Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Hangatnya Tape Mas Sugeng

19 Januari 2017   18:30 Diperbarui: 19 Januari 2017   18:46 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu seperti biasa agenda ternak teri (anter jemput anak dan istri) saya lakukan usai pulang kampus. Jalur biasa, melewati komplek Kejaksaan menuju Puri Zahara 2 adalah rutinitas sehar-hari di Medan. Dua anak saya, Faruq dan Aisyah begitu menikmati perjalanan bersama Abi nya sore ini.

Saat kami melewati Jalan Rinte, sebuah pemandangan tidak biasa membuat saya tersentak. Saya melihat gerobak jualan yang dikendarai oleh seorang lelaki muda. Itu hanya gerobak jualan Tape Pulut dan Tape Ubi. Bukan jualannya yang menarik saya tapi penjualnya. Penjualnya seorang yang ‘maaf’ tanganya buntung.

“Bang, itu abang gak punya tangan, ya.” Tanya saya pada Faruq anak ketiga saya.

“Iya Bi.”

Saya sudah melewatinya serastus meter jaraknya. Saya langsung berbelok seketika.

“Yuk, kita kejar Abang itu.”

“Abi mau donasi?” tanya Faruq?

“Kita beli aja dulu Bang. Biar laris daganganya.”

Saya tersenyum pada kedua anak saya ini. Mereka sudah mempersepsikan saya, bila berjumpa dengan orang-orang semacam penjual tape itu selalu terpikir akan memberi donasi. Saya terharu dengan pikiran spontan anak saya ini.

Tak sampai satu menit lelaki penjual tape itu tersusul oleh saya di Jalan Stela Raya kearah Sekolah Al Hijrah.

“Bang, Beli Bang!.” teriak saya.

Lelaki penjual tape itu menghentikan gerobak yang didorong kreta (sepeda motor). Kreta Abang penjual tape ini sudah dimodif dengan setang (stir) yang unik menyesuaikan pengendaranya yang hampir tidak memiliki tangan. Ini terlihat dari lengan baju pendeknya yang tak mampu mengelurakn bentuk fisik tangan seperti normalnya manusia. Untuk menjalankan kreta gerobaknya, penjual tape memodif gas dan rem berada di dekat kaki.

“Masya Allah” hati saya berdegub.

“Bang, jual apa? saya memulai pembiacaraan.

Lelaki itu membuka gerobaknya. Nampak jejeran rapi barang berbungkus daun pisang yang beraroma menyengat dan kantong plastik berisi potongan-potongan kecil berwarna kuning. Ya, dengan udah saya kenali dagangan lelaki muda yang nerewajah ramah ini adalah tape pulut (ketan) dan tape ubi. Di bagian belakang gerobak penjual tape ini tertulis jelas:

“Tape Pulut/Ubi….Sugeng.”

“Sugeng?” dahi saya berkerut sedikit menebak kata ini.

“Berapaan Bang?”

“Yang pulut seribu, yang ubi dua ribu.”

Saya mengambil sepuluh tape pulut dan tiga tape ubi. Sebenarnya tidak terlalu pengen dengan tape sih, tapi lebih ingin bisa ngobrol lelaki yang menyulut kembali nurani saya.

“Nama Abang siapa?”

“Sugeng.”

Nah betulkan. Sugeng itu nama penjual yang tertulis di gerobaknya lengkap pula dengan no HP nya.

“Oh…Mas Sugeng. Jawa kan, Mas?”

“Iya, saya orang Jawa, lahir di Medan.”

“Saya juga orang Jawa kok Mas,”

“Jawa Mana?”

“Jawa Timur.”

Saya ngaku-ngaku aja orang Jawa meskipun suku saya acak-adul campur sana-sini.

“Ini Bang uangnya.” Saya menjulurkan selembar uang biru.

Eh saya baru ingat, Mas Sugeng gak punya tangan. Mas Sugeng langsung bereaksi.

“Masukkan saja ke kantong saya Bang dan ambil kembaliannya.”

“Gak usah Mas, ambil aja semua.”

Saya langsung memasukkan uang pembayaran tape ke kantong Mas Sugeng. Saya lihat wajah Mas Sugeng terharu dan tertunduk malu.

“Maaf Mas, kalau boleh tahu tangannya kecelakaan atau gimana?”

“Memang dari lahir, Bang.”

Menurut pengakuan Mas Sugeng, beliau tinggal di Ladang Bambu, daerah perbatasan Medan-Deli Serdang di Kecamatan Medan Tuntungan. Cukup jauh juga berjualan sampai komplek Kejaksanaan. Bahkan beliau saat masih berjualan pakai sepeda, pernah berjualan sampai Pasar I Setiabudi yang jaraknya sekitar 10 km dari rumahnya.

Mas Sugeng dan Saya di Jalan Stela Raya Medan (dok. pribadi 19/1/2017)
Mas Sugeng dan Saya di Jalan Stela Raya Medan (dok. pribadi 19/1/2017)
“Anak Mas Sugeng berapa?

“Baru satu, umur 3 tahun.”

“Ini, tape siapa yang bikin, Mas?”

“Mamak (Ibu)”

“Oh ya Mas, kalau nanti saya pesan bisa ditelpon?”

“Bisa Bang, awak nanti datang ke tempat Abang kalau ada pesanan.”

“Sip. Bang.”

“Ayo Bang, saya pulang dulu.  Assalamu’alaikum.” Saya berpamitan pada Mas Sugeng.

“Waalaikum salam/” jawab Mas Sugeng.

Kami pun berpisah. Dalam pertemuan singkat ini, hati nurani saya kembali tersulut oleh Mas Sugeng, dengan tape pulut dan ubinya.

Sesampai di rumah, kami langsung menyantap tape Mas Sugeng. Sambil mengunyah tape pulut hati saya merasa hangat. Hangat oleh hangatnya wajah Mas Sugeng yang ramah. Hangat oleh semangat kemandirian seorang yang tak lengkap anggota badannya. Hangat karena kerja keras mencari harta halal meski dengan kondisi fisik sangat terbatas dari sosok penjual tape.

Tape pulut dan tape ubi yang lezat dari Mas Sugeng (dok. pribadi 19/1/2017)
Tape pulut dan tape ubi yang lezat dari Mas Sugeng (dok. pribadi 19/1/2017)
Ya Rabb, hamba yang masih diberikan kesempurnaan fisik dan amanah ilmu ini, mampukah bisa bersyukur seperti Mas Sugeng?

Terima kasih Ya Allah sudah mempertemukan saya dan keluarga dengan Mas Sugeng yang menjalarkan kehangatan hati nurani di sore ini.

Salam Kemanusiaan!

Medan, 19 Januari 2017

Achmad Siddik Thoha

Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun