Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[Dongeng] Pohon yang Tak Pernah Lelah Bekerja

2 Mei 2012   09:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:50 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu serombongan anak Taman Kanak Kanak (TK) bersama seorang guru baru turun dari sebuah bus. Sang Guru mengajak beberapa murid-muridnya untuk berjalan-jalan di hutan terdekat untuk menjelaskan pada mereka tentang kehidupan pohon.

"Pohon sebagaimana kita hidup," jelas guru, ia berhenti di dekat sebuah pohon pinus besar. "Pohon makan, bekerja, bernapas dan tidur. Pohon dapat merasakan dan bahkan berbicara, tetapi dengan cara dia sendiri."

Anak-anak dengan penuh perhatian mendengarkan cerita guru, kecuali tiga anak laki-laki. Bagi mereka cerita semacam ini sama sekali tidak menarik. Perlahan-lahan mereka menjauh, dan berusaha untuk tidak terlihat. Mereka berhasil menyelinap ke ke lebatnya hutan.

"Tidak mungkin, Bu Gru pasti menagada-ada! Saya tidak akan pernah percaya bahwa pohon-pohon itu hidup dan bisa merasa," kata anak lelaki pertama mencela.

Dengan kata-kata ini, dia seakan-akan berusaha untuk membuktikan pendapatnya, ia melompat dan menangkap dahan pohon tanjung. Dia mulai berayun di dahan, maju dan mundur sampai putus cabang dengan suara patahan yang keras.

"Tentu saja itu bohong," tawa anak laki-laki kedua . "Pohon tidak bisa bicara! Lihat, pohon tanjung tidak mengatakan apa-apa saat kamu memutuskan cabang itu sekarang. Sekarang aku akan mengukir sesuatu dengan sebuah pisau di kulit kayu itu. Mungkin pohon ini akan menulis sesuatu sebagai jawaban?" ia terus tertawa.

"Dan aku tidak percaya bahwa pohon dapat bernapas. Mereka tidak memiliki paru-paru" tambah anak ketiga, mendukung teman-temannya. "Di sini,kemarilah lihat sebentar Pohon Beringin besar yang tumbuh di sana," ia berteriak.

Anak-anak mulai berlari mengelilingi pohon Beringin, menendang itu seperti yang mereka lakukan begitu sambil bernyanyi riang:

"Hei, kau pohon Beringin tua - beritahu kami namamu."

Tiba-tiba semua anak laki-laki merasa seolah-olah ada sesuatu telah menangkap mereka dan mengangkat mereka tinggi-tingi di atas tanah.

"Oh, apa yang terjadi?" - Teriak anak-anak ketakutan. Pohon Beringin menjawab, dengan cabang-cabangnya berdesir dan suara menggelegar yang membuat anak-anak gemetar ketakutan.

"Aku adalah penjaga dan pelindung hutan ini. Bagaimana kamu berani menanyakan namaku, kalian tidak tahu malu anak-anak?"

Anak-anak yang ketakutan diam dan pucat.

Suara Beringin seperti angin badai yang mengerikan, menggetarkan pohon lain di hutan.

"Dengarkan aku, pohon-pohon dari hutan: pohon tanjung dan pinus, pohon-pohon cemara dan damar serta kenari. Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan anak-anak nakal ini. Apakah ada di antara kalian bersedia untuk bertanggung jawab atas mereka?

Pohon-pohon bergemerisik mulai ketakutan.

"Tidak, , Beringin yang saya hormati - Saya takut kepada mereka. Semua daun-daunku masih gemetar ketakutan," - kata si Pinus dengan suara takut..

"Dan Aku tidak butuh anak-anak nakal seperti mereka, apa yang akan saya lakukan dengan mereka? Aku adalah pohon yang sabar dan baik," - jawab pohon cemara.

"Aku sudah punya terlalu banyak pekerjaan tanpa anak-anak ini," - jawab pohon kenari. "Aku harus menumbuhkan buah kenari sehingga penghuni hutan dapat makan di musim dingin."

"Baik. Jika tidak ada pohon saya akan bertanggung jawab untuk kalian maka aku akan mengubah kalian semua menjadi batu, kau tahu malu anak-anak," seru pohon Beringin, membuat suara keras yang sangat menakutkan anak-anak.

"Oh, tidak, Beringin yang terhormat, tunggu dulu. Baiklah, aku setuju. Berikan mereka kepadaku, walaupun mereka mematahkan salah satu cabang dan memotong kulikut. Semua sama, seseorang tidak seharusnya menjadi seperti batu," berdesir pohon pohon tanjung dengan cabang-cabangnya. "Selain itu Sang Pencipta memerintahkan kami untuk melayani masyarakat."

"Oke, Tanjung, kau memiliki hati yang harum, sama seperti bungamu, wangi di pagi hari," Desir cabang-cabang kayu beringin mulai lebih lembut. "Yah, bawa mereka dan ajarkan mereka bagaimana harus bersikap, Ajari mereka pekerti yang baik, kebaikan dan kebijaksanaan."

Anak-anak merasa mulai berontak, namun tapi tiba-tiba mereka merasa seperti terbang ke udara langsung menuju ke pohon tanjung.

Anak-anak sadar kembali, tetapi masing-masing berada di tempat yang berbeda. Satu berada di akar pohon tanjung seolah-olah ia telah mnyatu dan menjadi akar tanjung, sedangkan anak lekaki kedua berubah menjadi batang dan cabang, dan yang ketiga menjadi daun pohon tanjung. Anak-anak itu bahkan tidak punya cukup waktu untuk merasakan dan memahami apa yang terjadi sebelum mereka mendengar tanjung memerintahkan mereka:

"Mari kita mulai kerja anak-anak, mari kita lakukan pekerjaan kita. Kita tidak bisa membiarkan diri kita menyia-nyiakan waktu sedikit pun - pohon harus melakukan begitu banyak pekerjaan saat musim kemarau!”

Kau, akar, kau punya tugas sebagai berikut: pertama, kau harus makan dengan makanan yang diserap dari tanah; Kedua, kau harus mengikat kuat aku di tanah dan menahan aku ketika datang badai dan angin yang kuat. "

"Tapi aku tidak bisa bekerja siang dan malam. Aku tidak punya cukup kekuatan dan energi untuk mendukung tanjung besar," tolak anak lelaki pertama.

" Kau harus melakukannya," jawab pohon tanjung. "Kalau aku tidak akan menerima makanan yang cukup dan aku akan mati. Dan jika kau tidak bekerja degan baik untuk menahanku untuk berdiri melawan cuaca buruk maka sedikit angin saja akan meniup dan aku akan mati. Dan kau juga akan mati bersama-sama dengan aku. "

Kemudian pohon tanjung berbicara pada batang dan cabang:

"Dan pekerjaan kau, batangku yang baru, adalah: kau harus menjaga dan melindungi cabang-cabang, daun dan biji-bijian, dan pada saat yang sama kau harus mengantar makanan mereka yang diambil dari tanah oleh akarku. Kulit kayu yang menutupimu adalah pakaianmu - perlindungan melawan dingin, cuaca buruk dan penyakit. Kau harus mencoba untuk menyembuhkan diri secepat mungkin dari semua luka yang dibuat oleh orang-orang bodoh seperti anak laki-laki itu lalu jamur dapat masuk ke dalam dan perlahan-lahan menghancurkanm. Kau akan mulai membusuk dan akan mati. "

"Waduuuh, bahu saya sakit sekali. Sakit setelah cabang-cabang tadi dipatahkan. Belum lagi sakit dari sayatan pisau tadi, sangat menyakitkan," - keluh anak laki-laki kedua.

"Pohon tidak pernah mengeluh, sebaliknya mereka menyembuhkan luka begitu mereka bisa," jawab tanjung,

Lalu Tanjung kemudian berbicara kepada daun:

"Kau daun, - kecantikan dan kebanggaanku - semua orang mengagumimu, terutama pada musim berbunga, ketika musim kemarau usai, kau terlihat begitu indah, segar, hijau dan lembut. Kau, seperti akar, harus memberiku makan, mengambil semua makanan yang kau dapat dari udara dan sinar matahari. Makanan ini diambil dari udara, dan dari zat-zat yang diambil dari akar, Kau harus mengolah dan merubahnya menjadi sesuatu yang berbeda, membuat lapisan-lapisan kayu baru dan pertumbuhan baru untuk tahun berikutnya. Tapi kau harus buru-buru dan bekerja siang dan malam, karena musim kemarau parah da panjang akan segera datang dan kau akan kering. "

"Tapi aku tidak ingin mati di musim kemarau, sangat tidak adil. Aku masih sangat muda," anak ketiga mencoba menolak. "Selain itu aku tidak bisa bekerja siang dan malam."

"Tak ada yang perlu ditakutkan, semua daun pohon dan bahkan penjaga hutan, Beringin raksasa, semua kehilangan daun mereka pada musim kemarau. Hanya pohon berdaun jarum yang tetap bertahan daun-daunnya," Tanjung menjelaskan, Lalu Tanjung menambahkan "Tetapi jika kau, daun, tidak bekerja, Kau akan segera kering."

"Anak-anak, di sini ternyata kalian. Apa yang terjadi? Kalian teridur ya?" Suara guru muncul memecahkan keheningan. Anak-anakitu terkejut menemukan bahwa mereka baru saja bangun di dekat pohon Beringin tua di hutan lebat.

"Maafkan kami pohon Tanjung sayang," bisik lelaki pertama dengan lembutnya.

"Kau punya kehidupan yang sangat sulit tetapi kau begitu baik. Terima kasih," - tambah anak kedua.

Dan anak laki-laki ketiga tidak berkata apa-apa dia hanya membelai kulit pohon dan memeluk batang tanjung.

*terinspirasi indahnya pohon tanjung dan kokohnya pohon beringin di Alun-alun Kampung halaman saya, Situbondo

Achmad Siddik Thoha
Perawat Komunitas Pohon Inspirasi
Pendiri Grup POHON INSPIRASI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun