[caption id="attachment_157987" align="alignleft" width="300" caption="Macan Tutul (Foto dari Google Images)"][/caption] Mun leuweng tempat hirup kuring
Tuluy di babad
Mun sato kadaharan kuring
Tuluy di boro
Mun cai panginuman kuring
Tuluy dibalaan runtah
Rek kamana kuring nyalindung?
Rek kasaha kuring menta tulung?
Sanes anjeun
Nu diancik akal
Dititip asih
Pikeun ngajaga ngariksa
Makhluk papada
Lain tuluy khianat
Mergasa ngarogahala
Beu !
Kalau hutan tempat hidupku
Terus ditebang
Kalau hewan mangsaku
Terus diburu
Kalau air minumku
Terus dikotori sampah
Hendak kemana aku berlindung?
Kepada siapa aku minta tolong
Bukannya kalian
Yang diberi akal
Dititipi belas kasih
Untuk menjaga dan melestarikan
Makhluk semua
Bukan lalu khianat
Membunuh dan meluluhlantakkan
Duh....
Demikian jeritan hati Macan Tutul yang diterjemahkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam bentuk puisi yang menyentuh hati. Puisi ini terpampang jelas di Poster Dinding di PoskoGede Pangrango Operation (GPO) Gunung Putri Desa Sukatani Kecamatan Pacet Cianjur. Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) adalah fauna identitas Jawa Barat dan termasuk hewan yang terancam punah. Satwa ini telah dilindungi berdasarkan peraturan Indonesia dan juga skala internasional (IUCN). Macan tutul berukuran besar, dengan panjang tubuh antara satu sampai dua meter. Spesies ini pada umumnya memiliki bulu berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik berwarna hitam. Macan tutul adalah hewan penyendiri, yang saling menghindari satu sama lain. Spesies ini lebih aktif di malam hari. Dengan tingkat kematian anak yang tinggi, betina biasanya hanya mempunyai satu sampai dua anak, yang tinggal bersama induknya sampai macan muda berumur sekitar antara satu setengah sampai dua tahun.
Di seksi Cianjur, TNGGP, Â Macan tutul diperkirakan hanya terdapat dua ekor saja. Macan tutul memakan hampir segala mangsa dari berbagai ukuran. Mangsa utamanya terdiri dari aneka hewan menyusui, binatang pengerat, ikan, burung, monyet, dan binatang-binatang lain yang terdapat disekitar habitatnya. Pada umumnya, Macan tutul menghindari manusia. Namun macan yang kurang sehat, kelaparan, atau terluka sehingga tidak dapat berburu mangsa yang biasa, dapat juga memangsa manusia.
Berdasarkan data tahun 1990, jumlah populasi macan tutul di TNGGP mencapai 40 ekor, tetapi hingga kini pihak TNGGP belum bisa memastikan jumlah populasi hewan langka itu. Keberadaa macan Tutul semakin terdesak karena habitat mereka, yaitu hutan telah mengalami kerusakan.
Jeritan hati Macan Tutul adalah juga jeritan hati manusia yang berada di sekitar TNGGP.  Bila tempat hidup Macan Tutul dirusak, maka rusak pulalah tempat hidup manusia. Saat hujan lebat mengguyur gunung, maka daerah dibawahnya akan terserang banjir. Saat hujan sangat deras turun di pegunungan maka ancaman longsor semakin meresahkan warga di bawahnya. Saat kemarau tiba, tibalah masa sulitnya mencari air bagi masyarakat yang ada di kaki Gunung Gede Pangrango Kabupaten Cianjur dan sekitarnya.
Harimau Jawa kini telah punah, maka akankah kita akan menjadikan Macan Tutul, Maskot Fauna Jawa Barat menjadi lenyap, tinggal dongeng atau hanya menegoknya di Kebun Binatang? Bila tidak, maka kita wajib mempertahankan hutan, sebagai rumah dan tempat mencari makan macan tutul.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI