Mohon tunggu...
adam truedy Male
adam truedy Male Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa, penulis

saya memilikki hobi menulis dan saya biasa menulis jenis apapun penulisan seperti arikel penelitian internasional maupun nasional dan novel pendek yang di publish di medium maupun wattpad

Selanjutnya

Tutup

Politik

100 Hari Prabowo Gibran : Gebrakan Besar atau Sekedar Janji Manis?

30 Januari 2025   19:16 Diperbarui: 30 Januari 2025   19:16 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : pixabay

Seratus hari pertama pemerintahan sering disebut sebagai "masa bulan madu" sekaligus political make or break bagi pemimpin baru. Bagi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, periode ini bukan hanya ujian legitimasi, tapi juga ajang pembuktian di tengah skeptisisme publik terhadap mereka. Dan janji-janji besar seperti program makan siang gratis untuk 82 juta siswa, lompatan digitalisasi ekonomi berbasis UMKM, dan swasembada pangan dalam 3 tahun menggantung di langit-langit ekspektasi. Tapi, sejauh mana janji itu terjadwalkan dalam 100 hari pertama, apakah terealisasi? Apakah keduanya berhasil melesat dari bayang-bayang kontroversi usia Gibran dan isu political dynasty, atau justru terperangkap dalam rutinitas birokrasi yang lamban?

Data awal Kementerian Pendidikan menunjukkan 3 juta siswa di 74 kabupaten/kota telah mencicipi program makan siang gratis, meski baru sebatas pilot project dengan anggaran Rp 1,4 triliun. Sementara itu, Kementerian Investasi mengklaim 256 ribu UMKM telah terdaftar dalam platform digital nasional, meski belum ada evaluasi dampak ekonomi yang nyata. Di sisi lain, impor beras justru naik 18% pada kuartal pertama, mengundang tanya publik: mampukah Prabowo yang kerap menggagas food estate menghidupkan kembali romantisme swasembada Orde Baru?  

Sebelum mengukur realisasi, mari menyelami janji-janji dari Prabowo-Gibran yang digadang-gadang "revolusioner" dari program makan gratis untuk 82 juta siswa dan 4,8 juta ibu hamil, target pertumbuhan ekonomi 7% yang disebut "pemecah rekor", transformasi digital layanan publik berbasis AI, hingga kontroversi militerisasi sektor sipil lewat peran TNI di pertanian dan infrastruktur. Seratus hari pertama mereka adalah pentas di mana ambisi berbenturan dengan realitas birokrasi, anggaran terbatas, dan warisan politik Orde Baru yang tak pernah benar-benar mati.

Di panggung program sosial, pemerintah mengklaim 2,3 juta siswa di 58 kabupaten telah menikmati makan siang gratis dengan anggaran fantastis Rp 440 triliun (USD 28 miliar). Namun, laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi Anggaran (18/7) menemukan 23% sekolah di daerah terpencil belum menerima distribusi, sementara isu markup harga menu makan mengancam di level daerah. Di sisi lain, langkah menggandeng TNI untuk proyek food estate dan infrastruktur perbatasan, dengan dalih "kecepatan eksekusi" memicu peringatan keras dari Komnas HAM: "Ini bukan dwifungsi, tapi tri-fungsi kini TNI mengurus pangan, logistik, bahkan dapur politik."  

Ekonomi menjadi medan pertarungan yang ambigu. Pertumbuhan kuartal I 2024 tetap di kisaran 5,1%, jauh dari target 7%, meski pemerintah menambah hutang USD 10 miliar dan menaikkan pajak mobil mewah hingga 15%. Kolaborasi dengan Tiongkok lewat proyek kereta cepat Whoosh fase II dan kerja sama alutsista dengan AS senilai USD 2,3 miliar memang menambah pundi-pundi investasi, tetapi gagalnya digitalisasi SIM Nasional yang semula dijanjikan "secepat aplikasi e-wallet" membuat publik bertanya seakan, "apakah transformasi digital hanya sekadar PowerPoint Template Canva?"

Survey Charta Politica (Juli 2024) mengungkap sebuah paradoks sebanyak 80,9% masyarakat puas dengan kinerja Prabowo-Gibran, terutama karena "pencitraan internasional" Prabowo yang intens dan euforia program makan gratis. Namun, di balik angka itu terdapat 62% responden mengaku "tidak merasakan perubahan nyata" di sektor energi dan lapangan kerja. "Kepuasan ini rapuh, bergantung pada seberapa cepat piring berisi nasi itu sampai ke meja rakyat," tandas Ujang Komarudin, pengamat politik UI.

Di ujung 100 hari, pemerintahan ini seperti sedang mengendarai dua sepeda sekaligus, satu roda mengayuh program sosial populis ala big government, roda lain menerabas jalan tol investasi dengan logika pasar yang tak masuk akal. Tantangan terbesarnya bukan hanya memenuhi target 7%, tapi juga mencegah ambisi besar itu tenggelam dalam tiga jurang, korupsi berkedok program sosial, demiliterisasi ( proses pembongkaran dan demobilisasi militer  ) yang gagal total, dan digitalisasi yang hanya jadi jargon tanpa kabel data. Jika tak segera dibenahi, janji "Indonesia Emas 2045" bisa berubah menjadi sekadar tembaga yang tergelatak dalam TPS Bantar Gebang.  

Dari wacana "Indonesia Emas 2045" hingga polemik anggaran yang disebut menembus Rp 77 triliun untuk program sosial, inilah potret 100 hari yang tak hanya menguji kapasitas kepemimpinan, tapi juga kesabaran publik yang mulai bertanya "Kapan gebrakan sesungguhnya dimulai?"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun