Kawasan Laut Natuna Utara merupakan salah satu wilayah Indonesia yang berada di Laut Cina Selatan, kawasan rawan konflik. Laut Natuna Utara adalah perairan dangkal di sebelah utara Kabupaten Natuna. Penamaan Laut Natuna Utara dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak Juli 2017 yang menggantikan nama Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Cina Selatan. Letak persisnya di sebelah selatan Laut Cina Selatan, sebelah timur laut Teluk Thailand, sebelah utara Laut Natuna. Laut ini merupakan salah satu titik penting jalur pelayaran dari Laut China Selatan ke Samudera Hindia
Kawasan Laut Natuna Utara memiliki potensi besar bagi pariwisata Indonesia. Namun, ancaman konflik beberapa negara di Laut China Selatan menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhitungkan. Dalam hal ini adalah keamanan dalam kegiatan pariwisata. Aspek keamanan dan juga kenyamanan dalam dua dekade terakhir menjadi isu yang semakin besar serta memiliki dampak yang besar terhadap kegiatan pariwisata (Kvri dan Zimnyi, 2011)
Mansfeld dan Pizam (2006) mendefinisikan tiga gagasan utama yang menjadi landasan bagi teori umum mengenai keamanan dalam pariwisata. Konsep pertama menjelaskan sifat dari insiden keamanan yang berkaitan dengan pariwisata termasuk berbagai jenis insiden, motif, dan sasaran. Konsep kedua terkait dengan dampak insiden keamanan tersebut terhadap industri pariwisata, wisatawan, dan daerah tujuan wisata. Konsep terakhir berhubungan dengan reaksi terhadap krisis pariwisata oleh para pemangku kepentingannya. Dalam artikel ini yang dibahas konsep pertama, mengingat pariwisata di kawasan Laut Natuna Utara belum berkembang.
Ada empat jenis insiden keamanan yang memicu dampak negatif bagi masyarakat tuan rumah, industri pariwisata, dan wisatawan. Empat jenis insiden keamanan tersebut adalah insiden terkait kejahatan, terorisme, perang, dan kerusuhan sipil/politik (Mansfeld dan Pizam, 2006: 3). Dalam konteks kawasan Laut Natuna Utara jenis insiden keamanan yang mungkin terjadi adalah perang. Jenis-jenis perang yang telah ditemukan dan berdampak pada pariwisata adalah crossborders wars (perang lintas batas negara), trans-border wars (perang lintas perbatasan), wars of attrition (perang atrisi) dan civil wars (perang saudara) (Mansfeld dan Pizam, 2006: 4). Â
Ancaman konflik di Laut China Selatan merupakan isu penting dalam konteks keamanan regional, terutama terhadap kedaulatan Indonesia. Beberapa potensi ancaman dan tantangan yang dapat mempengaruhi kedaulatan Indonesia di wilayah Laut China Selatan, antara lain klaim wilayah yang tumpang tindih terhadap pulau-pulau, terumbu karang, dan perairan dari sejumlah negara seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, dan China. Ancaman berikut adalah kekhawatiran akan eskalasi konflik yang dapat mengancam perdamaian dan stabilitas regional. Ketegangan militer dalam bentuk insiden di perairan yang dipersengketakan, peningkatan aktivitas militer atau ketegangan diplomatik dapat meningkatkan resiko konflik yang melibatkan sejumlah negara. Ancaman lain adalah intervensi asing. Keterlibatan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China dalam sengketa Laut China Selatan dapat memperumit situasi.
Sehubungan dengan kegiatan pariwisata, beberapa negara yang memiliki resiko konflik membuat paket wisata ke wilayah perairan yang sedang menjadi sengketa. Hal itu merupakan salah satu cara untuk mengklaim wilayah mereka di Laut China Selatan. Awal bulan Maret 2017 kapal pesiar dari China membawa 300 wisatawan ke laut Kepulauan Paracel. Sebelumnya pada 2013 kapal pesiar pertama berlayar dari China menuju Kepulauan Paracel. Pada bulan Desember 2013 maskapai penerbangan China membuka penerbangan charter dari kota Haikou di selatan ke pulau Woody, pulau terbesar Paracel.
Sementara itu pemerintah kota Puerto Princessa, Filipina membuat paket wisata 'The Great Kalayaan Expedition' ke Kepulauan Kalayaan atau Spratly. Dengan mengeluarkan biaya sekitar 2.400 dolar, para wisatawan berlayar selama satu minggu ke Spratly (Kompas, 25/9/2023). Salah seorang peserta paket wisata, Douglas Ebita (28 tahun), seorang pemancing dari Palawan Filipina menggambarkan wisata itu sebagai pengalaman sekali seumur hidup. Ia menceritakannya sambil memeluk ikan tuna berukuran lima kaki, hasil tangkapan di Laut China Selatan. Wisata itu memang kali pertama baginya. Ebita sangat takjub dengan pemandangan dan suara yang ia temui. "Keindahan pantai, air di sana, pengalaman memancing dan mengamati burung - Anda tidak akan mengalaminya di tempat lain," tuturnya (asia.nikkei.com, 25/05/2023).
Namun, pemerintah China melalui Wang Wenbin juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengingatkan Filipina yang meluncurkan paket perjalanan wisata dengan rute ke beberapa pulau di Laut China Selatan. Ia menegaskan bahwa Kepulauan Nansha, Pulau Zhongye dan perairan di sekitarnya adalah wilayah kedaulatan China yang sudah tidak dapat diperdebatkan lagi (antaranews, 09/06/2023).
Pemerintah Indonesia sebenarnya pada 2016 silam telah merencanakan Kepulauan Natuna dan wilayah sekitarnya menjadi daerah tujuan pariwisata baru, khususnya wisata bahari. Ketika itu bahkan ada rencana mempersiapkan sarana infra struktur yang memadai. Kepulauan Natuna laksana permata tersembunyi di Laut China Selatan. Keindahan pantainya yang berpasir putih, air laut yang jernih, kekayaan hayati bawah laut yang luar biasa dapat menjadi 'surga' bagi para pecinta selam dan snorkeling. Â Demikian pula dengan Kepulauan Anambas yang terletak di sebelah utara Kepulauan Natuna, menawarkan panorama keindahan alam. Antara lain gugusan pulau karst dengan gua-guanya, pantai berpasir putih, dan hutan tropis alami.
Dilihat dari kekayaan budaya dan sejarah, Laut China Selatan merupakan jalur maritim kuno. Laut ini menjadi jalur perdagangan selama berabad-abad yang dikenal sebagai jalur rempah. Jalur ini menghubungkan kepulauan Nusantara dengan wilayah-wilayah lain di Asia. Jejak-jejak sejarah ini masih dapat ditemukan di beberapa pulau, seperti situs-situs arkeologi dan peninggalan budaya maritim.
Pada 2018 dilakukan penelitian arkeologi di Kepulauan Natuna untuk mengungkapkan asal-usul masyarakat Natuna. Selama ini, masyarakat setempat hanya berpegang pada dongeng dan legenda. Salah satunya adalah kisah asal-usul Natuna yang berawal dari pertemuan Demang Megat dan puteri Kerajaan Johor, Fatimah di Sungai Segeram. Dongeng yang diturunkan secara lisan secara turun-temurun ini kebenarannya sulit dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu penemuan 19 situs dan keramik di Natuna dapat mengungkapkan asal-usul leluhur Natuna (Kompas, 29/9/2018).