Hari ini tepat 1 Mei 2014 telah ditetapkan sebagai hari libur nasional demikian keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tertuang di dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 24 tahun 2013. Keputusan ini tentunya berimplikasi kepada aktivitas buruh/pekerja yang diliburkan hari ini dari rutinitasnya di kantor, pabrik maupun industri.
Dikutip dari HaluanKepri.com dinyatakan bahwa keputusan pemerintah ini ditanggapi positif oleh mayoritas buruh dan sebagian besar masyarakat Indonesia, apalagi di sejumlah negara di dunia, juga menjadikan hari buruh internasional, sebagai hari libur. Dengan keberadaan tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian dan apresiasi terhadap komunitas buruh. Demikian portal berita tersebut mengabarkan.
Berbeda dengan optimisme yang digambarkan pada berita sebelumnya, BeritaSatu.com justru mempublikasikan berita tentang keberatan Kadin DKI Jakarta terkait 1 Mei sebagai libur nasional. Dinyatakan bahwa, Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Saran Simanjorang mengesankan bahwa hari buruh yang diliburkan pertama kali (2014) ini terkesan ikut-ikutan dengan negara lain yang sudah menetapkan. Ia berpendapat bahwa pemerintah cukup mengeluarkan peraturan yang mewajibkan Perusahaan Industri melaksanakan perayaan hari buruh dengan berbagai kegiatan internal seperti pelatihan SDM,Olahraga dan kesenian serta kegiatan lainnya. Ia menyayangkan karena dari kaca mata pengusaha tentunya hari libur nasional ini sangat tidak menguntungkan bagi dunia bisnis. Yang ada pengusaha yang mengalami kerugian karena stop produksi.
Wakil Kadin DKI Jakarta tersebut juga menambahkan berdasarkan penilaian World Economic Forum (WEF) daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan dengan perusahaan internasional maupun lingkungan regional ASEAN. Indonesia berada di peringkat 50 dari 144 negara di bawah Singapura urutan kedua, Malaysia urutan 25, Brunei Darussalam urutan 28, dan Thailand urutan 38.
Dua berita di atas cukup menjadi pengantar untuk penjelasan saya terkait refleksi hari Buruh. Tahun ini memang sangat berbeda, dimana ketika tahun-tahun sebelumnya media cetak maupun elektronik berlomba-lomba memberitakan peringatan hari Buruh banyak diwarnai unsur "pemaksaan" untuk ikut turun aksi, sedangkan tahun ini Serikat Buruh/Pekerja lebih mengorganisir diri untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah maupun perusahaan melalui penggalangan massa di beberapa titik. Di sisi lain, buruh/pekerja yang memilih untuk tidak ikut serta dapat memutuskan untuk tinggal di rumah maupun berekreasi bersama keluarga.
Bagi saya keputusan ini harus kita lihat optimis dan jangan melihat hanya dari sisi finansial semata. Saya kurang setuju dengan pernyataan dari Wakil Kadin DKI Jakarta yang menyatakan bahwa hari libur nasional menimbulkan kerugian finansial bagi perusahaan. Apakah hari libur yang lain selain May Day yang telah ditetapkan oleh pemerintah benar-benar dijalankan oleh perusahaan? Terlepas dari pernyataan tersebut memang merepresentasikan Kadin DKI Jakarta atau sebagai pribadi atas nama Saran Simanjorang.
Dalam refleksi Hari Buruh ini, saya ingin mengemukakan gagasan saya tentang perumusan Masterplan Percepatan Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia (MPPDSTKI) yang dapat menjadi solusi atas permasalahan rendahnya kemampuan tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri. Gagasan ini didasari dari hasil penelitian saya (Unduh di Academia.edu) yang menunjukkan bahwa strategi pemerintah Indonesia saat ini masih lebih berat kepada pembangunan ekonomi Indonesia daripada mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Oleh karena itu kehadiran MPPDSTKI ini dapat menjadi dokumen pelengkap bagi MP3EI yang telah hadir sejak Mei 2011 lalu.
Belum lagi dengan tantangan Indonesia kedepannya di pasar kerja internasional yang merupakan implikasi dari globalisasi yang sudah tidak terhindarkan lagi. Mulai dari pasar kerja se-Asia Tenggara (2015) yang menjadi salah satu pilar ASEAN Community di bidang ekonomi (AEC) maupun pasar kerja se-Asia Pasifik (2020) yang telah disepakati dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Apalagi Indonesia akan mendapatkan bonus demografis Indonesia 10 tahun kedepan yang akan menempatkan usia produktif (kerja) menempati posisi dominan dalam piramida usia di Indonesia.
Tantangan dan peluang tersebut harus dipersiapkan sedini mungkin oleh pemangku kebijakan (stakeholder) pemerintahan yang menangani bidang ketenagakerjaan, perindustrian, ekonomi, kesejahteraan rakyat, pendidikan dan pemuda untuk saling bahu membahu di Kabinet Presiden RI periode 2014-2019Â dalam rangka menjawab tantangan dan peluang menjadi keuntungan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana konstitusi mengamanatkan kepada pemerintah.