Namun, sejak beberapa tahun terakhir perdana menteri Australia dan Kerajaan Malaysia sudah tidak menerima masuknya pengungsi di negaranya yang kemudian menyebabkan penumpukan para pencari suaka di Indonesia yang statusnya belum jelas. Pasalnya arus masuk orang ke suatu negara tertentu akan bedampak pada aspek politik, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan suatu negara.
Sebagai negara yang berdaulat, pada dasarnya Indonesia berhak atas seluruh wilayah kedaulatannya untuk menolak para pencari suaka tersebut, terlebih jika dikaitkan dengan isu keimigrasian yakni imigran ilegal, dimana para pencari suaka tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan ataupun dokumen keimigrasian.Â
Hal ini sangat bertentangan dengan kebijakan selektif dalam Undang-undang Keimigrasian, yakni hanya orang-orang yang bermanfaat dan tidak mengganggu ketertiban umum yang dapat diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.Â
Maka dari pernyataan tersebut sangat jelas dari kacamata keimigrasian, para pencari suaka tersebut merupakan imigran ilegal. Hal ini juga dapat menjadi celah masuknya imigran ilegal dan terjadinya kejahatan transnasional terorganisir di Indonesia.
Meskipun demikian, Indonesia yang menjadi negara transit harus mengambil tindakan dalam menangani masalah ini, salah satunya ialah keterlibatan berbagai organisasi internasional seperti UNHCR dan IOM.Â
Isu penanganan pengungsi di Indonesia ini tentunya akan berdampak pada pemberitaan negatif di berbagai media, sehingga upaya dalam menangani pengungsi di Indonesia ini menjadi salah satu soft power dengan mengaitkan penghormatan niilai-nilai hak asasi manusia.Â
Prinsip Non-Refoulement yang dianggap sebagai norma yang berlaku umum ini atau ius cogens juga menjadi latar belakang bagi Indonesia untuk mengambil peran dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka ini.Â
Dengan terbitnya Perpres 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, secara tidak langsung menunjukkan sikap pemerintah Indonesia yang tidak mengenyampingkan HAM dan sebagai bentuk upaya dalam menjaga hubungan baik di dunia internasional.
Adapun langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia yakni dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) penanganan pengungsi dari luar negeri yang dikoordinir oleh Bidang V Keamanan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan. Satgas tersebut terdiri berbagai instansi terkait seperti Imigrasi, bakamla, TNI/POLRI, serta beberapa instansi terkait lainnya.Â
Saat ini para pengungsi dan pencari suaka ditempatkan di rumah komunitas yang juga sebagian besar berada di tengah pemukiman masyarakat. Pengawasan yang ketat oleh petugas dari berbagai instansi tentu harus dilaksanakan untuk menghindari ancaman dalam berbagai aspek yang disebutkan sebelumnya, kemudian sosialisasi juga perlu dilakukan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat akan keberadaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia untuk menghindari adanya sentimen-sentimen negatif dari masyarakat kita sendiri.
Terkait dengan keberadaan para pencari suaka di Aceh saat ini, pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah dalam menangani para pencari suaka tersebut.Â