Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pak Demin: Sang Lelaki Tua Pahlawan Keluarga

10 November 2016   11:15 Diperbarui: 10 November 2016   14:48 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Nasi ini, nanti awak (saya) makan berdua sama istri di rumah.”

Sebuah bungkusan berwarna coklat yang terikat karet gelang merah dalam kantong plastik bening diterima oleh seorang lelaki tua yang duduk di trotoar jalan di sebuah kampus di Medan. Matanya berbinar dan senyumnya merekah. Bak bunga yang kuncup mendadak mekar di Sabtu pagi itu (5/11/2016). Bungkusan itu hanyalah berisi nasi dengan lauk sederhana yang diberikan oleh saya dan mahasiswa. Kami setiap Sabtu pagi memiliki program MENABUNG (Menebar Nasi Bungkus). Namun bungkusan itu mampu menggali sebuah fenomena cinta seorang lelaki tua yang setia pada istrinya.

Pak Demin nama lelaki tua itu. Sosok tua berumur 64 tahun yang hampir setiap hari terlihat duduk trotoar di Jalan Tridarma seberani Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Lelaki tua yang tinggal di Pasar 3 Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang ini, duduk dengan tenang di trotoar sejak pukul 07.00 pagi. Di samping beliau ada sebuah sepeda tua yang mengangkut beberapa alat kebersihan seperti sapu lidi, arit dan karung. Beliau menunggu seseorang, penghuni perumahan dosen Kampus USU yang memintanya membantu pekerjaan di rumah. Beliau juga berkeliling komplek Kampus USU berharap ada seseorang memakai jasanya.

“Awak mocok-mocok kerjanya. Bukan petugas kebersihan disini. Dulu awak pernah kerja di FKG, honor. Karena sudah tua, awak diberhentikan.”

Mocok-mocok adalah istilah Medan yang bermakna kerja serabutan. Pak Demin setiap hari menunggu dengan harap ada orang yang memintanya membantu pekerjaan apa saja dari warga perumahan dosen di Kampus USU. Kadang membabat rumput, membersihkan parit, membersihkan puing atau pekerjaan lain sesuai permintaan tuan rumah. 

Upah yang diterima Pak Demin tidak tentu. Terkadang 35 ribu kadang lebih atau bahkan kurang. Kakek dengan enam cucu ini tak pernah menolak atau menentukan tarif dalam setiap pekerjaannya. Meski tak tiap hari mendapat “job”, tapi Pak Demin tak pernah putus asa. Beliau tetap bekerja menyambung hidup untuk diri dan keluarganya. Istri Pak Demin saat ini menderita Diabetes dan tidak bisa bekerja. Karenanya, usia senja Pak Demin mau tidak mau harus terus bekerja agar kebutuhan hidupnya tak menjadi beban orang lain.

“Awak tinggal sama anak terakhir. Dia kerja jadi sopir pribadi. Anaknya enam. Awak dan dia sewa rumah dan bagi dua biayanya.”
“Kek, uang hasil kerja ini cukup buat keluarga?”
“Kalau dibilang cukup, cukup aja. Tapi awak tak pernah bisa beli  beras 10 liter.”

Itulah gambaran singkat seorang pejuang. Bagi saya Kakek ini adalah pahlawan bagi keluarganya. Ia tetap berjuang untuk tetap berada pada jalan yang halal dalam memenuhi nafkah keluarga. Beliau selalu memelihara semangat kerjanya karena cinta. Cinta pada istri dan keluarganya.

Oh ya, Pak Demin ini dulunya adalah tentara berpangkat Kopda (Kopral Dua) dan bertugas di Balige Sumatera Utara. Tapi kesatuan tempat Pak Demin bergabung diduga terlibat Gestapu (Gerakan PKI) yang menyebabkan Pak Demin dipecat dari tentara.

Kini mantan tentara ini hidup dengan perjuangannya yang bagi saya tetap memberi inspirasi semangat hidup dan cinta yang masih menyala. Semangat tinggi dan cinta adalah karakater utama seorang Pahlawan. Dan Pak Demin adalah salah satunya.

Selamat Hari Pahlawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun