Kompasiana mengajak kita untuk mengomentari salah satu kondisi yang sedang dirisaukan oleh banyak orang muda di Indonesia. Selain masalah kepemilikan rumah yang semakin sulit mengingat harga tanah dan properti yang (menurut beberapa orang) tidak masuk akal kali ini kita dirisaukan dengan biaya kuliah yang semakin menjadi-jadi di kemudian hari.
Hal ini sebenarnya sudah bukan isu baru mengingat dulu pernah ada selentingan berita kabar burung di mana-mana tentang pemberlakuan student loan di Indonesia. Hal ini juga sejalan mengingat memang masalah utama dari mengenyam pendidikan tinggi adalah masalah biaya (menurut beberapa pihak).
Hanya saja saya jadi teringat dengan salah satu artikel yang sempat ramai pada tahun 2019. CEO Apple Tim Cook menyampaikan bahwa perusahaannya merekrut pegawai yang bisa bekerja dan menyelsaikan tugas bukan mereka yang memiliki gelar dan sebagainya. Hal ini sebenarnya sudah lama sekali terjadi di Indonesia. Menurut Mas Mentri Mendikbud Ristek 80% mahasiswa Indonesia tidak bekerja sesuai dengan jurusan kuliahnya (Nov 2021) Jumlah ini lebih banyak daripada yang disampaikan oleh menteri ketenagakerjaan di tahun 2017 yaitu sebesar 63%. Hal ini jelas semakin memperkuat kemungkinan dan menunjukan kenyataan bahwa semakin lama semakin banyak pekerjaan yang tidak memandang gelar. Mengingat perjuangan untuk kuliah di masa sekarang jelas berbeda dengan saat para pendiri bangsa berkuliah puluhan tahun yang lalu.
Gelar sekarang adalah barang dagangan buktinya tidak jarang kita melihat berita tentang ijazah palsu dari lembaga pendidikan yang tidak kredibel. hal ini juga yang membuat seharusnya orang-orang tidak perlu ragu dan takut apalagi bimbang melihat biaya perkuliahan yang setiap tahun selalu naik. Toh pada akhirnya mereka yang mencari pekerja lebih suka menemukan pekerja yang bisa mengerjakan pekerjaannya bukan menyombongkan diri atas lembar ijazah yang dimilikinya
Ke depan kita sudah melihat banyak sekolah, bimbel, atau kursus keahlian yang fokus pada pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan seperti pelatihan marketing dan sales, sekolah kepemimpinan dan sekolah startup, atau bimbel beragam bahasa. Semua lembaga-lembaga keahlian ini berfokus pada kemampuan yang sebenarnya dibutuhkan oleh dunia kerja. Belum lagi keahlian lain yang sifatnya lebih spesifik seperti keahlian barista dan fotografi.
Mengkhawatirkan tentang biaya kuliah seharusnya berhenti sampai generasi ini. ke depan kita harus mendorong agar setiap orang indonesia melakukan apa yang dia mau, mempelajari apa yang dia butuhkan, dan bekerja sesuai dengan keinginannya. bukannya mendengarkan paksaan dari generasi sebelumnya yang berharap perbaikan dalam kehidupannya dengan memiliki seorang anak yang punya pekerjaan tetap Toh youtuber, podcaster, komika, dan petani tetap tidak butuh ijazah.
Terakhir, Salah satu mentor kehidupan saya pernah mengatakan bahwa S1 adalah tempat kita mempelajari dan menemukan cara kita belajar. Mereka memang tidak secara langsung mengajarkannya tetapi kita didorong untuk mengenal diri lebih jauh dan mengeksplorasi kemungkinan. Sudah saatnya pendidikan wajib 12 tahun mendorong kita untuk mengenal dan memahami metode mana yang sejatinya cocok dengan gaya pembelajaran kita. toh setiap manusia adalah pembelajar dari lahir sampai ke liang lahat
Salam Pembelajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H