Â
Perkawinan pada dasarnya adalah sebagai symbol di mana mempersatukan dua insan sebagai syarat membentuk rumah tangga baru. Dalam pekawinan ada beberapa tahap yang harus di lewati sebelum peresmian baik oleh pihak agama maupupun Negara.belis adalah salah satu syarat yang paling penting dalam tahapan pekawinan, belis merupakan semacam seperangkat alat sholat dalam ajaran muslim. pada tradisi masyarakat local belis masih sangat di perhitungkan berdasarkan tingkatan taupun golongan. Belis sebagai ganti dari air susu ibu yang melahirkan, belis bisa di gantikan dengan berbagai macam alat bayar, tidak hanya di kabupaten yang berada di daratan timor NTT saja, istilah belis juga berlaku di daratan Flores, Sumba, Rote dan Indonesia bagian Timur pada umumnya.
Alat bayar berupa belis yang berlaku di kabupaten Sikka dan Flores Timur, belis yang berlaku adalah berupa gading gajah sesuai ukuran berdasarkan kelas atau golongan. Alat bayar berupa Morten dan kaebuk adalah istilah belis bagi orang Belu dan Malaka. Untuk daerah pesisir pantai dapat di istilahkan sebagai futu lia yang berupa penyerahan beberapa helai kain tenun perempuan dan lelaki kepada paman mempelai wanita. Pada umumnya hampir di setiap daerah memiliki tradisi belis namun berbeda dalam ungkapan akan tetapi mempunyai makna yang sama yaitu sebagai penghargaan terhadap air susu ibu dari mempelai wanita.
Istilah belis berlaku untuk semua masyrakat di NTT,belis dapat di uangkan ketika alat bayar yang di minta tidak dapat di penuhi oleh mempelai dari laki – laki atau pihak pria alat bayar yang di utarakan seperti Gading Gajah, Kuda, Morten , Heti ren (bahasa lokal) untuk menggantikan alat bayar yang berupa belis pihak mempelai pria sebelumnya memiliki wanita harus menyiapkan uang tunai di atas Rp 20 juta sebagai mana yang telah di sepakati oleh paman mempelai wanita. Apabila kesepakatan tidak terpenuhi maka setelah prosesi pernikahan makan sang lelaki tidak dapat membawa sang istri untuk keluar dari rumah orang tuanya,dan sang lelaki akan di ambil dan di masukan ke dalam rumah suku mempelai perempuan menjadi anggota suku mempelai perempuan.
Di jaman yang modern saat ini,hampir 50% alat pembayaran yang berupa benda kuna seperti yang tertera pada pembahasan di atas di sudah jarang di gunakan dan selalu di uangkan,bahkan untuk mereka yang berada di kota besar nominal uang yang di minta pun tidak seberat yang berlaku di daerah mereka sendiri. Perbedaanya saat meminang pada orang kota berbicara belis, maka paman dari pihak mempelai wanita akan menawarkan sesuai kemampuan yang terpenting adalah kedua mempelai atas dasar suka sama suka, tanpa di jodohkan ataupun unsur paksaan, sedangkan pada masyarakat yang masih kental tradisi dan budayanya maka syarat sebagai belis harus tetap di bayar apabila sudah di tentukan harus di bayar sesuai kebijakan paman mempelai wanita, contohny adalah di desa alas utara, kecamatan kobalima timur, kabupaten malaka rata – rata belis masyarakat local di wilayah ini adalah 7, apapun bentuknya, semua harus sesuai angka ganjil dan tidak boleh lebih dari 7 maupun kurang dari itu.
Dan pada perkembangan jaman modern hingga di tahun 2015 ini bagi orang local belis selalu di pertahankan karena telah menjadi tradisi dan adat- istiadat bagi mereka, sedangkan bagi orang kota belis di umpamakan sebagai proses perdagangan manusia, dan menurut pendapat dari sebagian besar masyrakat di kota yang sudah mengerti beranggapan bahwa belis boleh di berlakukan akan tetapi harus sesuai kemampuan ekonomi dan pendapatan keluarga dari pihak lelaki. Dalam arti belis dapat di bayar kapan saja, dan dapat pula di bayar cicil sesuai kemampuan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H