Seorang lelaki muda menyodorkan boneka pada dua gadis cilik yang cantik. Gadis cilik yang lebih kecil langsung tersenyum lebar, wajahnya berbinar dan memeluk boneka pemberian seorang relawan kemanusiaan itu. Seorang lagi menyungingkan senyum walapun sangat tipis. Ada amplop putih berisi uang yang terlipat juga menghias tangan mungil dua gadis yang membuat saya sangat terharu ini malam ini (23/4/2017)
Dua gadis cantik ini bernama Rosa dan Putri. Rosa, sang Kakak (11 tahun) terlihat agak murung saat saya tanya beberapa hal. Adapun Putri (9 tahun), gadis yang sangat manis ini sesekali tersenyum pada saya meskipun masih malu-malu. Energi batin saya terisi kembali melihat senyum mereka.
Tahukah sahabat, siapa dua gadis yang memikat dan mampu membuat haru saya malam ini? Mereka adalah dua anak yatim yang tubuh kedua orang tuanya masih belum ditemukan di timbunan longsor di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Jawa Timur.
Tiba-tiba gemuruh tanah yang membawa pepohonan Pinus yang tumbang menimbun kedua orang tua Rosa dan Putri. Tak hanya petani Jahe yang terhantam longsoran tapi juga rumah-rumah yang berada di lokasi di bawah kebun jahe juga luluh lantak berserta penghuninya. Hingga hari ini (23/4/2017) baru empat jiwa yang ditemukan pasca longsor dan menyisakan 24 jiwa lain yang masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan.
Saat ini pemerintah memutuskan untuk menghentikan pencarian korban longsor yang masih tertimbun. Putri nampak meneteskan air mata saat mendengar pernyataan Pak Ribut tentang dihentikannnya pencarian untuk kedua orang tua mereka. Saya agak menyesal menanyakan ini pada Pak Ribut dan Pak Warsito. Sementara Putri tidak menampakkan wajah sedih.
Menurut Pak Warsito, dua anak ini termasuk cukup tangguh. Dua hari usai kejadian longsor, mereka tidak lagi sedih dan kembali berativitas normal. Sesekali anak-anak ini teringat kedua orang tuanya dan takut saat ada longsor susulan. Bahkan ada teman Putri bernama Brian yang setiap hari memperhatikan Beko (alat berat) untuk menanti tubuh orang tuanya ditemukan. Kisah Brian ini sangat popular di kalangan masyarakat desa dekat lokasi longsor ini.
“Kalau diizinkan keluarganya, saya akan mengambil (mengadopsi) dua anak ini.”
Dada saya kembali bergemuruh. Mata yang perih dan merah ini karena terkena kotoran makin perih. Air mata tak mampu saya tahan untuk membasahi pelupuk mata. Pak Ribut, tokoh pemuda Desa Banaran ini menambah rasa haru saya malam ini.