Sejak dimulainya penjajahan Palestina pada tahun 1948 hingga saat ini, bangsa Palestina terus melakukan perlawanan dan resistensi terhadap Israel. Perlawanan tersebut dilakukan melalui berbagai cara, termasuk perlawanan sosial, politik, ekonomi, dan bahkan perlawanan bersenjata. Konflik Israel-Palestina ini dapat dianalisis dari sudut pandang teori orientalisme yang dikemukakan oleh Edward Said.Â
Teori ini menggambarkan Bagian Barat sering melihat Timur (termasuk Palestina) sebagai "yang berbeda" dan cenderung menggambarkannya dengan cara yang tidak tepat atau bias. Dalam konteks konflik tersebut, orientalisme adalah sebuah pembentukan ideologi yang digunakan oleh Barat untuk menggambarkan, menganalisis, dan menguasai wilayah Timur, termasuk Israel dan Palestina.
Awal Mula Konflik Palestina dan Israel
Setelah berhasil mengalahkan Kesultanan Ottoman dalam Perang Dunia Pertama, Inggris memperoleh kendali atas wilayah yang dikenal sebagai Palestina di Timur Tengah. Wilayah tersebut dihuni oleh sejumlah minoritas, termasuk komunitas Yahudi yang merupakan minoritas, mayoritas Arab, dan kelompok etnis lain yang jumlahnya lebih kecil. Tingkat ketegangan antara kedua kelompok etnis yang tinggal di wilayah tersebut semakin meningkat. Karena hal ini, komunitas internasional menugaskan Inggris untuk mendirikan suatu entitas yang dianggap sebagai "rumah nasional" bagi orang Yahudi di Palestina.Â
Keputusan ini mengacu pada Deklarasi Balfour yang disepakati pada tahun 1917 dan kemudian dimasukkan ke dalam mandat Inggris atas Palestina dan mendapat dukungan dari Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk pada tahun 1922. Palestina dianggap sebagai tempat asal nenek moyang oleh orang-orang Yahudi. Namun, komunitas Arab yang tinggal di Palestina juga mengklaim wilayah tersebut sebagai tempat tinggal mereka dan menentang klaim eksklusif yang diajukan oleh komunitas Yahudi di sana.
Pada tahun 1948, karena tidak mampu menyelesaikan konflik antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina, Inggris mundur dan para pemimpin Yahudi mengumumkan pembentukan negara Israel. Negara ini dirancang sebagai tempat perlindungan bagi komunitas Yahudi yang telah mengalami berbagai bentuk persekusi sejarah, serta sebagai tanah air bagi mereka. Pertempuran antara komunitas Yahudi dan milisi Arab semakin meningkat intensitasnya selama berbulan-bulan. Sehari setelah Israel memproklamirkan kemerdekaannya, lima negara Arab menyerang wilayah tersebut.
Puluhan warga Palestina mengalami pengungsian atau terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dalam peristiwa yang mereka sebut sebagai Al-Nakba atau "bencana besar". Setelah pertempuran berakhir dan gencatan senjata diperoleh pada tahun berikutnya, Israel memegang kendali atas sebagian besar wilayah tersebut. Yordania menduduki wilayah yang kemudian dikenal sebagai Tepi Barat, sementara Mesir menguasai Gaza. Karena tidak adanya perjanjian perdamaian yang tercapai, pertempuran dan konflik terus berlanjut dalam beberapa dekade berikutnya.
Konflik Palestina dan Israel Saat Ini
Kendali militer Israel atas penduduk Palestina berdampak pada segala aspek kehidupan mereka. Israel telah melakukan tindakan yang dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan, seperti praktik apartheid dan penganiayaan. Akibat serangan yang berkelanjutan dan berakar dari peristiwa Nakba ini, banyak warga Palestina saat ini menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan di negara-negara Arab tetangga. Selain menjadi pengungsi di luar Palestina, sebagian dari mereka juga masih tinggal di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, kamp-kamp tersebut hingga kini masih sering menjadi sasaran serangan dan penculikan oleh militer Israel.
Sejak 7 Oktober 2023, konflik antara Hamas dan Israel telah berlangsung lebih dari 100 hari telah meluas ke wilayah lain di Timur Tengah. Milisi Palestina Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel. Aksi tersebut dilakukan melalui pengerahan ratusan tentara bersenjata yang menyerbu pemukiman sipil Israel di dekat Jalur Gaza. Setidaknya 1.400 warga Israel tewas dalam serangan ini. Menurut catatan militer Israel, 203 tentara dan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, juga dibawa ke Gaza sebagai sandera. Di pihak Palestina, serangan udara dan penembakan Israel sebagai respons terhadap serangan Hamas telah menewaskan lebih dari 5.000 warga Gaza.
Teori Orientalisme dalam Memaknai Konflik Israel-Palestina