Di zaman yang penuh dengan maraknya teknologi dan komunikasi, perubahan dan tatanan sosial kian berubah, berbagai alat dan media menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat, ditandai dengan segala sistem yang serba instan, dimulai dari mencuci, makan, dan yang lainnya. Namun semua itu tidak ditemukan di masyarakat pedesaan, lebi-lebih masyarakat tradisional yang primitif, yang mementingkan adat dan istiadat serta nilai-nilai sosial yang tinggi, sehingga banyak diantara mereka berjalan sesuai budaya yang mereka yakini. Jika masyarakat kota melek terhadap perubahan, dengan memprioritaskan segala peralatan yang serba instan, maka berbeda dengan masyarakat desa yang memprioritaskan solidaritas dan integritas antar sesama.Â
Tiga karakteristik mewakili bagaimana enaknya menjadi orang desa;
Pertama, pemandangan alam sekitar lebih natural, dan indah. Jika dilihat dari kejauhan, napak tilas desa terasa sejuk dan adem, dengan pepohonannya yang rindang dan gunung-gunung terhiasi dengan awan putih yang menyelimuti, pemandangan sawah terlihat rapi ditmbah berkiciaunya burung-burung di alam raya, menandakan bahwa desa adalah satu-satunya tempat untuk mengadu keluh yang terendap dalam pikiran. Selain sedap di pandang mata, udara segara yang masih tetap terjaga dan sehat, sehingga tidak jarang masyarakat desa lebih panjang umurnya daripada masyarakat kota pada umunya. Jika desa dijadikan objek sebagai penumbuh solusi maka saya katakan itu benar dan mutlak, karena bebunyian hanya burung dan kodok saja yang nampak dan hal itu mewakili terciptanya motivasi dan solusi terhadap permasalah yang di hadapi. Contoh saja, jika kita observasi banyaknya objek wisata yang ada di indonesia, nampak semua itu pasti terdapat di pedesaan dan jauh dari pusat peradaban, karena sejuknya alam raya desa dan indahnya alam raya desa tidak terwakilkan di alam raya kota.Â
Kedua, Kehidupan desa lebih tenang dan tentram. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi terhadap ketanangan dan ketenaran. Apalagi otak yang sedang mumet pasti membutuhkan ketenangan, jika lingkungan tidak menjamin terciptanya kedamaian, yang pasti akan terjadi pertikaian, dan itu banyak sekali ditemukan di masyarakat kota. Berbeda halnya dengan lingkungan desa yang lebih damai tenang dan tentram, jika kita ketahui bersama begitu indah nilai kebersamaan masyarakat desa, bentuk solidaritasnya tidak tertandingi, harmonis dan jarang ditemukan pertikaian. Suasana desa yang asri dan pemandangan yang indah sangat cocok untuk memunculkan inspirasi dan ide-ide baru. Misal. Kita lihat bagaimana jika ada salah satu tetangga yang meninggal, begitu banyak orang yang menghadiri serta ikut meratapi kepergiannya, dan mereka dengan ikhlas membantu untuk keperluan yang dibutuhkan tanpa meminta bayaran. Indah bukan.Â
Ketiga, Adat dan budaya masih di prioritaskan, berbicara soal adat dan kebudayaan yang ada di pedesaan, tentunya hal tersebut menjadi sebuah hal yang sangat melekat dan tidak bisa dihilangkan, bahkan di hapus oleh siapapun itu, karena mereka menganggap bahwa adat dan budaya merupakan warisan nenek moyang yang seharusnya tidak dibiarkan hilang begitu saja. Tentu saja adat dan budaya yang mereka yakini dan mereka laksanakan merupakan rutinitas yang sangat diprioritaskan, jikalau ada yang ingin merubah kebiasaan meraka, maka siapapun itu akan dianggap bukan golongannya, karena sudah berlainan pemikiran. Menariknya lagi, masyarakat desa sangat menjujung budi luhur dan nilai religius, bahkan agama dijadikan sebagai budaya yang seharusnya menjadi tolak ukur ibadah oleh kalangan orang-orang agamis, malah dijadikan sebagai pijakan atas keberlangsungan hidup seseorang. Bukti nyata: jika kita review di masyarakat, tahlilan yang jelas-jelas itu bersifat ukhrawi, malah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan dalam citra sosial, dan tentu saja ada banyak adat dan budaya, tergantung pada masing-masing desa. Berbeda halnya dengan masyarakat kota, yang bisa dikatakan sebagai masyarakat yang telah kehilangan budaya, ini dikarenakan adat dan budaya di kota sudah mulai luntur sepanjang perjalanan waktu..Â
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H