Mohon tunggu...
achmad supardi
achmad supardi Mohon Tunggu... -

Belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Barbie 2

24 Juni 2014   17:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:19 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Picture taken on 3 January 2013 from www2.macleans.ca Barbie bisa dibilang produk fenomenal. Diperkenalkan pada tahun 1959, Barbie terus bertahan hingga 54 tahun berikutnya. Mungkin kata “bertahan” kurang tepat karena pada kenyataannya Barbie malah makin kuat. Bukan hanya sebagai produk (dalam arti toy atau mainan), namun juga sebagai simbol yang menginspirasi dan mempengaruhi hidup cukup banyak orang. Apakah saya terlalu melebih-lebihkan Barbie? Mungkin. Tapi yang jelas, tidak banyak (atau mungkin tidak ada?) boneka yang memicu perdebatan hingga tingkat filosofis seperti Barbie. Sedangkal pengetahuan yang saya punya, baru Barbie-lah produk boneka yang memicu perdebatan tentang tubuh wanita dan representasinya. Termasuk, memicu perdebatan apakah Barbie mengusung supremasi kulit putih? Dengan kontroversi seperti itu, mengapa Barbie bisa bertahan lebih dari setengah abad? Justru inilah kuncinya. Kontroversi, sebagaimana kita tahu, adalah salah satu mesin yang menggerakkan popularitas. Sementara, popularitas adalah nyawa bagi kelanggengan sebuah produk. Bila sebuah produk tak lagi populer, ia akan segera kukut, gulung tikar, buyar. Dulu kita mengenal J-Pop. Lagu-lagu pop Jepang, ditopang juga oleh dandanan Harajuku yang dominan tabrak corak dan warna-warna ngejreng. Kini, popularitasnya sudah berakhir dan digantikan K-Pop. Lagu-lagu pop Korea booming, ikut mengangkat pula popularitas produk Korea Selatan lainnya seperti sinetron, gaya busana, bahkan makanan. Karena popularitas sangat penting bagi kelangsungan suatu produk, ia harus terus dijaga. Salah satu cara meraih (juga mempertahankan) popularitas adalah dengan memanfaatkan adanya kontroversi. Maklum, kontroversi berfungsi sebagai magnet yang menyedot perhatian khalayak. Masih ingat berita bahwa Dewi Persik melakukan operasi keperawanan? Buat apa Depe operasi memasang kembali selaput dara sementara seluruh warga Indonesia sudah tahu bahwa dia adalah janda Saipul Jamil? Belakangan Depe mengakui bahwa berita itu memang sengaja dihembuskan untuk mendongkrak film yang dibintanginya waktu itu, Pacar Hantu Perawan. Atau, mungkin Anda masih ingat tersebar luasnya adegan mandi Rahma Azhari di internet? Ternyata, klip itu pun hanya upaya produser film K.K. Dheeraj untuk mendongkrak popularitas film buatannya, Rayuan Arwah Penasaran yang dibintangi Rahma dan Leah Yuzuki, bintang porno asal negara sakura (baca:http://celebrity.okezone.com/read/2012/06/12/206/646129/kk-dheeraj-dari-bintang-porno-sampai-mr-bean-palsu). Kembali ke boneka Barbie. Boneka yang diberi pasangan –sesama boneka— bernama Ken ini memang memicu kontroversi, namun tidak sedangkal kontroversi seputar film-film buatan K.K. Dheeraj. Kontroversi tentang Barbie lebih bersifat filosofis, bagaimana manusia memandang tubuh wanita? Apakah kecantikan memang dominasi suatu warna kulit (bahkan ras) tertentu? Kontroversi itu membuat Barbie menerima makin banyak perhatian. Dan bagusnya, Mattel Inc. sebagai produsen boneka tersebut menyikapinya dengan cerdas. Ketika Barbie dituding sebagai representasi superioritas kulit putih, misalnya, Mattel Inc. menjawabnya dengan memproduksi Barbie edisi kulit hitam. Ini jelas keputusan cerdas. Secara politik membantu Mattel Inc. menghindari tudingan miring, dan di saat yang sama membuat perusahaan tersebut melakukan diversifikasi produk. Keberadaan Barbie edisi kulit hitam membuat varian Barbie makin luas dan kesempatannya makin terbuka untuk menangguk pasar yang lebih lebar. Tentu menjawab tudingan (bisa dibaca: tantangan) tidaklah mudah. Perlu kejelian dan mau belajar dari kesalahan. Mattel Inc. membuat boneka kulit hitam sejak 1967 (“Colored Francie) dan beberapa tahun kemudian membuat tokoh Christie, teman Barbie, yang juga berkulit hitam. Namun, baru pada 1980-lah Mattel Inc. membuat Barbie kulit hitam (bukan teman atau kerabat) Barbie. Apakah persoalan selesai dan Mattel Inc. mendapat banyak sanjungan? Tidak. Para kritikus menyebut boneka kulit hitam ini hanya kulitnya saja yang hitam, namun proporsi tubuhnya masih lebih menyerupai tubuh wanita kulit putih (ras Kaukasia). Belajar dari kesalahan ini, Mattel Inc. pun pada 2009 meluncurkan Barbie kulit hitam yang “lebih dekat” dengan kondisi wanita kulit hitam pada umumnya: hidung lebih lebar, bibir lebih tebal, rambut ikal atau keriting, dengan gradasi kehitaman kulit yang berbeda-beda (karena yang dimaksud “kulit hitam” pun beragam, dari yang sangat hitam hingga agak hitam). Suplemen fesyen Majalah Vogue Italia pun memasang Barbie edisi kulit hitam ini sebagai sampulnya, menggantikan model manusia seperti edisi-edisi sebelumnya (baca http://www2.macleans.ca/2009/08/13/there%E2%80%99s-a-new-black-barbie-in-town/). Ini adalah konsekuensi dari pergeseran cara memandang Boneka Barbie. Boneka ini awalnya adalah produk yang murni goods (barang, bisa dipakai) namun bergeser menjadi mirip symbolic goods (produk yang dibeli bukan karena bisa dimakan atau dipakai, tapi karena memberi nilai, menambah ilmu, dll). Namun, bila Barbie memang sudah bergeser dari goods menjadi agak-agak symbolic goods, mengapa Mattel Inc. tidak membuat varian-varian lainnya seperti Barbie edisi Asia atau Barbie edisi Muslim? Nah, di sinilah pentingnya kita mengetahui batas. Kapan harus ekspansi, kapan harus menahan diri. Bila Mattel Inc. membuat begitu banyak varian Barbie, apalagi varian-varian yang rentan mengundang interpretasi beragam seperti “edisi Muslim”, bisa jadi saat itu kontroversi tak lagi menjadi pendorong popularitas, namun menjadi api yang menghanguskan keseluruhan bangunan reputasi. Bagaimana pun, cara Islam memuliakan dan melindungi wanita masih sering ditafsirkan secara salah oleh banyak pihak. Tata cara berpakaian bagi wanita menurut Islam (menurutp seluruh tubuh kucuali muka dan mengenakan pakaian yang tak memperlihatkan lekuk liku tubuh) dianggap mereka sebagai bentuk tekanan kepada wanita (baca:http://latimesblogs.latimes.com/babylonbeyond/2009/12/arab-world-burka-barbie-iconic-doll-gets-an-islamic-makeover-for-50th-anniversary.html). Membuat boneka dengan fitur seperti ini bisa jadi memantik api yang terlalu besar bagi Mattel Inc., dan karena itu pilihan tersebut tak diambil. Mattel Inc. lebih berkonsentrasi memperluas representasi Barbie ke arah yang tak terlalu kontroversial, seperti ke arah profesi. Barbie tak lagi hanya direpresentasikan sebagai remaja perempuan gaul, namun juga diciptakanlah Barbie dalam representasi profesi: dari dokter hingga astronot. Di luar cara Mattel Inc. menjawab kontroversi, sebenarnya prestasi terbesar mereka adalah ketika mereka terpikir untuk membuat boneka tentang sosok wanita. Inilah prestasi terbesar. Sebab, boneka sosok wanita adalah produk yang memiliki segudang varian dan produk ikutan. Karena Barbie adalah boneka wanita, maka Mattel Inc. bisa menciptakan produk ikutan seperti tempat tidur, aneka macam sepatu, aneka rupa bentuk pakaian, asesoris, meja rias, dll (Achmad Supardi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun