Mohon tunggu...
Adam Krisna
Adam Krisna Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

seorang mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Maraknya Buzzer Pemilu Dilihat dari Perspektif Charles Tilly

2 Desember 2023   14:36 Diperbarui: 2 Desember 2023   14:57 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/09/14/konspirasisme-buzzer-politik-dan-pemilu-2024

Menjelang pemilu 2024, muncul fenomena yang semakin mencolok di dunia perpolitikan, yaitu kehadiran buzzer yang semakin merajalela. Buzzer-buzzer ini seakan menjadi figur penting bagi setiap calon calon peserta pemilu 2024 dalam lingkaran politik dengan menyuarakan opini mereka melalui identitas pribadi atau tersembunyi di media sosial. Namun, kehadiran mereka membawa dampak yang signifikan dan sekaligus menimbulkan tantangan dalam proses demokrasi. 

Mereka cenderung menjadi penggerak utama dalam menyebarkan informasi yang secara tegas mendukung kubu politik yang mereka anut. Sayangnya, praktik ini seringkali terjadi tanpa mempertimbangkan kebenaran atau keakuratan informasi yang disampaikan, sehingga memicu adanya potensi penyebaran informasi yang berpihak dan tidak terverifikasi secara akurat.

Sebagai seorang mahasiswa yang aktif dalam menggunakan platform media sosial seperti Twitter, TikTok, dan Instagram, saya sering melihat banyak berita terkait pemilu yang diumumkan atau dipengaruhi oleh para buzzer. Kehadiran mereka seringkali menjadi sorotan utama di ranah media sosial, terutama menjelang masa kampanye dan pemilihan saat ini. saya sendiri merasa resah dengan cara para buzzer menyebarkan informasi terkait pemilu. 

Banyak dari mereka cenderung menyebar informasi yang terkesan mendukung satu kubu politik tanpa mempertimbangkan validitas atau kebenaran informasi yang mereka bagikan. Hal ini seringkali menimbulkan kebingungan bagi pembaca seperti saya yang sebenarnya cukup awam dengan politik atau pengguna media sosial lainnya, yang paling saya sorot biasanya para buzzer seringkali mendukung kubu politik yang dibelannya secara massif bahkan hingga menyerang seseorang yang berbeda pandangan dengannya tanpa memiliki argument yang jelas dan sangat personal, hal ini tentu saja cukup berbahaya

Informasi yang tersebar dengan cepat di media sosial memiliki potensi besar untuk memengaruhi pandangan masyarakat terhadap calon atau isu-isu politik yang sedang berkembang. Kekhawatiran saya terletak pada fakta bahwa banyak dari informasi tersebut mungkin tidak diverifikasi secara menyeluruh, dan hal ini dapat merusak proses demokrasi yang seharusnya didasarkan pada akses informasi yang jujur dan obyektif. Saya berharap agar media sosial menjadi tempat di mana informasi yang disebarkan dapat diverifikasi secara lebih baik

Dalam konteks fenomena buzzer yang semakin merajalela di dunia politik menjelang pemilu 2024, teori repertoire tindakan kolektif dari Charles Tilly dapat memberikan sudut pandang yang menarik. Teori Repertoire oleh Charles Tilly adalah sebuah konsep dalam sosiologi politik yang menjelaskan serangkaian tindakan atau strategi kolektif yang digunakan oleh kelompok atau individu untuk mencapai tujuan politik mereka. Tilly mengemukakan bahwa aktor politik menggunakan serangkaian tindakan kolektif atau strategi untuk mencapai tujuan politik mereka.

Dalam hal ini para calon peserta dalam pemilu 2024 dapat dipahami sebagai aktor politik yang menggunakan repertoire aksi kolektif, di mana mereka menggunakan media sosial dengan menyewa atau membayar buzzer sebagai alat utama untuk menyebarkan informasi yang mendukung kubu politik mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep Tilly tentang bagaimana aktor politik menggunakan berbagai taktik untuk memperkuat posisi politik mereka. Namun, dalam hal ini, kekhawatiran muncul karena buzzer cenderung menyebarkan informasi tanpa memastikan kebenaran atau keakuratan informasi yang mereka sampaikan. Dengan kata lain, mereka mengadopsi tindakan kolektif untuk memengaruhi opini publik melalui media sosial, namun kurangnya pertimbangan terhadap kebenaran informasi menggarisbawahi kurangnya kontrol atas informasi yang disebarkan, sesuai dengan teori Tilly.

repertoire tindakan kolektif dengan menggunakan buzzer dapat dilihat sebagai bagian dari perubahan cara aksi politik dilakukan di era digital saat ini. Media sosial menjadi alat utama untuk menyebarkan pesan politik, tetapi dalam konteks ini, pentingnya kontrol terhadap informasi yang disampaikan menjadi krusial dalam mendukung proses politik yang transparan dan demokratis, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajukan oleh Charles Tilly

Saat melihat fenomena ini, saya merasa perlu untuk menegaskan pentingnya kita sebagai individu dalam menjalankan peran kritis dalam menyaring informasi. Dalam menghadapi situasi di mana buzzer politik semakin memengaruhi opini publik menjelang pemilu 2024, saya merasa memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi melakukan pengecekan dan evaluasi terhadap kebenaran informasi yang disajikan di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun