Menjelang sore, hujan mulai reda. Truk pengangkut bunga-bunga yang terhias warna-warni masih bergiliran parkir di koridor loading barang Balaikota. Ratusan warga masih terlihat mengantri; tuk sekedar salaman (kalau bisa selfie juga), ungkap curahan hati dan ucapan terima kasih, sampaikan semangat dan harapan, pada jagoannya yang tak lama lagi akan pergi.
Meskipun hanya akan sementara, ‘agenda’ baru para pengunjung yang tampak di teras kantor petahana; tak jauh beda dengan kendaraan yang mulai melambatkan lajunya, di sepanjang trotoar yang terhias warna-warni bunga –ungkapan cinta. Decak kagum tampak dari wajah-wajah yang melongok dari balik kaca jendela, terheran-heran oleh bunga papan yang berjajar di trotoar sepanjang jalan sekitar kantor gubernuran. Sore ini, kabarnya telah terdata tidak kurang dari 1.700 kiriman bunga.
Pesta demokrasi yang begitu meriah dengan dampak yang sulit diduga, disambut 78 persen partisipan ibukota, dinantikan hasilnya oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Tak menunggu pengumuman resmi KPU, Pendukung Nomer 2 terbaca ikhlas menerima hasil, meskipun baru dari reka hitungan cepat beberapa lembaga.Â
Pesan damai disampaikan lewat bunga. Icon klasik yang umum diidentikkan sebagai ungkapan cinta. Cara berkomunikasi secara tidak langsung sejak zaman Victoria.
Menghirup Lavender –Patutlah kita bersyukur, udara kampanye yang panas menyengat hingga ke ubun-ubun, kini berangsur teduh. Kata dan suara kasar yang sering kita baca dan dengar, mulai terhapus oleh angin perdamaian. Pihak yang ‘kalah’ bisa legowo, yang ‘menang’ pun mestinya tak jadi jumawa. Jika fair play adalah keniscayaan bagi perdamaian, maka pemain dan supporter pilkada harus bisa meniru sari patinya olahraga.Â
Menatap White Poppies –Dan kesedihan yang tak terus berlarut, harus dijawab dengan pembuktian harapan. Inilah semestinya kualitas kemanusiaan, menjaga damai dalam setiap pertarungan. Karena semesta tak akan diam melihat ketidakadilan. Dipeliharanya alam ciptaan dengan menjaga dan membela kebenaran.
Kesetiaan Apple Blossoms –Mungkin kesedihan akan mengucur berlebihan, sebagaimana sorak-sorai bisa terdengar bising bak orang kesurupan. Layaknya ‘bunga cinta’ yang sebagian orang akan melihatnya sebagai pemborosan, namun demikianlah hakekat sebuah rasa: sulit terbendung, tampak bodoh, dan terlalu berlebihan.
Mengasihi Violet –Jangan! Jangan nistakan itu! Karena rasa (emosi) adalah kepunyaan masing-masing orang, sebagai bukti dirinya ada –sebuah syukur atas Sang Pencipta. Belajar berapresiasi, adalah belajar menerima, bahwa kita sama-sama makhluk Tuhan, yang punya harapan dan rasa.
(hanya sebuah ungkapan rasa dari saya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H