Mohon tunggu...
Achmad Sunjayadi
Achmad Sunjayadi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, peneliti di Departemen Sejarah, Program Studi Belanda Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Penyuka sejarah, budaya, fotografi, ilmu-ilmu baru dan sesekali keluyuran secara iseng ke tempat-tempat yang unik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Aku, Kau, dan Mereka (Bagian 2)

4 Juni 2024   12:58 Diperbarui: 4 Juni 2024   13:13 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tabir gelap yang dulu hinggap/ Lambat laun mulai terungkap/ Labil tawamu tak pasti tangismu/ Jelas membuat aku sangat ingin mencari,  tutur Iwan Fals mengawali lagu 'Antara Aku, Kau, dan Bekas Pacarmu' (1982) https://www.youtube.com/watch?v=z1XgdkiQj8k     Dalam artikel sebelumnya saya menggunakan lagu ini sebagai bagian dari artikel. Penggalan lirik ini dapat dikaitkan dengan akhir dari suatu penelitian, di ujung penelitian ketika kita mulai menulis laporan hasil. 'Tabir gelap mulai terungkap setelah melalui proses tawa dan tangis yang membuat kita sangat ingin mencari (jawabannya)'.

Pada artikel sebelumnya: https://www.kompasiana.com/achmadsunjayadi2040/6653e09434777c61de7d9eb2/antara-aku-kau-dan-mereka-bagian-1 , saya membahas bagaimana 'membumikan' hasil penelitian dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lainnya supaya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Untuk penelitian yang tepat guna, misal dalam penelitian dalam bidang kesehatan, teknologi, kebermanfaatan ini biasanya dapat langsung dirasakan. Tentu setelah melalui serangkaian eksperimen dan percobaan. Lain halnya dengan penelitian ilmu humaniora, ilmu sosial.  Dampak langsung ke masyarakat tidak serta-merta dapat diterapkan dan dirasakan.

Ketika kita memulai sebuah penelitian seringkali kita merasakan diselubungi oleh 'tabir misteri.'  Antara rasa ingin tahu dan keinginan untuk mendapat jawaban dari berbagai pertanyaan yang kita ajukan berkecamuk, bercampur baur dalam pikiran. Kita berharap dapat menyelesaikannya sampai di titik akhir. Penelitian yang baik adalah penelitian yang selesai, demikian adagium di antara teman saya, sesama peserta program doktoral.

Memang mengawali segala sesuatu bukan hal mudah. Salah seorang professor saya menganalogikan mencari tema penelitian seperti mencari 'pacar'. Ada prosesnya hingga kita mantap memilih salah satu dari berbagai pilihan. Seringkali dalam upaya itu tidak mendapat kecocokan, sehingga harus mencari yang lain.  Masalahnya adalah jika dalam batas waktu yang ditentukan kita terus-menerus tidak mendapatkan kecocokan, misal dalam mencari tema penelitian disertasi yang dibatasi oleh waktu, maka waktu akan habis untuk mendapatkan tema yang sesuai.

Idealnya sebelum memilih untuk melanjutkan ke jenjang doktoral, kita sudah memiliki beberapa rencana tema penelitian. Jika tema penelitian A tidak memungkinkan, bisa beralih ke tema penelitian B, tema penelitian C dan seterusnya. Dalam penelitian sejarah, tersedianya sumber primer dan akses mendapatkan sumber tersebut menjadi hal penting. Jika sumber tersedia, tetapi aksesnya sulit, lebih baik mengganti tema, meskipun kita sangat menyukainya. Hal ini untuk menghindari kesulitan di kemudian hari.

Saya mungkin termasuk beruntung karena dalam proses mencari tema penelitian untuk disertasi, saya tidak perlu gonta-ganti tema. Saya fokus pada sejarah pariwisata di Indonesia pada masa kolonial. Sebelumnya untuk tesis master saya memang sudah membahas tema ini tetapi dalam lingkup spasial tertentu (Jawa). Lalu untuk disertasi saya perluas ke seluruh wilayah Hindia-Belanda.

Untuk kebutuhan sumber primer penelitian, saya tidak begitu khawatir. Meskipun dalam prosesnya mirip seperti reffrain lagu Iwan Fals tersebut: Jalan gelap yang kau pilih/Penuh lubang dan mendaki/
Jalan gelap yang kau pilih/Penuh lubang dan menda
ki.  Terkadang saya berpikir dan mempertanyakan lagi, apa yang sebenarnya saya sedang lakukan.  Namun, saya percaya, seperti pesan Prof. Peter Carey, salah seorang 'pembimbing' dan penguji saya: 'There is no shortcut in research in history.'  Ini sebenarnya juga berlaku untuk semua hal.

Dalam proses penyelesaian penelitian disertasi, saya tidak hanya berkutat dengan sumber primer dalam bentuk arsip. Saya juga melakukan kunjungan ke lokasi (kebetulan saya mendapatkan kesempatan) di beberapa wilayah Indonesia. Bahkan, beberapa bab dalam disertasi, saya diseminasikan dalam seminar atau konferensi, baik di dalam maupun di luar negeri. Tujuannya untuk mendapatkan saran dan kritik. Siapa tahu dapat dipublikasikan setelah dimodifikasi untuk memenuhi prasyarat publikasi sebelum ujian. Untuk kesempatan ini memang kita harus mengeluarkan biaya tambahan. Sebaiknya, kita berkoordinasi dan berhubungan baik dengan promotor. Jika promotor berkenan, besar kemungkinan mereka membantu kita, baik dengan 'modal kapital' atau 'modal budaya' mereka.  Kita dapat menggunakan jejaring mereka yang luas.

Tantangan berikut adalah bagaimana menyajikan/menuliskan hasil penelitian. Di sini justru tantangannya.  Kita harus dapat memilah, mengatur, dan menyajikannya dengan baik. Satu lagi yaitu waktu untuk menuliskannya. Waktu ini tidak bisa diputar mundur, tetapi dapat kita atur.  Anda bisa mencari waktu yang sesuai untuk duduk menuliskan hasil penelitian. Waktu ideal untuk saya adalah sebelum dan setelah shalat Subuh. Setelah diselingi olah raga (jangan lupa selalu menjaga stamina dan kesehatan), kegiatan menulis berlanjut pada sore hari. Namun, setiap orang berbeda. Setiap orang memiliki dan sepertinya harus menentukan waktu ideal sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun