Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Syekh Mato Aie "Kiblatnya" Para Ulama Hebat Minangkabau

11 Maret 2020   15:44 Diperbarui: 11 Maret 2020   15:51 1988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Syekh Mato Aie di Sarang Gagak, Kabupaten Padang Pariaman. Dari ulama inilah lahirnya para ulama hebat di Minangkabau. foto: damanhuri

Syekh Mato Aie Pakandangan adalah "kiblat" para ulama-ulama besar dulunya. Tak sedikit ulama ternama yang mengembangkan pendidikan agama Islam lewat surau, pesantren dan madrasah di bumi Minangkabau ini pernah berguru dan singgah di Surau Mato Aie, tempat Syekh Mato Aie mengembangkan ilmu.

Nama aslinya Muhammad Aminullah bin Abdullah, lahir Senin 1789 M di Kampung Pandan, Kampung Panyalai, Nagari Lubuk Pandan dan wafat Senin September 1926 di Sarang Gagak, Nagari Pakandangan dalam usia 137 tahun. Gelar Syekh Mato Aie didapatkannya di Arab Saudi, setelah menemukan titik sumber minyak, yang sebelumnya tak pernah keluar minyak dari sumur yang ditemukan para ahli.

"Mato Aie itu artinya adalah mata air minyaknya orang Arab," kata Awaluddin Datuak Pamuncak Majolelo, cicitnya Syekh Mato Aie yang kini sebagai ahli waris penjaga peninggalan ulama besar tersebut.

Suatu ketika Raja Arab Saudi bermimpi tentang seorang ulama yang agak bungkuk dan ada tanda membengkat di keningnya, yang harus ditemuinya di sebuah pulau yang jauh. "Mimpi Raja Arab ini setelah adanya tim ahli menemukan banyaknya sumber minyak di Tanah Suci tersebut. Namun, setiap digali dengan alat, sumur itu tak mengeluarkan minyak," cerita Awaluddin.

Penasaran dengan mimpi tersebut barangkali, akhirnya Raja Arab mengutus utusannya untuk mencari ulama sesuai petunjuk dalam mimpinya. Lama utusan itu mencari, akhirnya bertemulah ulama terkait dan langsung dibawa ke Mekkah. Beliau dibawa langsung ke titik-titik ladang minyak. Atas pentujunjuk Syekh Mato Aie itulah akhirnya minyak dengan kuasa Tuhan keluar, yang pada akhirnya menjadi berkah tersendiri bagi dunia.

Makam Syekh Mato Aie ketika diambil fotonya dari arah timur. Gelar Syekh Mato Aie didapatkannya di Mekkah. foto: damanhuri
Makam Syekh Mato Aie ketika diambil fotonya dari arah timur. Gelar Syekh Mato Aie didapatkannya di Mekkah. foto: damanhuri
Dari sejarah penuturan dari yang tua-tua dulu yang didapatkan Awaluddin, Syekh Mato Aie ini merupakan murid generasi keempat oleh Syekh Burhanuddin Ulakan. Artinya, menjelang ulama pengembang Islam di Minangkabau itu wafat, Syekh Mato Aie sempat berguru ke Syekh Burhanuddin. 

Di antara muridnya yang pada akhirnya menjadi ulama besar yang pernah berguru ke Syekh Mato Aie, tersebutlah nama Syekh Abdurrahman Bintungan Tinggi, Syekh Ismail Kiambang, Syekh Muhammad Yatim atau Tuanku Ampalu, Syekh Ibrahim Musa Parabek, Syekh Labai Sati Malalo.

"Bahkan Syekh Nawawi Banten menurut riwayat pernah belajar dengan Syekh Mato Aie," ungkap Awaluddin. Cerita Syekh Nawawi Banten yang merupakan kakek KH. Ma'ruf Amin, Wapres RI ini langsung ada setiap tahun jemaah ziarah dari Banten yang datang ke Sarang Gagak, tepatnya ke makam Syekh Mato Aie.

Syekh Muhammad Yatim dikenal dengan Tuanku Ampalu, karena lama mengajar di Pesantren Kalampaian Ampalu Tinggi, Nagari Lareh Nan Panjang Selatan. Dari syekh ini juga banyak lahir para ulama mumpuni. Pesantren Ampalu Tinggi yang masjidnya pernah dibangun kembali TV One karena punah oleh gempa 2009 silam dikenal dengan lembaga pesantren yang paling tua di Kabupaten Padang Pariaman.

Syekh Labai Sati, pendiri dan pemilik Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Malalo, Kabupaten Tanah Datar adalah ulama besar yang juga banyak melahirkan ulama hebat. Salah satu murid langsung beliau adalah Syekh Ali Imran Hasan, pendiri dan pemilik Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan. "Syekh Ali Imran Hasan ini juga terbilang cicit oleh Syekh Mato Aie. Saat Syekh Mato Aie wafat, Syekh Ali Imran Hasan masih balita," sebut Awaluddin.

Sementara, Buya Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah atau yang lebih populer dengan Buya Lubuk Pandan, pendiri dan pemilik Pesantren Madrasatul 'Ulum termasuk ulama yang pernah berguru dan singgah di Surau Mato Aie bersama Syekh Mato Mato Aie. "Buya Lubuk Pandan terkenal dengan ulama yang alim, ahli fiqh dan mahir nahwu sharaf. Bersama Syekh Mato Aie ini beliau mendalami ilmu nahwu sharaf, yang sebelumnya juga dilakukan Syekh Ibrahim Musa Parabek," ulas Awaluddin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun