Mohon tunggu...
Mas Acung
Mas Acung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pematangsiantar

Aku tak mau dikenali

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cinta sebagai Landasan Keberagamaan

17 Juli 2022   23:03 Diperbarui: 17 Juli 2022   23:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Indonesia merupakan negara dengan kebebasan beragama, sebagaiamana tertuang dalam pasal 29 ayat 2, UUD 1945.[i] Kebebasan beragama bukan berarti bebas untuk tidak beragama melainkan bebas untuk memilih satu dari keenam agama yang diakui di Indonesia. Keputusan untuk menganut salah satu agama, tentu dilatarbelakangi beberapa faktor yang bila ditinjau lebih lanjut berujung pada cinta. Cinta sebagai landasan beragama diharapkan mampu untuk menjawab persoalan hidup dan menemukan kebahagiaan sejati.

Setiap manusia tentunya pernah mengalami jatuh cinta. Rasa tertarik akan objek tertentu, membawa manusia kepada rasa penasaran dan rasa ingin tahu. Kedua rasa ini menjadi sebuah tahap awal untuk menghantar kepada jatuh cinta.[ii] Objek cinta manusia beraneka ragam. Akan tetapi menurut St. Agustinus, objek cinta yang pantas untuk dicintai ialah Tuhan, sebab segala ciptaan yang ada di dunia ini tidak seharusnya untuk dicintai secara utuh.[iii] 

Sebagai tanggapan atas cinta Allah yang terlebih dahulu mencintai manusia, maka manusia beragama. Dengan demikian landasan beragama ialah cinta. Agama dan cinta menjadi dua dimensi yang berkaitan dan tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Agama merupakan seperangkat bentuk dan tindakan simbolik penghubung manusia dengan kondisi akhir eksistensinya. Agama juga dapat dirumuskan sebagi sistem kepercayaan dan praktik tempat sekelompok manusia berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia.[iv]

Menurut Driyakara, ada dua motivasi beragama, yaitu untuk mencari jawaban atas persoalan hidup yang tak tertanggungkan dan untuk mencari kebahagiaan.[v] Beragama sebagai jawaban atas persoalan hidup terjadi karena manusia kerap mengahadapi persoalan hidup yang dirasa tidak mampu dihadapi sendiri, sehingga membutuhkan daya yang lebih besar darinya.[vi] Sedangkan beragama untuk mencari kebahagiaan terjadi karena manusia belum puas dengan semua yang telah dimilikinya. 

Keberagamaan ada sebagai jawaban atas persoalan hidup, dan sebagai jalan menemukan kebahagiaan. Manusia selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan dan juga selalu mencari jalan mengatasi persoalan tersebut demi menemukan kebahagiaan. 

Cinta sebagai landasan beragama barangkali akan menjadikan Indonesia lebih damai, sejalan dengan terminimalisirnya kekerasan. apapun yang didasari cinta, pasti hasilnya akan baik. Gambaran keberagamaan di Indonesia yang didasari cinta, dapat kita bayangkan sebagaimana keluarga yang hidup atas dasar cinta. Tidak ada kekerasan, tidak ada kebohongan, tidak ada penindasan dan tindakan diskriminatif, namun yang ada hanyalah kedamaian sebagai jalan kebahagiaan.

Catatan Kaki:

[i] Hwian Christianto, Delik Agama: Konsep, Batasan, dan Studi Kasus, (Malang: Media Nusa Creative, 2018), hlm. 17.

[ii] L.A.S. Gunawan, Cinta Buta Buat Gila, (Yogyakarta: Kanisius, 2020), hlm.1-3.

[iii] Hannah Arendt, Love and st. Agustine, (London: Universitas Chigago Press, 1996), hlm. 53-55.

[iv]Jonar Situmorang, Mengenal Agama-agama, (Yogyakarta: ANDI, 2017), hlm. 17.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun