Diriwayatkan, dalam sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, yang saat itu Khalifah Harun Al Rasyid, tertarik mengikuti kajian kitab al Muwaththa' (himpunan hadis) yang diadakan Imam Malik. Karena khalifah ingin diajari seorang diri, maka ia mengutus orang untuk memanggil Imam. Namun Imam Malik menolak, dan memberikan nasihat kepada Khalifah Harun melalui utusannya, ''Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormati ilmu, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia.'' Khalifah pun akhirnya bersedia menemui Imam Malik, namun meminta agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat kajian itu diadakan. Namun, permintaan itu kembali tak dikabulkan Imam Malik. Beliau berkata, ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.
Begitulah sedikit gambaran tentang kekuatan para ulama untuk menjaga kesucian ilmu. Walaupun yang datang kepada beliau adalah seorang khalifah tetapi ilmu itu tetaplah suci dan harus dihormati. Walaupun secara umum kita melihat itu adalah hal yang sepele, hanya mengajarkan khlifah beberapa buah ilmu, tetapi Karena beliau melihat adanya kesombongan dari pencari ilmu itu sendiri membuat beliau menjadi enggan memberikan ilmu itu walaupun kepada seorang khalifah. Kemudian lihatlah sejak dulu islam banyak sekali melahirkan ulama-ulama besar, pastinya ada hal yang melahirkan mereka dan membuat mereka besar. Ulama-ulama yang dilahirkan bukanlah hanya ulama yang expert dibidang agama tapi juga selain dibidang agama, mereka juga mahir dibidang ilmu pengetahuan yang nantinya akan menjadi kiblat bagi kemajuan ilmu pengetahuan masa kini, kita juga mnegenal nama ibnu sina atau bapak kedokteran, kemudian ada nama alkhawarizmi, ada ibnu rusyd, dan ulama-ulaam besar lainnnya.
Ilmu dalam ushul fiqh dijelaskan bahwa ilmu itu sifatnya tertutup. Dengan sifat ketertutpannya maka setiap penuntut ilmu membuka tutup itu deangan usah ayang keras dan menghabiskan buku-nbuku yan gmneyimppan ilmu tersebut dan harusslah benar-benar dicari. Menurut imam sayfi’I ilmu itu adalah cahaya dan cahaya itu tidak bisa dicampur adukkan dengan kegelapan alias kemakiatan. Namun realita sekarang sangat sulit untuk menemukan penuntut ilmu yang benar-benar menghormati ilmu, dan tak sedikit orang yang memiliki ilmu yang tidak menghormati ilmu yang mereka miliki. Kemudian mari sejenak kita lihat disekelilng kita keadaan para penuntut ilmu, apakah para penuntut ilmu yang seperti itu akan melahirkan orang-orang besar sekaliber imam syafii, imam malik, atau ibnu hajar, atau ibnu sina dan ulama-ulama besar lainnnya. Sungguh sangat sulit, Kecuali akan melahirkan kembali para koruptor, melahirkan kembali mafia hukum, melahirkan kembalii pengkhianat-pengkhianat ilmu lainnya, sungguh miris, tapi itulah yang terjadi.
Hasal Albanna pernah dipaksa gurunya untuk mengikuti ujian. Karena setiap ujian Imam Hasan Albanna tidak mau mengikutinya. Karena bilau takut nantinya niatnya akan berubah hanya untuk mendapatkan racun-racun yang dijelmakan berupa angka-angka. Ternyata orang-orang besar itu adalah orang-orang yang benar menghormati ilmu. Waktu duduk dibangku SMP saya pernah ditanya oleh ustadz yang mengajari saya pada saat itu, tentang tujuan saya sekolah tinggi-tinggi. Lalu dengan enteng saya mejawab untuk mengejar cita-cita menjadi orang sukses. Tapi beliau hanya menjawab singkat, “betulkan niatmu”.
Niat, itulah syarat yang pertama dari penuntut ilmu, sudah benarkah niat kita? Apakah kita sekolah hanya untuk mengejar cita-cita? Apakah kita sekolah hanya untuk menjadi orang sukses? Jika iya, marilah kembali kita murnikan niat itu. Setelah disuruh membetulkan niat kemudian saya menjadi semakin bingaung, apa salah dengan niat tersebut. Lalu saya datangi ustadz tersebut, lalu dia menjawab “luruskan niat hanya Allah swt, dan luruskan niat untuk mencari ilmu, bukan mencari cita-cita”. Begitu beratnya syarat menuntut ilmu, dari niat saja kita sudah jauh dari apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh ulama-ulama besar.
Menuntut ilmu juga tak sebatas hanya bersungguh-sungguh, tapi apapun yang menghubungkan kita dengan ilmu hendaknya kita hormati. Apalagi buku yang kita bawa,jangan pernah sekali-kali melemparkan buku tersebut ketanah atau kelantai, tapi letakkanlah secara baik-baik. Tapi coba kita lihat anak-anak sekarang, jika sudah pulang dari sekolah buku-buku langsung saja dihempaskan kelantai atau dilempar keatas kasur dan sebagainya, tapi lihatlah anak-anak yang sukses itu rata-rata mereka sangat menghormati ilmu, jika berjalan buku diletakkan di dada mereka, jika berhenti maka buku tersebut diletakkan pelan-pelan, sungguh sebenarnya itulah salah satu adab kita untuk menghormati ilmu. Dengan begitu ilmu juga tidak pernah segan untuk memberikan dirinya. Kata imam syafi’I, “ilmu takkan memberimu sebagiannya, melainkan kamu memberikan dirimu seluruhnya”.
Secara realita hal itu pasti akan terjadi dimana ilmu itu tak dihormati lagi, ilmu itu dijadikan barang komersil dan ilmu itu dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kesenangan dunia manusia. Hal itulah yang akan terjadi di akhir zaman ini. Jika hal itu telah terjadi maka saat itu pasti akan datang, perlahan-lahan namun pasti akan terjadi. Yaitu masa-masa dicabutnya ilmu, atau lebih tepatnya masa diangkatnya ilmu kembali ke langit. riwayat Anas bin Malik ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah diangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, banyak yang meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang dilakukan secara terang-terangan, (Shahih Muslim No.4824). itulah tanda dekatnya akhir zaman. Rasulullah saw juga bersabda : “hingga bila sudah tidak tersisa ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin dari orang-orang bodoh. ketika mereka ditanya mereka akan berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatklan”. Langkah konkrit terpenting yang bisa kita lakukan adalah menghormati ilmu semaksimal mungkin yang bisa kita lakukan sehingga kita tidak menajdi penyebab ilmu itu diangkat dan kita tidak menjadi saksi dan mejadai korban ketika ilmu itu diangkat. (AE)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H