Mohon tunggu...
Adang Daradjatun
Adang Daradjatun Mohon Tunggu... -

Mantan Wakil Kepala Kepolisian RI. Mengundurkan diri saat menjadi kandidat Gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Saat ini mengabdi menjadi Anggota DPR-RI dari Partai Keadilan Sejahtera Daerah Pemilihan Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. "Mengharap masukan positif dari seluruh komunitas agar bersama-sama mampu membenahi bangsa menuju cita-cita Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera." (www.adangdaradjatun.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Kembali Visi Misi Kota Jakarta (Menuju Jakarta MAS, Bag. 2)

15 Oktober 2009   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

----------------------

Tulisan berikut adalah hasil pemikiran saya ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2007. Visi dan misi untuk Jakarta yang saya tuangkan ini kemudian dirangkum dalam sebuah buku berjudul Jakarta MAS (Modern, Aman, dan Sejahtera) Beberapa data mungkin sudah out of date, namun demikian saya berusaha untuk menulis kembali agar tetap terjaga keaktualannya. Tulisan ini akan dirangkai dalam beberapa seri sehingga lebih mudah untuk dibaca dan menandai sesuai dengan sub judul. Terima kasih. Tulisan ini bisa juga dilihat di www.adangdaradjatun.com.

----------------------

Otonomi Khusus Ibukota dan Megapolitan

Pelaksanaan otonomi daerah sejak 1 Januari 2001, memberi dampak yang luas bagi pembangunan lokal dan regional. Dengan sistem baru, daerah kini memiliki kewenangan lebih besar dan lebih bertanggungjawab dalam proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pengawasan.

Di satu sisi, hal ini positif bagi dinamika dan percepatan laju pembangunan di tingkat lokal dan regional. Namun di sisi lain, semangat pelaksanaan otonomi daerah yang berlebihan telah memberi dampak negatif bagi pertumbuhan nasional. Misalnya, pelaksanaan otonomi daerah yang berlebihan telah membawa egoisme sempit kedaerahan dengan mengorbankan kepentingan daerah lain serta kepentingan nasional yang lebih besar. Kasus paling menonjol adalah kasus maraknya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang secara nyata telah menimbulkan ekonomi biaya tinggi, menurunkan daya saing lokal dan nasional, menghambat investasi dan menekan pertumbuhan.

Dalam skala makro lebih luas, semangat otonomi yang berlebihan jug atelah memberi dampak buruk bagi pembangunan mulai dari tata ruang, iklim investasi, distrubusi dan perdagangan, pengentasan kemiskinan, perlindungan lingkungan hingga stabilitas makro-ekonomi. Dalam konteks Jakarta, hal ini terlihat jelas dalam aspek perencanaan dan pemanfaatan tata ruang, manajemen sungai dan air bersih, pengelolaan sampah, hingga infrastruktur.

Berbagai kebutuhan infrastruktur lintas wilayah yurisdiksi harus dibangun melalui aliansi antar pemerintah daerah, bahkan dengan pemerintah pusat sekalipun. Pemecahan masalah banjir misalnya, tidak akan pernah selesai tanpa kerjasama dengan Pemda Bopuncur. Begitupub dengan kedudukan Jakarta sebagai ibukota negara dan status sebagai megapolitan bisa dimanfaatkan oleh Pemda Jakarta untuk meningkatkan posisi tawarnya terhadap pemerintah pusat dalam pembangunan mega-infrastruktur yang pelaksanaannya tidak mungkin dilakukan oleh pemda Jakarta sendiri.

Kerjasama antar daerah untuk pengelolaan kawasan secara terpadu sebenarnya telah diatur dalam Pasal 30 UU No. 34/1999. namun pola kerjasama antar daerah selama ini belum memberi kejelasan tentang bagaimana DKI Jakarta akan dikelola secara terpadu. Penandatanganan MoU, pembentukan lembaga bersama atau wacana untuk mengaktifkan kembali BKSP (Badan Kerja Sama Pembangunan), tidak berjalan efektif karena tidak ada kejelasan dalam kewenangan dan sanksi. Ego sektoral dan daerah masih sangat besar. Harus diperjelas, aspek-aspek mana saja yang merupakan kepentingan bersama semua daerah dan siapa yang memegang kewenangan tersebut.

Terkait erat hal ini, aspek penting yang perlu perhatian lebih adalah aspek perencanaan tata ruang kawasan. Kewenangan dalam penataan ruang Jakarta dan daerah sekitarnya sebaiknya berada di tangan menteri, karena kewenangan penataan ruang adalah kewenangan koordinatif sehingga tidak bisa diberikan kepada Gubernur Jakarta atau institusi sektoral karena dapat menimbulkan kerancuan antara fungsi koordinasi dengan fungsi implementasi. Hal ini selaras dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 pasal 227 ayat 3 huruf c tentang keterpaduan rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana umum tata ruang daerah sekitarnya.

Pembangunan Kota Berkelanjutan.

Jakarta ke depan membutuhkan perubahan paradigma pembangunan perkotaan dari paradigma “integrated infrastructure” ke paradigma “urban development’. Pembangunan kota tak lagi hanya bertujuan membangun jaringan infrastruktur kota yang terintegrasi melainkan juga membangun kemitraan, partisipasi masyarakat, dan pembangunan berkelanjutan.

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan ini, pembangunan perkotaan berfokus pada empat hal, yaitu: memperbaiki kualitas hidup penduduk (liveability), meningkatkan daya saing kota (competitiveness), memperbaiki kualitas aparatur dan manajemen pemerintah (good governance and management), dan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah kota (bankability).

Dalam konteks pembangunan perkotaan di DKI Jakarta, perbaikan kualitas hidup penduduk akan menghapus masalah kemiskinan, meningkatkan harmoni sosial serta memperbaiki ketahanan masyarakat.

Sementara itu, peningkatan daya saing kota dilakukan dengan memperbaiki infrastruktur kota, iklim investasi, jaminan keamanan dan stabilitas politik, serta meningkatkan ketrampilan tenaga kerja. Sedangkan perbaikan tata kelola pemerintahan dilakukan dengan menarik dukungan publik seluas-luasnya, mengubah struktur dan budaya birokrasi, mengenalkan iklim persaingan dalam pelanayan publik, serta membuat mekanisme insentif dankompensasi yang memadai.

Pada saat yang sama, kapasitas fiskal pemerintah kota harus terus ditingkatkan dengan optimalisasi ektensifikasi dan intensifikasi penerimaan daerah, perbaikan sistem pemungutan pajak, dan menurukan tingkat kebocoran pajak seperti dengan membangun sistem informasi pajak yang berbasis IT yang mampu memonitor dan mengawasi seluruh penerimaan daerah secara terintegrasi. Kapasitas fiskal pemerintah kota juga dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya serius dan sistematis untuk menyelamatkan dan menjaga aset-aset daerah, penegakan hukum untuk penyediaan fasos-fasum oleh para pengembang, serta pengelolaan BUMD yang profesional. (bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun