Mohon tunggu...
Acik Mdy
Acik Mdy Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Love flower, love gardening. Love what you grow, and what you love will grow.\r\n\r\nhttp://acikmdy-garden.blogspot.com\r\nhttp://acikmdy-recipe.blogspot.com\r\nhttp://acikmdy-journey.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gaji 1 Juta atau 10 Juta Sama Saja, Yang Penting Pengaturannya

4 November 2012   08:47 Diperbarui: 7 September 2017   12:27 20329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demo buruh DKI Jakarta sepertinya berbuah manis. Karena, seperti dalam pemberitaan, dan seperti video dalam youtube yang  saya saksikan, saat demo buruh tanggal 3 Oktober 2012, langsung direspon oleh wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau yang akrab dipanggil Ahok. Dan saat itu juga langsung diadakan pertemuan antara perwakilan buruh dengan wakil gubernur DKI Jakarta tersebut. Anda para buruh DKI Jakarta, harus bersyukur sekali karena sepertinya pemimpin kalian yang baru berpihak pada anda-anda semua.

Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa hal-hal yang dituntut oleh para buruh DKI Jakarta, adalah masalah penghapusan tenaga alih daya ( outsouching) dan kenaikkan upah. Sepertinya ini bukan rahasia umum lagi, semua buruh tiap tahun selalu menuntut dengan berdemontrasi menuntut dua hal itu, selain mungkin tuntutan yang lain, seperti jaminan kesehatan. Seperti pada tulisan saya  sebelumnya dengan judul, Buruh Jangan Hanya Menuntut dan Berunjuk Rasa. Dalam tulisan saya tersebut sebenarnya saya ingin menyampaikan, bahwasannya kita harus berusaha dengan kaki tangan sendiri. Karena kita harus sadar bahwa, kita ini terlahir sebagai warga Negara Indonesia. Oleh karena itu kita tak perlu menggantungkan atau terlalu berharap besar terhadap pemerintah. Dan kita mesti tahu, bahwasanya hidup ini memang keras, dan oleh karenanya kita harus berusaha untuk lebih keras lagi dalam berusaha. Seperti yang saya sebutkan beberapa contoh orang dalam tulisan tentang buruh sebelumnya, ada yang memang berusaha dengan meningkatkan kualitas diri agar dapat kenaikkan upah dan posisi kerja yang bagus, dan ada juga yang Karena terjebak dalam kehidupan kelas tinggi sehingga menuntut perusahaan menaikkan gaji. Padahal sebenarnya dengan gajinya yang sekarang sudah mampu mencukupi kebutuhan hidup layak.

Tahun 2011, UMP DKI Jakarta sebesar  Rp 1.290.000; tahun 2012 naik menjadi  RP 1. 529.150; dan tuntutan buruh yang demo dibalai kota tanggal 3 Oktober itu menuntut  kenaikkan gaji/ upah hampir mencapai 3 juta perbulan, tepatnya Rp 2.799.000;. Dan Dewan Pengupahan DKI Jakarta resmi menetapkan Kebutuhan Hidup Layak sebesar Rp 1.978.789 perbulan. Dan KHL ini yang akan dijadikan gubernur DKI Jakarta dalam menentukan kenaikkan upah buruh ditahun 2013. Tentu saja, jika memang gubernur DKI Jakarta mengacu pada KHL tersebut, kenaikkan ini jelas jauh dari tuntutan para buruh. Dan tiap tahun para buruh pastinya akan melakukan demo, dan demo kembali.

Tetapi yang saya soroti disini, sama seperti tulisan saya sebelumnya, yang berjudul Buruh Jangan Hanya Menuntut dan Berunjuk Rasa. Apa yang selalu saya soroti? Sama seperti sebelum-sebelumnya, yaitu sudahkan para buruh intropeksi pada dirinya sendiri, apakah benar gaji yang didapat tiap bulan itu habis untuk membiayai kebutuhan pokok sehari-hari, ataukah habis karena memenuhi kebutuhan gaya hidup. Selain masalah itu saya juga menyoroti, apakah buruh sudah intropeksi pada dirinya sendiri, sebesar apa skill dan keterampilan yang dimiliki, serta sebesar apa pengorbananya pada suatu pekerjaan, hingga dinilai buruh itu pantas mendapatkan gaji tinggi. Terkadang, bila saya cermati, para buruh itu selalu menuntut dan mengeluh tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas diri. Benar atau tidak, silahkan para buruh, bertanya pada diri sendiri.

Untuk masalah penghapusan tenaga alih daya, ya seperti dalam tulisan saya sebelumnya, yang penting itu sebagai pekerja agar bisa bertahan dalam dunia kerja dan bisa bertahan dari para pesaing-pesaing, sebagai tenaga kerja kita sendiri harus selalu meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kualitas diri, agar kita bisa dipandang lebih oleh perusahaan. Sehingga kita layak untuk diangkat menjadi karyawan tetap misalnya, atau kalaupun perusahan tidak bisa menghargai kemampuan ya kita harus loncat keperusahaan yang lain yang lebih menghargai kemampuan kita, skill kita.

Kembali kemasalah pengupahan. Kalau saya boleh katakan besar, kecil gaji perbulan bisa dikatakan cukup atau tidak untuk memenuhi kebutuhan hidup, tergantung dari pengaturan keuangan rumahtangganya. Boleh percaya atau tidak, mau gaji 1juta ataupun mau gaji 10 juta sekalipun kalau tidak bisa dengan cermat mengatur keuangan tiap bulan takkan bisa cukup bahkan malah kurang. Tetapi, bila bisa mengatur keuangan dengan cermat, mau gaji 1jutapun tidak masalah.

Mari kita lihat beberapa kasus yang saya temui. Ketika masih tinggal di Jakarta antara akhir tahun 2009 sampai awal tahun 2011, saya punya tetangga yang beragam, mulai dari yang pemboros sampai tetangga yang benar-benar berhemat. Ambil satu contoh, mbak Sri (bukan nama sebenarnya), hidup di Jakarta bersama suaminya, KTP sudah ber KTP DKI Jakarta. Punya satu anak  yang sudah menginjak kelas empat SD (sekolah dasar). Mau tahu pekerjaan mbak Sri dan suami? Mbak Sri, lulusan SMA, kerja sebagai tukang cuci yang digaji bulanan disebuah usaha kost-kost-an, sedangkan suami kerja serabutan dengan gaji tidak tetap. Tahun 2009 gaji mbak Sri Rp 800.000an, tahun 2011 gajinya baru naik sebesar Rp 900.000;. Sedangkan sang suami kurang lebih sama segitu pendapatannya. Waktu itu, penghasilan mereka berdua jika digabung ya lebih besar dari UMP DKI Jakarta, tempatnya tinggal. Yang saya salut, mereka tidak pernah mengeluh tentang gajinya yang dibawah UMP, mereka juga tidak pernah mau pusing-pusing untuk memilih bekerja diperusahaan atau dipabrik-pabrik dengan system outsourcing (tenaga alih daya) yang selalu diributkan itu. Mereka mencari nafkah dengan caranya sendiri. Yang saya salut lagi, mereka masih bisnis kecil-kecilan yang lain lagi agar bisa menabung. Mbak Sri menjual beragam minuman dingin, dan juga menjual air galon. Memang ini tidaklah menghasilkan keuntungan yang banyak tetapi lumayan untuk menambah pundi-pundi keuangan. Tidak berhenti sampai disitu, Mbak Sri juga menjadi perantara antara jasa laundry dengan para pemakai jasa laundry, dengan upahan tergantung dari pemakai jasa laundry  yang memberi  fee atas jasanya mengantarkan pakaian-pakain kotor  ketempat jasa laundry, dan mengantarkannya kembali bila pakaian tersebut telah selesai dilaundry. Itulah mbak Sri dan suami yang selalu bersyukur dengan apa yang didapatkan.

Bagaimana cara mbak Sri mengatur keuangan agar pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga, juga agar mampu membiayai sekolah anaknya? Anaknya tinggal bersama sang ibunda mbak Sri didaerah Jawa Timur. Sekalipun mbak Sri ber KTP DKI Jakarta, tetapi anaknya tidak tinggal di Jakarta. Tiap bulan pendapatan mbak Sri itu yang digabung dengan sang suami harus dibagi dua dengan anaknya yang tinggal dengan ibunda mbak Sri. Sementara  itu, mbak Sri dalam kehidupan sehari-hari harus ketat dalam mengatur keuangannya. Masak sendiri itu yang paling hemat ketimbang beli makanan jadi. Tiap hari, kepasar tradisonal membeli sayur mayur, serta lauk pauk. Lauk pauk yang dibelipun tidak berlebihan, tempe tahu , sesekali ikan atau dagingn ayam. Di Jakarta itu memang semuanya serba mahal, seperti jasa laundry, jasa salon, jasa penjual makanan, dll. Tetapi yang paling bisa dihemat adalah makan, masak sendiri dirumah. Karena yang saya tahu, beragam sayuran dipasar tradisional itu murah. Misalnya saja, bila membeli sayur lodeh mentah dipasar dengan harga Rp 3.000; itu kalau dimasak sudah bisa jadi sayur untuk satu keluarga. Tetapi kalau membeli sayur lodeh diwarung makan, dengan harga Rp 3.000; hanya dapat satu mangkuk kecil.

Kemudian yang terpenting lagi, mbak Sri mengatur pengeluaran pulsa telpon. Yang saya tahu, mbak Sri baru akan mengisi pulsa telponnnya ketika baru gajian diawal bulan, itupun untuk menelpon anaknya yang tinggal dengan ibundanya di Jawa Timur. Handphone yang dipakaipun hanya satu handphone, dan bukan handphone yang berlebihan. Sedang barang-barang lain yang dimiliki dan berharga yaitu sebuah kulkas, itupun Karena untuk usahanya menjual minuman dingin. Selebihnya tidak ada, kecuali satu sepeda motor, untuk suaminya kerja, dan untuk mengangkut galon-galon ketika ada pesanan atau stok jika ada pembeli.

Untuk keperluan refresing, mbak Sri juga butuh yang namanya jalan-jalan. Tetapi yang paling murah adalah berwisata ke tugu Monas. Dan juga berkunjung ke mall, sebulan sekali, itupun hanya jalan-jalan saja. Karena untuk kebutuhan membeli pakaian, bila memang akan membeli pakaian, mbak Sri memilih untuk pergi ke tanah abang. Karena dirasa harganya jelas jauh lebih murah dan terjangkau untuk kantong mbak Sri. Untuk beli pakaianpun jarang, yang seringnya kalau menjelang lebaran, saat itu baru benar-benar terlihat membeli pakaian baru.

Ya itulah mbak Sri, tetap selalu bersyukur. Dengan pendapatnya yang terbilang kurang dari UMP, terus juga status kerja juga tidak jelas, dengar-dengar si karyawan, tapi saya tidak tahu pasti, tanpa jaminan kesehan dll, nyatannya mbak Sri mampu bertahan hidup di ibukota yang katanya, tingkat kehidupannya tinggi. Siapa yang percaya, tetapi dalam kenyataanya, di daerahnya sana mbak Sri juga punya ternak sapi, punya ladang, yang bisa ditanami kacang panjang, jagung, dll. Tujuannya, agar kelak dengan kerja kerasnya dan tabungan yang sedikit-sedikit dikumpulkan, bisa menyekolahkan anaknya, dan juga bisa menaikkan taraf hidupnya. Itu semua dilakukan tanpa ikut-ikut demo tanpa menuntut pemerintahnya. Yang dilakukannya, yang penting bekerja dan bekerja.

Itu gambaran dari kehidupan sederhana mbak Sri yang penuh perjuangan, tanpa menuntut siapa-siapa dan tanpa menyalahkan siapa-siapa. Ada satu lagi contoh, ini juga salah satu teteangga di Jakarta dulu. Sebut saja namanya, Mbak Erna (bukan nama sebenarnya). Mbak erna ini dan suaminya sama-sama bekerja sebagai karyawan. Kalau dilihat dari gaji, gajinya tiap bulan pasangan suami istri itu bila digabung, maka sudah diatas dari 5 juta perbulan. Gaji mbak Erna ditahun yang sama, sudah sebesar Rp 3.500.000; sedangkan sang suami gajinya lebih besar dari mbak Erna. Kalau ditotal sudah 7juta lebih pendapatan keluarga itu dalam satu bulan, dan bisa lebih bila ditambah bonus dll. Ya..karena dua-duanya seorang sarjana dengan pekerjaan sebagai finance.

Mbak Erna, sama seperti mbak Sri kala itu. Baru mempunyai anak satu. Tetapi anak mbak Erna sudah kelas 6 SD dan akan masuk SMP. Dan anak mbak Erna juga sama seperti anak mbak Sri, ditinggal dikampung halamannya, bersama orangtuanya. Dan kalau dilihat sepintas, tentu dengan pendapatan yang jauh diatas UMP DKI Jakarta tahun 2010, 2011, tentu sudah dapat dipastikan kehidupannya makmur terjamin segalanya. Tetapi, keadaan itu justru sebaliknya. Berbanding terbalik dengan mbak Sri dalam hal tabung-menabung.

Dalam kesehariannya, mbak Erna ini selalu makan diluar, dan untuk masalah makan diluar, makan diluar inipun tidak mau disembarang tempat, artinya harus tempat yang berkelas, di restoran-restoran. Selain senang makan ditempat-tempat berkelas, mbak Erna juga suka berbelanja pakaian, sepatu, dengan merk-merk ternama juga. Belanjanya ini tidak kenal waktu, bisa tiap minggu. Mbak Erna juga, suka berbelanja alat-alat elektronik, ya..segala macam elektronik dia punya dan lengkap. Yang parahnya lagi, berbelanja elektronik ini tidak dibarengi dengan kebutuhannya. Artinya barang yang dibeli itu hanya menganggur tak pernah dipakai. Yang paling parah lagi, segala kebutuhannya, mulai dari untuk makan harian, untuk belanja kebutuhan harian, belanja ini dan itu, semua dilakukan dengan kartu kredit. Maka tak heran, bila mbak Erna dan suami masing-masing bisa punya kartu kredit lebih dari dua.

Bagaimana dengan sekolah anaknya didaerah sana. Ya.. tiap bulan dikirim uang secukupnya untuk hidup dikampung dan untuk biaya sekolah. Artinya anaknya yang sekolah dikampung terabaikan. Pernah suatu ketika sang anak minta disekolahkan di tempat sekolah yang terbilang favorit, dengan biaya perbulan Rp 700.000; tetapi, mbak Erna ternyata tidak sanggup untuk membayar sekolah sebesar Rp 700.000; perbulan itu, dan menolak permintaan anaknya tersebut. Padahal kalau dilihat dari pendapatan per bulan yang mencapai 7juta lebih, harusnya bukan jadi masalah dengan pembayaran sekolah itu. Dan yang terjadi selanjutnya adalah….tidak pernah punya tabungan tiap bulan. Gajinya tiap bulan habis, untuk membayar cicilan kartu kredit. Dan sangat disesalnya, belum memiliki rumah pribadi.

Untuk masalah telpon-menelponpun berbeda jauh dari mbak Sri. Kalau mbak Sri mengisi pulsa sebulan sekali untuk menelpon anaknya, nah kalau mbak Erna bisa mengisi pulsa berkali-kali dalam sebulan. Karena setiap hari bisa berjam-jam jika menelpon orangtua dan saudara-saudaranya dikampung. Belum lagi ditambah beban karena yang diisi pulsa itu tidak hanya cukup satu handphone. Handphone masing-masing dua, mbak Erna dua, suaminya juga punya dua, dan mungkin akan bertambah lagi. Handphonenya, bukan sembarang handphone, ya yang harganya hampir sama dengan gaji perbulan mereka berdua jika digabungkan.

Berbeda dengan mbak Sri, yang kalau refresing cukup ke tugu Monas saja yang murah meriah dan ramai tempatnya. Kalau mbak Erna, dengan kartu kreditnya, memilih untuk berliburan keluar daerah, seperti Bali. Ditambah lagi  kalau akhir pekan, berlibur kepuncak, menginap dihotel-hotel. Ya…inilah gaya hidup yang berbeda. Dari dua orang tetangga saya di Jakarta. Dan perlu untuk diketahui, dengan pengahasilan yang terbilang sudah memenuhi UMP DKI Jakarta, serta mempunyai jaminan kesehatan dll, tapi ternyata mbak Erna juga selalu menuntut kenaikkan gaji pada perusahaannya. Sampai mogok kerja juga pernah, maksudnya tidak masuk kerja. Gaji kurang katanya…ya gimana tidak kurang pengaturannya yang salah.

Dari dua kasus diatas, tentu dapat diambil sebuah kesimpulan (dari pengamatan diri pribadi), bahwa besar kecil pendapatan, yang terpenting itu adalah bagaimana cara pengaturan keuangan rumahtangga itu. Mau seberapapun juga besaran gaji, entah masuk UMP atau tidak, kuncinya ada pada diri kita sendiri. Mau bergaji 10 juta perbulanpun kalau tidak bisa mengatur keuangan dengan benar, jatuhnya juga sama diakhir bulan tidak punya tabungan, dan malah kekurangan. Tetapi bila, kita bisa mengatur keuangan, mau punya pendapatan 1 jutapun perbulan, itu cukup-cukup saja, kalau kurang ya cari sampingan ini itu seperti mbak Sri. Sesuatu hal yang enak itu, tidak mudah untuk mendapatnya. Yang terpenting selalu bersyukur dan berusaha. Berusaha lebih keras lagi, lagi, dan lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun