah Ramadan di setiap pemerintahan. Bagaimanapun, setiap usaha yang mengarah ke perbaikan jelas mendapat apresiasi, tak terkecuali yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK.
Salah satu janji yang kini berusaha ditepati pemerintahan Jokowi adalah reformasi manajemen sembako secara nasional. Pemerintah berusaha melakukan penertiban besar-besaran melalui tim yang rencananya bernama Satuan Tugas Pengendalian Harga Bahan Pokok dan Makanan.
Satgas ini diharapkan dapat memberantas mafia di balik tingginya harga kebutuhan pokok terutama pada saat-saat spesial setiap tahunnya.
Rantai Distribusi
Pertanyaan publik pun mengemuka, mampukah satgas tersebut jadi solusi? Walaupun tak ada yang berani yang menjamin, paling tidak banyak pihak menilai pendekatannya sudah tepat.
Mengacu pada pernyataan Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin, kepada media beberapa waktu lalu, lonjakan harga pangan dan bahan kebutuhan pokok di tingkat pedagang disebabkan panjangnya rantai pasok distribusi pangan. Kondisi ini berdampak pada tingginya harga sembako di tingkat konsumen.
Yang terjadi biasanya adalah, setiap kali satu mata rantai itu menaikkan harga, otomatis penjual di bawahnya pun memilih mengambil langkah yang sama. Satgas diharapkan bisa bekerja optimal, yakni menghentikan para pedagang di tiap rantai dari usaha mengambil keuntungan besar.
Apa bukti bahwa para pedagang perantara inilah yang menjadi momok kenaikan harga sembako? Tengok saja data konsumsi beberapa bahan makanan pokok hasil Susenas 2009-2013.
Dari 33 jenis bahan makanan, hanya 13 yang mengalami pertumbuhan konsumsi positif. Anehnya, dari ke-13 jenis makanan itu, hanya tepung terigu, telur ayam, minyak goreng, daging ayam ras, dan susu bayi yang bisa disebut sebagai kebutuhan pokok. Sisanya adalah komoditas seperti kopi, teh, ataupun susu kental manis.
Bagaimana dengan jenis bahan pokok lainnya? Di sini anehnya. Bahan makanan pokok yang sering mengalami kenaikan harga seperti beras, beras ketan, gula pasir, bawang merah maupun putih, daging sapi, hingga cabai merah, ternyata memiliki pertumbuhan konsumsi yang negatif.
Mafia Pangan