Mohon tunggu...
ADAM Adam
ADAM Adam Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ah, saya hanya orang bodoh.\r\nCall me : 081380122204-081567953337

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selingkuh, Perilaku atau Kutukan?

6 Oktober 2013   15:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:55 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terus terang perselingkuhan sampai saat ini membuat saya bingung. Banyak kasus, perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang anak, ternyata juga pernah dilakukan oleh orangtuanya. Entah dilakukan oleh Ayah atau Ibunya. Sedikit pelaku perselingkuhan terjadi dan orangtuanya tidak melakukannya. Mungkin pengamatan saya ini salah, namun saya melihat kenyataan ini terjadi pada lingkungan sekeliling saya. Jika saya salah, berarti saya bukanlah seorang pengamat yang baik. Sesederhana itukah?. Hehehe...

Berselingkuh, berarti kita harus siap menerima konsekuensi hukum etika masyarakat kita. Hukum pidana boleh jadi terjadi, jika pasangan resmi salah satu pihak tidak berkenan diselingkuhi. Yang parah adalah hukum moral dari masyarakat jika ketahuan, mungkin yang masih punya pikiran normal akan malu luar biasa. Hukum agama malah tidak memberikan toleransi sama sekali bagi pelaku perselingkuhan, hukuman mati dengan dirajam, atau bagi pasangan selingkuh yang masih bujang akan diasingkan dari komunitasnya. Apapun budaya dan agama yang dianut, ternyata perselingkuhan mendapatkan porsi perhatian lebih. Berselingkuh dengan pasangan orang lain, ibarat masuk ke rumah orang dan mencuri harta pemiliknya. Walaupun secara kasat mata tidak ada secuilpun dari yang diselingkuhi berkurang, namun bagi pasangan yang diselingkuhi, ada hak pribadi yang dilanggar. Lebih parah lagi adalah tercabiknya harga diri yang tidak ternilai harganya. Sebegitu parahkah?.

Seorang teman wanita yang pernah berselingkuh mengatakan bahwa orangtuanya ternyata mengalami perceraian karena kedua orang tuanya mengalami perselingkuhan. Bapaknya menikah lagi dan ibunya juga berselingkuh. Untuk mengurai kembali kehidupan masa lalunya ternyata sulit, sesulit mengurai benang kusut dan terkena aspal. Ternyata teman saya mengalami kehidupan yang sulit sampai saat ini. Pernikahan pertama gagal, dan terpisah  karena dia tertarik dengan suami yang kedua, walaupun sedang mengandung anaknya. Suami kedua pun ternyata juga telah mempunyai istri dan tiga orang anak. Mereka menikah, dan dikarunia beberapa orang anak. Dalam perkawinan inipun, ketidakpuasan membuat teman saya mencoba berpaling kepada orang lain. Telah 20 tahun mereka menikah, dan telah beberapa kali teman saya berselingkuh dengan orang lain.

Seorang teman lain, seorang pria dengan bangganya menceritakan kalau Bapaknya seorang "don juan", bahkan sampai pada usia 70-an tahun hari ini. Beberapa kali sang Bapak menikah atau berganti pasangan tanpa pernikahan. Malukah sang anak?. Ternyata tidak, bahkan dengan bangganya dia menceritakan perilaku Bapaknya. Teman saya, mungkin dengan ringannya (sampai hari ini) akan melampiaskan syahwatnya bila ada kesempatan. Prinsipnya, istri tetap satu, namun selingkuhannya lebih dari seribu. Menurutnya ini dapat dibenarkan, karena hal ini akan memberikan kebanggaan bagi dirinya, sebagai seorang lelaki.

Bagaimana dengan saya sendiri?. Bapak saya mungkin lebih dari tujuh kali menikah, termasuk dengan ibu. Saudara saya ada yang di Jambi, Medan, Pemalang, Pekalongan, dll. Banggakah saya dengan situasi itu, saya jawab tidak. Yang membuat saya bangga adalah saya mempunyai banyak saudara diseluruh Indonesia. Ternyata perilaku Bapak diikuti oleh kakak saya. Entah karena apa kedua saudara saya laki-laki "pernah menikah" lebih dari lima kali. Saya sendiri kadang terlupa dengan nama-nama ipar saya, saking banyaknya. Dosa turunan inipun ternyata menular kepada anak-anak kedua kakak perempuan saya, yang rata-rata sangat menikmati berhubungan dengan selain pasangannya. Bapak-bapak keponakan saya juga ternyata "pemain" dalam urusan wanita. Nah, lho.

Saya sendiri sebenarnya mempunyai kecenderungan melakukan perselingkuhan, mungkin dalam pandangan saya hampir seluruh keluarga saya melakukan demikian. Banyak godaan untuk melakukan hal tersebut, walaupun sebenarnya saya cenderung pasif. Ingin saya melakukannya, minimal untuk menikmati sensasi lain dalam kehidupan. Namun  faktanya, ketika saya ingin melakukan, ada hal-hal kecil yang dapat membatalkan perselingkuhan yang akan saya lakukan. Jika ingin disebutkan satu persatu, mungkin ini adalah sesuatu yang absurd, namun kenyataannya saya masih mencintai keluarga saya. Bahkan ketika perasaan cinta saya kepada calon selingkuhan saya begitu besar. Normalkah saya?.

Satu catatan buat peselingkuh atau calon peselingkuh: JANGAN GUNAKAN PERASAAN KETIKA BERSELINGKUH, atau anda akan meneriman kenyataan kehancuran keluarga anda.

Salam selingkuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun