[caption id="attachment_171684" align="aligncenter" width="448" caption="Kak Siagian Wanita Penambal Ban bersama Sekar (dok. pribadi)"][/caption]
“Kak, Abang ada?” aku menyapa seorang ibu yang sedang mengolesi minyak telon pada anak balitanya di dalam rumah petak berukuran 2 x 4 m di pinggir jalan Warung Borong Ciampea Bogor.
“Lagi ke Ciampea, Bang. Tunggu lah sebentar.”
“Bocor nih, Kak.” Saya menunjuk ban belakang motor yang terkulai ke tanah tanpa angin. Terburu-buru Ibu itu yang memakaikan baju anaknya yang bernama Sekar. Saya menunggu sejenak kedatangan Bang Sihotang, suami dari Ibu yang kutahu bernama Kak Siagian.
“Biar kukerjain, Bang. Lama mungkin Si Abang. Tolong cagak dua dulu, Bang.”
Saya memposisikan motor dengan standar dua agar berdiri tegak. Saya lihat Sekar sudah rapi dan didudukkan di kursi yang terbuat dari ban bekas. Saya dekati balita berpipi tembem itu untuk bermain-main dengannya. Sementara Kak Siagian dengan cekatan memulai pekerjaannya menambal ban motor saya.
Sekar yang belum genap dua tahun tampak tenang bersamaku. Sesekali dia menunjuk ke arah sandalnya yang bergambar kucing. Agar Sekar merasa nyaman, saya gendong dia untuk diajak jalan-jalan.
[caption id="attachment_171685" align="aligncenter" width="448" caption="Sekar, balita lucu, anak pasangan penambal ban, Kak Siagian dan Bang Sihotang (dok. pribadi)"]
“Kak, aku bawa dulu jalan-jalan, Sekar ya.”
Kak Siagian mengangguk. Saya menggendong Sekar dan mampir ke toko makanan sekalian membeli titipan istri saya. Saya tak lupa membelikan Sekar makanan kesukaannya, berupa biskuit. Saya tahu makanan kesukaannya karena beberapa kali berjumpa di mini market dekat Bengkel tambal ban. Setelah puas mengajak jalan-jalan, saya kembali lagi ke bengkel, tempat Kak Siagian masih sibuk membereskan ban motor saya.
“Dua lubang bocornya, Bang. Ini satu lagi selesai.”