Mohon tunggu...
Tania Daniela
Tania Daniela Mohon Tunggu... Freelancer - a struggling first year student of law at universitas indonesia.

jangan terlalu serius, tapi tolong diambil hati.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perayaan Tahun Barunya Nasib Pekerja Rumah Tangga Indonesia

31 Desember 2019   21:02 Diperbarui: 31 Desember 2019   22:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil oleh Ines Krisantia.

Berakhirnya tahun 2019 ini selain dirayakan dengan kembang api dan festival di berbagai pusat kota, juga dapat menjadi perayaan ke-15 tahun mangkraknya pengesahan, atau lebih tepatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Well, RUU PPRT sendiri sudah beberapa kali disebut di ruang dewan. Pada tahun 2012, RUU PPRT dibahas bahkan DPR Komisi IX sampai terbang ke Argentina dan Afrika Selatan untuk studi banding terkait hal tersebut. Setelah studi banding selesai, tidak ada lagi bahasan mengenai kejelasan RUU PPRT sampai kembali dibahas pada pertengahan tahun 2013, yang berakhir mangkrak (lagi) hingga dioper ke legislatur periode 2015-2019. Dalam selang waktu 5 tahun tersebut, RUU PPRT hanya masuk ke antrean program legislasi nasional (prolegnas) yang prioritasnya dari nomor 4 terus bergeser dan bergeser hingga bergantinya kabinet yang menjabat 5 tahun ke depan. Setelah ratusan PRT menggelar aksi di Kementerian Ketenagakerjaan pada awal tahun 2018 dan ikut serta dalam aksi May Day untuk menuntut disahkannya RUU PPRT, baru-baru ini RUU PPRT disebut, dibahas, bahkan didesak pengesahannya dalam 7 Tuntutan Mahasiswa yang dibawa para massa aksi Reformasi Dikorupsi dalam menyuarakan penolakan pengesahan revisi UU KPK dan rencana pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Memang, mengapa RUU PPRT begitu penting untuk dibahas bahkan disahkan?


Kenyataan menunjukkan bahwa para PRT memang secara umum tidak dianggap sebagai pekerja yang memiliki pekerjaan formal. International Labour Organization (ILO) menyebutkan bahwa sedari awal para PRT enggan untuk memformalkan hubungan dengan majikannya karena biasanya berasal dari keluarga jauh atau daerah asal yang sama. Majikan mengganggap PRT adalah pembantu dalam urusan domestik yang biasanya memang dilakukan di rumah tangga, maka gaji yang diberikan dianggap sebagai 'uang saku' atas 'bantuan tenaga' dari PRT yang jelas tidak dianggap produktif secara ekonomi. Hasilnya, sering kali tidak ada perjanjian yang jelas mengenai hak dan kewajiban antar pihak, jam kerja, hari libur, gaji yang diterima PRT, dan jaminan perlindungan sosial apabila PRT sakit atau mengalami kecelakaan kerja. 

Karena belum dianggap sebagai pekerja formal, PRT rentan mendapatkan diskriminasi, kekerasan, hingga perbudakan. Dari mendapatkan gaji yang jauh dari Upah Minimum Regional hingga mendapatkan kekerasan seksual. Kekerasan seksual sering dialami oleh para perempuan bahkan anak perempuan yang merupakan mayoritas dari PRT, karena pekerjaan domestik yang dilakukan identik dengan konstruksi sosial yang diberikan kepada perempuan seperti mencuci dan mengasuh anak. 

"Carmi, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Cirebon yang sempat hilang kontak selama 31 tahun, menurut keterangan keluarga, Carmi tak pernah digaji selama bekerja di Arab Saudi."

"Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Lombok Barat NTB berinisial SW dianiaya majikan di Arab Saudi. Majikannya juga belum melunasi sisa gaji 12 bulan yang nilainya mencapai 12 ribu rial atau setara Rp 44,4 juta."

"Cuitan Ustaz Tengku Zul Dianggap Melecehkan Profesi PRT."

"Seorang pekerja rumah tangga bernama Yayan (35) tewas usai diserang anjing peliharaan majikannya pada Jumat (30/8/2019) lalu."

"TKW Indramayu nyaris diperkosa majikannya di Hong Kong, dipaksa bayar Rp30 Juta saat ingin pulang."

Headline-headline di atas adalah segelintir contoh dari kasus-kasus yang menimpa para PRT terutama yang bekerja di luar negeri. Ketika terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, kepercayaan yang menjadi dasar hubungan kerja antar PRT dengan majikan adalah hal yang tidak mungkin dapat diterima sebagai pengganti atau perlindungan. Untuk itu, dibutuhkannya perlindungan serta pengakuan atas pekerjaan PRT layaknya pekerja yang sudah diakui secara formal di sektor-sektor lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun