Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Andai Aparat Keamanan Mempunyai Kecerdasan Sosial

6 Februari 2012   16:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:59 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1328567081374121068

[caption id="attachment_168891" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Oleh : Achmad Siddik Thoha

Pada hari-hari awal serangan kedua Amerika Serikat ke Irak, sekelompok pasukan berangkat ke sebuah masjid setempat untuk menghubungi ulama utama kota itu. Mereka bermaksud meminta bantuan kepada ulama tersebut untuk mengorganisir distribusi suplai bantuan. Namun, segerombolan oran berkerumun, merasa takut kalau-kalau pasukan ini datang untuk menangkap pemimpin spiritual mereka atau menghancurkan masjid mereka, sebuah tempat suci.

Ratusan Muslim yang saleh mengelilingi pasukan-pasukan ini. Mereka melambai-lambaikan tangan di udara dan berteriak-teriak ketika mendekat ke arah pasukan bersenjata lengkap ini. Sang komandan, Letnan Kolonel Christoper Hughes, berpikir cepat.

Ia mengambil pengeras suara dan memerintahkan pasukannya untuk “berlutut”, artinya berlutut dengan satu lutut.

Kemudian ia memerintahkan untuk mengarahkan senapan mereka ke tanah.

Setelah itu, perintahnya adalah : “Tersenyum”.

Pada titik itu, suasana emosi kerumunan tersebut sangat berbeda. Beberapa orang memang masih berteriak-teriak, namun kebanyakan dari mereka sekarang membalas tersenyum. Beberapa orang menepuk punggung prajurit-prajurit itu ketika Hughes memerintahkan anak buahnya berjalan mundur secara perlahn-lahan dengan tetap tersenyum.

****

Bagaimana seandainya bila komandan pasukan AS itu panik dan tidak bisa membaca bahasa tubuh dan budaya kerumunan orang-orang. Sekiranya sang komandan tidak memiliki kecerdasan sosial, apa yang akan terjadi berikutnya? Kejadian yang paling memungkinkan, sang komandan akan memerintahkan anak buahnya untuk menodongkan senjata menyuruh kerumunan orang itu minggir dan meminta ulama itu keluar dari masjid. Kejadian terburuknya, sang komandan memerintahkan anak buahnya untuk menembakkan gas air mata atau menembakkan peluru senapan ke udara bahkan agar kerumunan orang itu bubar.

Kisah diatas adalah ilustrasi yang dimuat di Buku Social Intelegence karya Daniel Goleman. Saya mengangkat kisah ini bukan untuk menyetujui invasi AS ke Irak atau membangga-banggakan ketangguhan mereka. Dengan kecerdasan sosial, peristiwa yang sangat rawan berujung bentrok fisik dan korban bisa dihindarkan dan berbalik pada simpati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun