Mohon tunggu...
Achmed Sukendro
Achmed Sukendro Mohon Tunggu... TNI -

Membaca Menambah Wawasan, Menulis Berbagi Wawasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simbolisasi Kentongan pada Demonstrasi Save KPK

17 Februari 2016   12:24 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:06 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada era reformasi yang hingar bingar di negeri ini barangkali Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK lah salah satu institusi negara yang membuat heboh, menjadi perbincangan di masyarakat, head line di media media massa atau media sosial sepanjang waktu tanpa mengenal era atau masa siapa pemimpin KPK, heboh baik secara artian positif yakni menimbulkan decak kagum dan juga harapan rakyat akan pemberantasan korupsi, salah satu unsur dari amanah Reformasi yakni KKN/Kolusi Korupsi Nepotisme.

KKN sesuatu yang harus diberantas sesuai niat dan tujuan awal reformasi yang ironisnya bukan hilang atau berkurang tapi justru menggila, menjijikkan bahkan sangat mengerikan karena lebih dahsyat dari masa Orde Baru baik dari sisi kuantitas yang di korup baik jumlah yang dikorup maupun jenis yang dikorup mulai buku pelajaran sampai kitab suci atau penyelenggaraan haji, bantuan sosial, bantuan bencana alam serta secara kualitas yaitu modus operandi, aktor yang melakukan,institusi tempat korup sampai bagaimana mencuci uang hasil korupsi serta mempengaruhi penegak hukum jika tertangkap atau diproses secara hukum, dan juga dari sisi negatif mulai dari kasus cicak lawan buaya, kriminalisasi pimpinan KPK, sampai pelemahan KPK.

Apresiasi terhadap kinerja KPK oleh masyarakat ditunjukkan oleh masyarakat dengan memberikan dukungan dalam berbagai bentuk diantaranya demontrasi jika kalau dianggap KPK “diganggu” oleh fihak-fihak yang merasa dirugikan dengan sepak terjang KPK, termasuk demonstrasi beberapa waktu lalu untuk mendukung KPK terhadap upaya-upaya pelemahan atau pemandulan sepak terjang KPK dengan merevisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Ada perbedaan yang menarik dari demonstrasi yang dihadiri oleh pimpinan KPK, berbeda dari demonstrasi-demonstrasi sebelumnya yang juga dihadiri pimpinan KPK.

Dalam demonstrasi menolak pelemahan KPK, nampak pimpinan KPK yang hadir dan ikut dalam demonstrasi massa pendukung KPK, membawa kentongan bambu, salah satu alat penimbul suara tradisional yang dipergunakan dalam masyarakat Jawa. Anda yang kelahiran setelah tahun 1990 atau yang tinggal di kota Jakarta asing dengan barang yang dipegang oleh pimpinan KPK, karena barang tersebut memang fungsinya sudah kalah ditelan kemajuan teknologi informasi.Jika barang itu dipakai oleh pimpinan KPK dalam sebuah demonstrasi bukan diambil fungsinya lagi tapi merupakan simbolisasi dalam sebuah kegiatan.

Manusia adalah makhluk simbolik (animal symbolicum), bahwa pemikiran simbolis dan tingkah laku simbolis merupakan ciri-ciri yang betul-betul khas manusiawi (Casier, 1978;41). Simbolisasi dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari politik, kebudayaan, seni bahkan agama. Ritual-ritual dalam agama syarat simbol dan makna.

Dalam upaya menyelamatkan KPK dengan ikut dalam demonstrasi rupanya pimpinan KPK secara bijak mengambil pola pendekatan kultural atau kebudayaan di saat demonstrasi disalah maknai sebagai cara penyampaian pendapat, ajakan yang bersifat pemaksaan, anarkis bahkan menjadi salah satu biang kerok terganggunya rasa nyaman masyarakat seperti menyebabkan kemacetan, pengalihan jalur lalu lintas yang menyebabkan menambah derita berlalu lintas, dengan cara simbolisasi dalam memberitahu, mengajak masyarakat untuk ikut perduli dan membantu KPK dalam melawan pelemahan secara sistematis politis terhadap KPK.Para pimpinan KPK membawa kentongan, sebuah alat pengeluar suara tradisional yang dirubah fungsi suaranya ,menjadi sebuah simbol dalam melawan pelemahan terhadap KPK.

Ketongan (Jawa) Kohkal (Jawa Barat) Gul-gul (Madura) Kulkul (Bali).Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan kentongan atau kentung-kentung sebagai bunyi-bunyian yang berasal dari bambu atau kayu berongga, dibunyikan atau dipukul untuk menyatakan tanda waktu atau tanda bahaya atau mengumpulkan massa.Kentongan atau kentungan sehubungan bunyinya “thung, thung (Jawa). Agak miripdari “Kamus Umum Bahasa Indonesia’ tersebut, dalam buku “Ensiklopedi Umum”menyebutkan kentongan juga terbuat dari kayu atau bambu dengan panjang yangberbeda-beda.

Di tengah-tengah terdapat alur/rongga memanjang. Bila kentongandipukul dengan tongkat pemukul, udara di dalamnya beresonansi, sehinggamemperkuat suara.Bahan untuk membuat kentongan dari banbu atau kayu. Kentongan dari bahan kayu dapat dibuat berbentuk ikan, tubuh orang, kepala raksasa, dll. Bila dari pangkal batang kayu atau bambu cenderung kentongan itu kecil. Diameter kayu akan menentukan besarnya rongga, berarti menetukan keras-lemahnya suara.Besar-kecilnya kentongan yang dipajang atau digantung di bagian depan rumah sangat erat hubungannya dengan status social dan kekayaan seseorang.

Rumah seorang Jagabaya atau pemuka masyarakat akan terpasang kentongan cukup besar. Kentonganbesar dan indah akan menghiasi rumah adat, rumah joglo, dll.Bila pada suatu siang atau malam hari terdengar bunyi kentongan, orang akan memberikan perhatian padanya sambil dengan seksama menghitung tabuhan (pukulan) yang akan menyusul. Dari frekuensi pukulan dengan irama yang berbeda untuk setiap peristiwa, diketahuilah apa yang sedang terjadi dan strategi apakah yang harus disiagakan untuk menghadapinya. Pada malam hari di pedukuhan-pedukuhan terpencil para petugas ronda sering menyatakan kehadirannya melalui bunyi tetekan (kothekan, Jawa). Peronda sering membawa kentongan yang terbuat dari bambu.

Pejabat Pemerintah Desa/Kalurahan di bidang keamanan (Jagabaya, Jawa) sering membunyikan kentongan tanda aman sekaligus menyatakan waktu.memperhatikan warga masyarakat, serta dalam rangka mensosialisasikan kentongan, maka PemerintahDaerah di lingkungan DIYmengeluarkan Instruksi Gubernur KDH-DIY nomor:5/INST/1980 tertanggal 26 Mei 1980 tentang tanda bunyi kentongan untuk pemberitahuan dalam 6(enam) jenis: 1. Keadaan Aman; 2. Keadaan siap/waspada artinya kemungkinan timbul bencana alam/kejahatan, keadaan samar-samar/mencurigakan,mempersiapkan diri; 3. Kejahatan Khusus artinya ada pencurian atau kehilangan ternak,ada pencurian; 4. Kejahatan Besar artinya ada perampokan,pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan perlawanan,ada pembegalan/penjambretan, ada peristiwa pembunuhan atau rajapati; 5. Bencana alam artinya terjadi bencana alam, bunyi ketongan untuk tanda bencana alam ini dikenal dengan bunyi titir/terus menerus dipukul dengan nada tanpa sela; 6. Tanda ada kematian warga artinya pemberitahuan untuk melayat.Agar dalam membunyikan kentongan memasyarakat, maka instruksi tersebut dimohon untuk ditempelkan di gardu perondan, rumah kepala dusun, rumah pejabatpemerintahan lainnya, bahkan diminta untuk ditempelkan di rumah-rumah penduduk.

Pimpinan KPK memakai barang yang fungsi salah satunya adalah memberi tahu warga akan keadaan bahaya Kentongan simbolisasi akan keadaan bahaya yang akan terjadi atau ancaman terhadap warga baik yang timbul karena kejahatan atau bencana alam. Para Pimpinan KPK rupanya memberikan sinyal keoada masyarakat bahwa ada bahaya, ada kejahatan dan akan adanya bencana yang terjadi terhadap KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun