Mobil Avanza plat BK merapat pelan ke sebuah gang kecil di Desa Ndeskati Kecamatan Nama Teran Kabupaten Karo. Di ujung Gang papan bertuliskan Masjid Muslimun yang menggantung di sebuah gerbang masjid di desa yang berada di kaki Gunung Sinabung ini. Di dekat gerbang masjid, puluhan anak-anak usia sekolah dasar sudah berjajar dengan pakaian muslim dan muslimah. Mereka seperti menunggu kedatangan tamu yang sudah lama diharapkan kedatangannya.
Jusriani yang akrab dipanggil Juju turun dari mobil, diikuti oleh Irda dan Dela. Anak-anak yang menunggu dekat gerbang masjid langsung berubah ceria wajahnya. Mereka sudah mengenal siapa yang datang ke kampung mereka. Ya, Juju dan Irda, dua mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang bergabung dengan RELAWAN INDONESIA untuk Kemanusiaan (RELINDO) sudah beberapa kali datang ke desa ini. Anak-anak seperti menemukan obat kerinduan mereka setelah lama tidak berjumpa Juju dan Irda. Adapun Dela, mahasiswa USU baru pertama datang ke desa ini. Ia sangat senang bisa sampai juga di desa yang begitu dekat dapat melihat kedahsyatan Gunung Sinabung dengan asap, bau belerang dan alur besar yang membelah banyak bagian tubuh gunung yang tak henti mengalami erupsi dari tahun 2010 hingga sekarang.
Saya, Dedi dan Bu popie kemudian turun dari mobil. Dedi adalah salah satu pengurus provinsi RELINDO Sumatera Utara yang sudah sejak awal Gunung Sinabung meletus sudah aktif turun melakukan aksi kemanusiaan. Sementara Bu Popie adalah salah satu relawan terapi psikologis yang saya ajak untuk memperkenalkan terap SEFT. Terapi SEFT adalah salah satu teknik terapi untuk mengurangi beban psikis yang berdampak pada penyakit fisik pada seseorang.
"Tadi pagi gunungnya meletus, Pak."
Pak Lukman memulai pembicaraan. Pak Lukman adalah Ketua Badan Kenaziran Masjid Muslimun Desa Ndeskati. Tidak hanya Pak Lukman yang mengatakan bahwa pagi ini (25/2/2018) Gunung Sinabung meletus, tapi warga lain mengatakan hal yang sama. Beliau dan warga Ndeskati juga bercerita bagaimana mencekamnya warga saat Gunung Sinabung meletus sangat dahsyat pada Senin lalu (19/2/2018). Abu sebenarnya sudah mengarah ke desa mereka. Tapi tiba-tiba angina bertiup ke arah lain, sehingga abu tidak sampai jatuh di desa Ndeskati.
Ada 12 orang dari kalangan ibu-ibu hadir untuk mendapatkan pelatihan terapi SEFT. Mereka diajari oleh Bu Popie agar bisa mempraktekkan sendiri teknik terapi SEFT secara mandiri setiap hari.
"Saya ridho, saya pasrah, saya ikhlas...."
Nenek Sertaulina 72 tahun dan ibu-ibu lain sangat semangat mengucapkan kata-kata mengandung efek terapi ini sambal mengetuk titik-titik tertentu di bagian badan sesuai arahan Bu Popie.
"Kapan akan berhenti meletus, wahai Gunung Sinabung."