Berdasarkan sumber dari data yang dikeluarkan oleh UNICEF The State of the World's Children pada tahun 2021, 1 dari 5 responden anak yang berusia pada kisaran 15-24 tahun menyatakan sering mengalami depresi. Tentunya hal ini sangatlah mengkhawatirkan,  dikarenakan depresi dapat menyebabkan sebuah dampak, yakni rendahnya minat dalam berkegiatan.
    Tidak dapat dipungkiri, rentang usia 15-24 tahun merupakan rentang usia dimana manusia secara badan dan pikiran dalam tahap perkembangan dan dikatakan masihlah produktif. Pada rentang usia tersebut, biasanya manusia melakukan berbagai kegiatan rutinitas seperti sekolah, belajar hal baru hingga bekerja. Namun, dengan adanya depresi yang mengakibatkan minimnya minat dalam berkegiatan, tentu hal ini akan mengganggu segala rutinitas yang dilakukannya.
   Merujuk pada laman ugm.ac.id, definisi depresi jika kita berpatokan pada ilmu psikologi berarti gangguan suasana hati berupa kesedihan yang tidak seperti umum dan biasanya, serta memiliki jangka waktu yang sangat lama. Lebih lanjut, depresi juga dapat diartikan sebagai gangguan mood atau suasana hati seseorang yang terjatuh dalam kondisi kesedihan berkepanjangan yang mewarnai proses berpikir, perasaan serta perilaku seseorang. Seseorang yang depresi biasanya memperlihatkan perasaan tidak berdaya serta kehilangan harapan yang dibarengi dengan perasaan sedih, kehilangan minat dan keceriaan.
    Adapun penyebab dari depresi itu sangatlah banyak, namun dalam tulisan kali ini akan kita sebutkan beberapa saja, diantaranya;
    Pertama, adanya ketidakseimbangan zat kimia dalam otak yang menyebabkan kadar serotonin jadi semakin berkurang. Kadar serotonin itu sendiri merupakan senyawa yang bertanggungjawab di dalam mengatur emosi dan mood seseorang. Kadar serotonin yang tinggi mengindikasikan dengan perasaan bahagia, sedangkan kadar serotonin yang rendah biasanya dikaitkan dengan gejala depresi.
   Kedua, adanya perubahan keseimbangan hormon di dalam tubuh. Hal ini sebagaimana ketika wanita sedang mengalami menstruasi, kehamilan, melahirkan serta pasca kelahiran. Biasanya berubahnya hormon yang mengakibatkan depresi terjadi pada wanita, namun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada laki-laki seperti perubahan keseimbangan hormon yang disebabkan oleh penyakit tiroid.Â
   Ketiga, memiliki pengalaman traumatis di masa lalu. Pengalaman tarumatis di masa lalu juga merupakan salah satu faktor penyebab depresi. Pengalaman di masa lalu semacam pelecehan seksual, perceraian orangtua atau kematian orang tercinta dapat mengakibatkan trauma yang berkepanjangan serta memicu gejala depresi berat maupun ringan. Hal ini disebabkan ketika seseorang mengalami perasaan terpukul oleh berbagai keadaan yang tidak baik tersebut secara berlebih yang dalam hal ini tubuh serta pikirannya tidak mampu beradaptasi dengan tekanan tersebut, akan mengakibatkan resiko terkena depresi sangat tinggi.
      Keempat, selalu melihat kelebihan orang lain.  Seringkali banyak manusia memiliki keinginan untuk sama bahkan melebihi orang lain. Baik dari segi rupa wajah, kekayaan, nama sebuah keluarga hingga anak yang menjadi titipan Tuhan. Hal ini bukanlah sesuatu yang buruk, jika bertujuan untuk berlomba-lomba dalam menebar kebaikan. Seperti kita ingin melebihi orang lain dalam hal kekayaan agar mampu memberi sedekah lebih banyak dari mereka. Akan tetapi jika keingina itu berlandaskan rasa iri dan kedengkian, maka ini adalah ihwal yang banyak mengakibatkan depresi.
       Kelima dikarenakan overthinking. Overthinking mudahnya diartikan sebagai terlalu memikirkan berbagai hal secara berlebihan. Misal memikirkan akan keberlanjutan kehidupan di masa depan. Ketika manusia berpikir tentang apapun secara berlebihan, tentu hal ini dapat mengakibatkan manusia mengalami depresi. Kita ambil contoh dalam memikirkan hubungan dengan pasangan hidup. Ketika kita sedang tidak bersama pasangan hidup kita, dan disitu terlalu mengkhawatirkan apakah ia akan tetap setia dengan kita atau tidak, sedang apa dia sekarang dan segala hal berkaitan yang berlebihan, hal ini tentu akan menjadikan pikiran kita berpikiran ke-mana-mana hingga pada akhirnya dapat mengakibatkan depresi.
   Walhasil, itulah kiranya tulisan pendek ini saya buat. Untuk lebih luasnya, masih ada bagian selanjutnya. Salam hangat dari penulis. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H