Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap Pekalongan
Aksi Cepat Tanggap Pekalongan Mohon Tunggu... Editor - Lembaga Kemanusiaan

Aksi Cepat Tanggap (ACT) Cabang Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dek Niko, Relawan Cilik yang Berjualan Kerupuk Demi Membeli Rumah

28 Desember 2021   13:20 Diperbarui: 28 Desember 2021   14:17 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panas terik tak menghalangi aksi yang dilakukan para relawan dan tim ACT Pekalongan untuk berbagi kebaikan. Awal September lalu, tim ACT Pekalongan bersama para relawan membagikan ratusan makanan gratis di depan Masjid Walisongo Kota Pekalongan. Di antara para relawan yang hadir, ada seorang anak kecil yang membantu menyiapkan dan membagikan makanan tersebut.

Anak kecil berbaju merah itu bernama Niko. Dengan tangan mungilnya, ia dengan sigap menyiapkan dan membagikan puluhan makanan gratis kepada masyarakat yang terdampak pandemi. “Biar dapat banyak pahala,” ujarnya ketika ditanya mengapa ikut dalam kegiatan ini. Maya, penggiat komunitas Kampung Berbagi yang kala itu berkolaborasi dengan ACT Pekalongan pun menuturkan bahwa Niko kerap kali membantunya menyiapkan puluhan makanan gratis setiap hari di sana.

Selain kerap membantu sesama, Niko juga dikenal sebagai seorang pekerja keras. Meski baru menginjak bangku kelas 5 sekolah dasar, ia rela berjuang menjemput rizki dengan berjualan kerupuk. Selepas sekolah dan mengaji, Niko berkeliling menjajakan krupuknya dengan mengayuh sepeda hingga maghrib tiba.

Ada harapan besar yang diinginkan Niko dengan kerja kerasnya itu. “Biar bisa beli rumah sama punya pabrik kerupuk,” tuturnya saat ditanya alasannya berjualan. Susana, sang ibunda, menuturkan bahwa Niko pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri ketika keluarganya hampir diusir karena tak mampu membayar biaya sewa rumah.

Kejadian itu membuat Niko termotivasi untuk membeli rumah. Bahkan, ia memiliki kencleng sendiri untuk tabungannya membeli rumah. Selepas berjualan, ia menghitung keuntungannya dan memasukkannnya ke dalam kencleng tersebut.

Keluarga Niko sendiri harus membayar uang sebanyak 3 juta per tahunnya. Di rumah mungil tanpa kamar mandi itu, Niko tinggal bersama ibu dan ayahnya yang bekerja sebagai penjual galon dan juru kemudi. “Tidak ada yang memaksanya berjualan. Saya lebih senang Niko sekolah yang rajin,” ujar sang Ibunda.

Meski bekerja lebih keras dibandingkan dengan teman-temannya, namun semangat belajar Niko sangat besar. Ia duduk di barisan paling depan dan aktif menjawab pertanyaan guru di kelas. Orang tua dan guru-gurunya pun bangga padanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun