Mohon tunggu...
Aryanda Prasetya
Aryanda Prasetya Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Blogger yang belum punya blog, mahasiswa pajak yang belum tahu ilmu pajak, dan orang beruntung yang merasa tidak beruntung. Intinya saya orang yang harus belajar banyak bersyukur :D

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kekuatan Sebuah Kata-kata

24 November 2013   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:44 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemaparan yang apik dilakukan oleh kompasianer Pekik Rochman dalam cerpennya yang berjudul "The Power of  Words" atas sebuah video yang diunggah di youtube pada 23 Februari 2010 lalu, yang videonya dapat dilihat di bawah ini. (Source: Kekuatan Sebuah Kata-kata)

Namun tidak hanya itu yang ingin saya kemukakan, saat ini saya ingin membuat catatan yang sebaliknya, bukan hanya kata-kata/perkataan positif saja yang memiliki kekuatan luar biasa, namun perkataan yang negatif yang kerap kali diucapkan pun akan memiliki daya pengaruh yang luar biasa pula, saya ingin menuangkannya dalam sebuah narasi fabel.

Alkisah di sebuah kerajaan katak diadakan perlombaan lompat (karena yang lomba katak jadinya lomba lompat bukan lomba lari :D) ke puncak suatu gunung. Seluruh atlet ternama lompat katak telah berkumpul di garis Start dan riuh rendah terdengar katak-katak yang menjadi penonton menyemangati para pelompat. Namun kata-kata yang paling santer terdengar adalah pernyataan bahwa “katak seperti kita ini mana bisa melompat sampai ke puncak gunung? Toh manusia aja harus bersusah payah untuk sampai ke puncak gunung itu kok…ribit” yang diucapkan dengan sinis oleh para penonton hingga akhirnya teriakan semangat tertutupi oleh suasana pesimis para katak.

1 … 2… 3 ribiiiitttt, pekik sang juri di garis Start yang menandakan semua peserta lompat harus mulai melompat mencapai puncak gunung. Ada yang melompat sangat tinggi ada juga yang melompat sangat jauh, bisik salah satu katak di garis Start yang masih memiliki rasa optimis tinggi kepada temannya “katak-katak pelompat ini kuat banget, masa sih mereka ga ada yang bisa sampe puncak?...ribit”, dibalas langsung oleh temannya “ga mungkin bisa lah, liat tuh puncaknya jauh banget dari sini, dari pertama lomba ini diadakan sampe sekarang juga belon ada tuh satu katak pun yang sampe puncak…ribit”

Barisan penonton terlihat berjajar di sepanjang lintasan lompat dari garis Start hingga garis Finish dan semuanya meneriakkan ke-pesimis-an mereka, “udah deh tak, kalian semua pasti ga ada yang bisa sampe puncak, sebelum lomba mulai juga udah ketauan, pasti ga ada yang bisa sampe finish…ribit”, lainnya menimpali, “iye tak, daripada kalian semua cedera dan kenapa-kenapa gara-gara terlalu maksain lompat terus…ribit”

Baru seperempat lintasan sudah lebih dari setengah peserta pelompat yang menyerah dan kehabisan tenaga, ada yang kakinya keram ada juga yang kehabisan napas, katak penonton pun mulai merasa perkataannya sungguh nyata “tuh kan tak, apa saya bilang, mendingan ga usah ikut lomba lompat tak ga bakal ada yang bisa sampe puncak deh dari dulu kan juga gitu, daripada sampe cedera gitu kan bahaya tak…ribit”. Para katak yang masih melihat katak-katak melompat pun mengucapkan rasa ibanya, “duh kasihan sekali katak-katak ini, sampe segitunya untuk sesuatu yang tidak mungkin, udah aja tak, nyerah aja, udah setengah lebih gugur tuh, kalian pun pasti akan gugur daripada cedera lebih parah lagi nanti tak…ribit”

Sudah setengah lintasan hanya tersisa 7 pelompat dari ratusan katak yang ikut berjuang sampai ke garis Finish, “sudah nyerah aja tak, kondisi kalian sudah tidak karuan seperti itu, pasti udah pada cedera otot dan bisa-bisa cedera permanen nanti kalau terlalu dipaksakan seperti itu…ribitttt”, pekik para katak penonton di sepanjang lintasan lompat, “dari dulu kan juga kita tahu tak, gak bakal pernah ada satu katak pun yang bakal bisa sampe garis Finish itu udah hukum alam tak ga usah dipaksakan…ribit”. Satu persatu katak pelompat berjatuhan hingga akhirnya tersisa satu katak yang masih terus melompat. Lompat…lompat… dan terus melompat, katak itu terus fokus menuju garis Finish, hingga rasa ingin tahu dan kagum para penonton mulai tumbuh, “wah hebat banget ni katak satu ini, apa rahasianya yah dia bisa sampe sejauh ini…ribit”.

Hingga akhirnya satu-satunya katak yang masih melompat itu pun menggapai dan memutuskan garis Finish yang berada di puncak gunung. Semua katak yang ada di sekitar garis Finish berdecak kagum dan para katak wartawan pun berkerubung mengerumuni katak pelompat yang merupakan pemenang satu-satunya itu. “Apa kiranya rahasia anda hingga sampai ke garis Finish? Padahal selama ini ga pernah ada satu ekor katak pun yang bisa menyelesaikan perlombaan ini…ribit”

……….

Sang katak pemenang hanya diam saja sambil terus menikmati kemenangan dan kelelahannya. Para wartawan pun mengulangi pertanyaan yang sama ke pemenang untuk yang kedua kalinya dan katak pemenang tersebut kelihatan kebingungan dan tidak mengerti dengan apa yang diucapkan wartawan. Akhirnya diketahui bahwa katak pelompat yang menjadi pemenang tersebut adalah seekor katak yang tuli, ya seekor katak yang tuli.

Dan keesokan harinya tertulis di Headline sebuah berita harian lokal kerajaan katak. “Dalam kebisuan sang katak menulis di atas kertas, sebuah jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan wartawan kemarin, ’saya tidak memiliki trik atau rahasia apapun, saya hanyalah katak biasa dengan porsi latihan sama seperti katak pelompat lainnya, pada sepanjang pertandingan saya hanya melompat dan melompat terus dengan fokus sambil berkata dalam hati berulang-ulang, saya pasti bisa, saya harus bisa’.”

Seperti yang kita tangkap dalam fabel di atas, kekuatan kata-kata negatif sungguh begitu kuatnya, sehingga hanya katak yang tidak mendengar perkataan para penonton saja yang berhasil sampai ke puncak. Dengan kalimat positif dan determinasi yang tinggi sang katak tersebut bisa meraih sesuatu yang dianggap tidak mungkin oleh sesamanya.

Jangan pernah mengeluarkan kata-kata:

Jangan malas belajar yah, nanti bisa ga naik kelas lho!

Lebih baik:

Ayo kita belajar yang rajin, agar kita sama-sama sukses nanti.

Jangan pernah mengeluarkan kata-kata:

Hentikan perang, dunia ini sudah hancur karena ulah pihak-pihak yang suka bertikai.

Lebih baik:

Mari kita berdamai, dunia akan lebih nyaman dan indah ketika kita semua berangkulan, saling melindungi dan menghargai perbedaan.

Jangan pernah mengeluarkan kata-kata:

Jangan pernah mengeluarkan kata-kata tidak baik.

Tetapi hendaknya kita mengucapkan kata-kata positif.

Marilah kita mulai belajar untuk berusaha mengeluarkan kata-kata bernada positif dalam setiap kondisi.

Kurangilah kata-kata berkonotasi negatif dan perbanyaklah kata-kata serta hal positif dengan demikian kita akan menarik banyak hal positif kembali kepada kita. Karena kata-kata negatif dan positif sama kuatnya, tinggal seberapa sering kata-kata positif/negatif yang kita ucapkan.

Maaf kalau artikelnya terlalu panjang XD. Just sharing my thought.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun