Jujur sekarang ini sudah menjadi barang langka. Jujur tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang hakiki dibutuhkan dalam hidup yang bermartabat. Orang lebih suka melakukan segala sesuatu yang manipulatif, asalkan tampak menarik, diminati banyak orang dan bisa mendatangkan keuntungan materiil atau bisa mendongkrak harga diri. Istilah keren yang  sering digunakan adalah pencitraan. Dapat kita temui saat ini di banyak tempat, mulai dari media sosial , di siaran televisi, di mimbar tempat ibadah, di gedung DPR, di Istana sampai di pelbagai tempat macam warung kopi dan warung tegal. Tidak jarang memoles sana dan memoles sini agar bopeng yang ada tak lagi kelihatan. Apalagi dibumbui narasi yang canggih, makin sempurna keburukan berganti rupa menjelma jadi kebaikan.
Bila orang Jawa mengatakan: jujur kojur. Maka saat ini adalah bukti nyata bahwa kejujuran bukan lagi hal yang harus dipegang teguh dan mesti dipertahankan. Karena sejatinya tak seorangpun yang mau mengalami kemalangan dalam hidupnya. Tetapi apa iya?. Apa betul bahwa bila kita jujur maka hal buruk justru yang akan menimpa kita?.
Sebulan belakangan ini berututan ada beberapa hari raya yang cukup populer: Natal, Tahun Baru, dan Imlek. Di banyak grup Whats App misalnya, marak bersliweran anggotanya saling menyampaikan ucapan selamat, mengirim doa yang bagus dengan pesan kata kata yang indah. Banyak pula flyer maupun video dibuat dan dikirimkan. Ingin video lucu? Ada. Mau video yang menggemaskan ada juga. Video motivasi? Banyak !. Sesuai dengan karakteristik moment hari rayanya, di tahun baru Imlek saat ini misalnya, ular bersolek dan tampil memukau. Jauh dari kesan magis dan menyeramkan. Ada ular cantik, ada ular centil, ada ular ganteng, ada ular gagah perkasa, ada ular anggun bijaksana dan lain sebagainya. Pendek kata si ular kayu muncul mempesona, sangat jauh dari ujud aslinya. Dan orang menyukainya. Kata kata doa pun dipanjatkan sarat dengan kalimat hebat penuh berkat. Dan orang merasa lega, serasa telah menerima kodratnya.
Kebetulan di Imlek tahun ini anak kami sempat mudik dan keluarga besar berkumpul selama beberapa hari. Anak sulung yang bekerja di Jakarta memanfaatkan weekend panjang dan libur cuti bersama untuk mengunjungi kami orang tuanya. Walaupun di keluarga kami sudah tidak lagi melakukan ritual sembahyang seperti yang masih banyak dilakukan masyarakat keturunan Cina umumnya, namun sebagai ibu sekaligus nenek saya tetap menerima salam hormat dari anak menantu cucu. Mereka memberi ucapan selamat dengan salam kepal tangan yang biasa disebut Pai Pai sambil menyampaikan kata-kata doa untuk kesehatan dan kebahagiaan kami di usia senja ini. Diawali dari yang tertua sampai yang termuda mereka bergantian menyampaikannya. Ada rasa senang bercampur haru saya dan suami menerimanya. Dan juga bahagia serta penuh syukur ketika kami masih bisa membagikan angpao dalam amplop merah kepada cucu-cucu dan menyelipkannya ke saku baju atau lipatan jari tangan mereka. Namun yang paling berharga adalah ketika kami menerima pelukan hangat dan mendengar keinginan yang diucapkan sambil berlelehan air mata. Itu adalah pesan kejujuran yang luar biasa, yang keluar dari hati. Sangat istimewa dan berharga dan langka.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI