Mohon tunggu...
Acim
Acim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyalahgunaan Wewenang dalam Proses Legislasi di Indonesia (Studi Kasus Omnibus Law dan Penyimpangan Dana APBN dalam Proses Legislasi)

22 Desember 2022   03:45 Diperbarui: 22 Desember 2022   03:55 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dasarnya lembaga legislatif merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk merancang undang-undang. Namun sebenarnya lembaga tersebut memiliki tiga fungsi dalam pelaksanannnya. Pertama, fungsi legislasi atau merancang undang-undang termasuk pengajuan dan pengesahan. Kedua, fungsi kontrol atau pengawasan mulai dari penyelidikan hingga memintan pertanggungjawaban terhadap pihak terkait. Ketiga, fungsi budgeting yang berhubungan dengan masalah anggaran seperti pengajuan RAPBN.

Dalam proses pembuatan undang-undang tentunya tidak akan selalu berjalan mulus, sesuai dengan apa yang dibutuhkan rakyat atau aspirasi. Munculnya penyalahgunaan wewenang dalam proses legislagi seakan-akan sudah menjadi hal yang biasa atau menjadi rahasia umum, adanya kepentingan-kepentingan individu atau kelompok menjadi faktor yang kuat dalam penyalahgunaan wewenang ini. Secara administrasi penyalahguanaan kewenangan merupakan tindakan yang bertentangan atau menguntungkan salah satu pihak, dalam perspektif hukum administrasi penyalahgunaan wewenang merupakan parameter yang membatasi gerak kewenangan dari para aparatur negara (Manao, 2018).

Disisi lain, ada faktor yang mendukung adanya potensi penyalahgunaan wewenang ini, seperti dramaturgy politik yang berujung pencitraan semata. Dimana ketika rakyat misalnya menyampaikan aspirasinya mengenai hak-hak mereka sebagai seorang buruh, para legislator ini mengiyakan dan menanggapinya secara serius namun dalam prosesnya terbilang lama bahkan tidak sesuai dengan keinginan para buruh, dimana buruh yang harusnya menjadi prioritas utama tapi ternyata malah pihak perusahaan atau kapital yang mendapatkan untung

 Dalam beberapa studi kasus kita dapat melihat adanya pihak-pihak tertentu yang diuntungkan, seperti yang terjadi pada 2020 lalu dimana pada saat itu masyarakat terutama buruh menolak dengan tegas adanya undang-undang cipta kerja (Omnibus Law) banyak menimbulkan pertentangan karena dianggap merugikan kaum buruh atau dan menguntungkan para investor (Arham, A., & Saleh, 2019). Meskipun akhirnya hal tersebut kemudian dibantah dan dianggap hoaks oleh pemerintah, karena pemerintah menggangap bahwa Omnibus Law ini merupakan solusi dari permasalahan tumpang tindihnya beberapa aturan di Indonesia namun masyarakat sudah terlanjur tidak percaya dengan DPR saat itu.

Faktor lain yang juga menyebabkan adanya penyalahgunaan wewenang ini adalah rekrutmen parpol yang tidak berkualitas. Kita bisa melihat pada pileg beberapa tahun kebelang dimana mereka yang bukan seorang intelektual politik atau aktor yang berpengalaman malah dijadikan kandidat hanya karena mereka memiliki citra dan popularitas, kebanyakan dari mereka adalah artis atau selebriti yang kemungkinan besar tidak memahami tugas dan wewenangnya sendiri ketika menjabat. Seorang legislator haruslah mereka yang paham akan tugasnya, mereka mempelajari nya terlebih dulu dan bukan terpilih baru belajar.

Dalam kasus lain yang berkenaan dengan penyalahgunaan kewenangan oleh lembaga legislasi adalah penyimpangan dana APBN. Penyimpangan dana APBN ini bukan hal baru, kasus ini banyak terjadi disejumlah daerah bahkan pusat yang menjadi indikator kuat adanya kecenderungan penyimpangan dalam proses legislasi (Hermawan, 2004). Dalam sebuah studi kasus yang terjadi di Jawa Tengah, terjadi sebuah penyalahgunaan wewenang, dimana dana untuk kepentingan pejabat lebih besar daripada untuk kepentingan masyarakat umum. Dalam RAPBN tersebut tercantum pembuatan papan nama wali kota saja mencapai 200 juta, tempat tidur 33 juta, dan lemari pakaian 35 juga, sementara dana untuk orang berkebutuhan khusus dan terlantar dianggarkan sebesar 100 juta saja. Hal ini menunjukan undang-undang atau kebijakan yang mengatur mengenai perancangan uu dan penyalahgunaan wewenang tidak mampu menekan terjadinya korup dan penyalahgunaan wewenang itu sendiri dalam proses legislasi.

Referensi

Arham, A., & Saleh, A. (2019). Omnibus Law dalam Perspektif Hukum Indonesia. PETITUM, 7(2), 72--81.

Hermawan, D. (2004). Legislasi Etik: Sebuah Alternatif Solusi bagi Legitimasi Baru Legislatif. Jurnal Administrasi Publik, 3(1), 55--71.

Manao, D. F. (2018). Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang oleh Aparatur Pemerintah dari Segi Hukum Administrasi Dihubungkan dengan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Wawasan Yuridika, 2(1), 1--22.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun