Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hari Pertama Sekolah yang Masih Malu-malu

16 Juli 2012   06:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:55 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_194320" align="aligncenter" width="604" caption="Orang tua siswa baru yang terus memantau anaknya di jendela kelas di hari pertama sekolah (dok. pribadi)"][/caption] “Apa kabar hari ini?” “Alhamdulillah…luar biasa…Allahu Akbar! Demikian teriakan seorang guru yang disambut koor penuh semangat dari sebuah sekolah di kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Hari pertamaPara murid, orang tua dan guru berkumpul di sebuah lapangan luas di belakang sekolah. Mereka berkumpul untuk memulai hari pertama sekolah bagi murid baru dan awal tahun ajaran baru bagi murid lama. Saya menemani dua anak saya di sekolah Islam ini. Satu anak perempuan sudah menginjak kelas tiga dan satu anak laki-laki berstatus murid baru kelas 1. Muthi, anak perempuan saya yang sudah lama tidak bertemu teman-temannya langsung ceria ketika bertemu kembali di sekolah. Mereka langsung terlihat akrab, saling bercerita dan bercanda. Berbeda dengan Faruq, anak laki-laki saya yang baru menapak di sekolah dasar (SD). Ini adalah hari pertama di SD. Tak ada teman lama di Taman Kanak-kanak (TK) dulu yang ikut bersekolah disini. Dia terlihat pemalu. Faruq tak mau ummi-nya jauh-jauh dari pandangannya. [caption id="attachment_194323" align="aligncenter" width="448" caption="Suasana hri pertama sekolah di sebuah sekolah Islam di Ciampea Bogor (dok. pribadi)"]

13424199911638476370
13424199911638476370
[/caption] Setelah berkumpul di lapangan, para murid masuk ke kelas masing-masing. Suasana agak gaduh mulai terlihat. Beberapa anak ada yang enggan berpisah dengan orang tuanya. Bahkan ada salah satu anak kelas satu yang perlu waktu lama untuk dibujuk agar mau duduk di kelas tanpa didampingi orang tuanya. Meski mau dibujuj, anak tersebut masih merengek-rengek dan meneteskan air mata. Bagaimana Abang Faruq, anak lelaki saya? Dia tenang, duduk manis, karena melihat wajah saya di jendela kelas. Beberapa Ibu-ibu nampak beridiri tenang bak patung di dekat jendela kaca di luar kelas. Mereka ingin anaknya melihat orang tuanya masih ada di dekat mereka. Setelah saya lihat abang Faruq tenang,saya pamit pada istri karena harus mengantar anak keempat saya, Aisyah yang dari tadi merengek ingin jalan-jalan karena merasa bosan. Menjelang pukul sepuluh, saya kembali ke sekolah Abang Faruq. Saya temukan istri saya asyik ngobrol dengan orang tua siswa. Sementara di dekat jendela kelas, suasana makin menyemut karena orang tua sepertinya cukup nyaman berada di dekat jendela agar anaknya tenang. Guru di dalam kelas sudah mengisyaratkan hari sekolah akan berakhir dan meminta orang tuan bisa masuk kelas untuk mendengarkan pengumuman-pengumuman. Saya pun masuk kelas mendekati Abang Faruq. “Abang gak nangis kan? Faruq tidak menjawab pertanyaan saya. Dia malah menyapa kawan-kawannya yang tadi duduk di dekatnya. [caption id="attachment_194321" align="aligncenter" width="604" caption="Abang Faruq dengan baju dan tas barunya di hari pertama sekolah (dok. pribadi)"]
1342419714965607850
1342419714965607850
[/caption] “Tadi abang nangis, bi. Dia mencari-cari ummi sampai ke jalan. Ummi tadi lagi mengisi biodata orang tua di ruang tunggu.” “Loh…kirain sudah anteng (tenang).” Saya memperhatikan murid-murid lain mulai tampak nyaman dengan teman-teman dan suasana sekolah. Guru kelas juga menjelaskan tentang peraturan dan apa yang seharusnya dibawa oleh –anak-anak. Kelas sudah berakhir. Saya mengamati keceriaan murid-murid baru yang sangat senang menikmati sekolahnya. Dengan seragam baru, sepatu baru dan tas baru yang mereka memasuki babak baru dalam tahapan hidup sebagai warga Indonesia. [caption id="attachment_194322" align="aligncenter" width="604" caption="Salah satu teman Abang Faruq dengan seragam dan tas barunya (Dok. pribadi)"]
13424197661007184440
13424197661007184440
[/caption] Ada yang cepat beradaptasi, ada yang malu-malu bahkan malu-maluin. Itulah suasana awal sekolah. Bagi anak-anak, itu kenangan tak terlupakan. Bagi orang tuan itu masa sangat menentukan bagi anak-anaknya. Saya sendiri sampai minta izin pulang lebih dulu dari jadwal penelitian di Kalimantan karena tidak ingin melewatkan masa penting seperti ini. L “Dadaaa…” teriak Abang Faruq pada kawan-kawannya ketika kami melintas untuk pulang. Ternyata meski agak malu-maluin Abang Faruq sudah mengenal kawan-kawannya Selamat ya Abang Faruq sudah sukses melewati hari pertama di sekolah, meski masih malu-malu. Selamat bersekolah kembali anak-anak Indonesia. Gapai cita-cita merubah bangsa dan Negara menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun