Mohon tunggu...
AD. Agung
AD. Agung Mohon Tunggu... Penulis - Tukang ketik yang gemar menggambar

Anak hukum yang tidak suka konflik persidangan, makanya gak jadi pengacara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembusukan KPK dari Dalam

19 Desember 2015   15:33 Diperbarui: 19 Desember 2015   15:33 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam tadi (17/12/2015) setelah melalui mekanisme voting, Komisi III DPR RI menetapkan lima Pimpinan KPK terpilih periode 2015-2019. Melihat sejumlah catatan latar belakang yang kurang apik, publik menilai kelima orang tersebut bukanlah pilihan yang tepat.

Mereka adalah: Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan Agus Raharjo, Widyaiswara Madya Sespimti Polri Brigjen Polisi Basaria Pandjaitan, Hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Alexander Marwata, Staf ahli Kepala Badan Intelijen Negara Saut Situmorang, dan Akademisi Universitas Hasanuddin Laode Muhamad Syarif.  

Komisi III telah membentuk KPK dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka yang memiliki rekam jejak yang cukup panjang dalam pemberantasan korupsi seperti Johan Budi, justru tidak terpilih. 

Aroma kurang sedap atas sederet catatan pansel KPK muncul dari latar belakang para pimpinan tersebut, diantaranya: pertama, dugaan pencucian uang di perusahaan pribadi Saut Situmorang, kepemilikan barang mewah dan kedekatannya dengan beberapa pejabat publik; kedua, beberapa dissenting opinion (pendapat yang berbeda) dari Alexander Marwata saat putusan vonis pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika yang dinyatakan bersalah karena penggelapan pajak, pada kasus Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan suap Pilkada Lebak, Banten; ketiga, ketidakjujuran pelaporan kepemilikan seluruh harta kekayaan yang dilakukan oleh Agus Rahardjo; keempat, potensi konflik kepentingan dari Basaria Pandjaitan sebagai anggota Polri sekaligus pimpinan KPK; kelima, konsep penindakan KPK dengan cara yang “lembut” dari Laode M. Syarif.  

Tampaknya anggota DPR kita sedang trauma, karna tidak sedikit kawan-kawan mereka yang berhasil dijerat oleh jala KPK. Maka cara terbaik adalah mengganti para penjaga yang garang dengan ulat-ulat kecil nan lucu. Alih-alih menjerat para koruptor, pimpinan KPK terpilih justru dapat membuat busuk lembaga dan merusak dari dalam.

Pesimis, mungkin tidak. Namun ragu menatap langit kelabu, untuk bermimpi negeri ini bersih dari kabut korupsi. Harapan akan penguatan KPK berubah menjadi mimpi siang bolong. Kini kita memiliki pekerjaan rumah tambahan, tidak hanya mengawasi perilaku korup para aparatur negara dan pemerintah, melainkan juga bagaimana Pimpinan KPK bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun