Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Sang Penyiram Makam

10 Agustus 2012   17:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:58 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pasangan muda itu semakin hari semakin mesra. Pernikahan telah membawa kebahagiaan bagi mereka berdua. Mereka berjanji setia untuk sehidup semati.

Namun takdir berkata lain. Dua bulan bahtera pernikahan berlayar, sang Istri yang cantik dipanggil keharibaan-Nya. Sang suami merasakan bagai terhempas oleh gelombang samudra yang dahsyat. Bahtera keluarga yang sudah dibangunnya kini karam.

Semua keluarga merasa kasihan dengan pemuda malang itu. Hari-harinya dilewati dengan muka murung. Tak sepatah katapun keluar dari lisannya. Bahkan yang mengherankan, tiap hari, pagi siang, sore dan malam dia berada di pusara makam istrinya. Dia menyirami kuburan istrinya tiap hari.

Seminggu sudah berlalu, namun pemuda malang itu tetap tak bergeming. Kebiasaannya menyirami kuburan istrinya dia lakukan empat kali dalam sehari. Sudah banyak pihak yang menasehati, mulai dari orang tua, mertua hingga sahabat-sahabatnya. Dia malah semakin semangat menyiram dan terus menyiram. Keluarga pemuda itu sangat khawatir, jangan-jangan dia sudah terganggu jiwanya setelah kematianl istrinya.

Akhirya ibu pemuda itu memanggil seorang agamawan untuk membantu menyadarkan anaknya. Agamawan itu mendatangi pemuda dan memberi nasehat.

”Sudahlah nak, kematian itu sudah takdir, kita semua pasti akan menyusul istrimu. Doakan saja dia. Jangan kau sakiti dirimu dengan jalan seperti ini. Masih banyak yang mengharapkan dirimu. Keluargamu tiap hari bersedih. Jangan kau tambah kesedihan dirimu dengan membuat banyak orang juga bersedih. Sebenarnya ada apa denganmu hingga kau harus menyirami kuburan istrimu seperti ini?”

Pemuda itu tak menghiraukan nasehat agamawan itu. Dia malah terus menjalankan rutinitasnya menyiram kuburan istrinya. Dua minggu, tigaminggu dan sebulan terlewati sudah. Akhirnya sang Agamawanpun putus asa. Lalu dia mengajukan pertanyaan terakhir.

” Nak aku bertanya untuk terakhir kali, kenapa kau lakukan semua ini?”

Pemuda itu menengok ke wajah agamawan yang bersih itu. Wajah pemuda itu seperti daun yang layu. Dia akhirnya membuka mulutnya.

” Bapak yang baik, sebelum istriku meninggal, dia berwasiat padaku. Suamiku, tanamlah benih mawar di atas pusaraku. Ingat...Jangan kau nikah lagi sampai di atas pusaraku tumbuh bunga. “

“Makanya kusiram tiap hari sebanyak-banyaknya agar segera tumbuh bunganya.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun