Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pejalaran Hidup dari Wangi Gaharu

29 Februari 2012   09:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:45 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_165792" align="aligncenter" width="413" caption="Batang Pohon yang Menghasilkan Gaharu"][/caption] Dalam perjalanan hidupnya pohon akan mengalami tantangan dan gangguan dari lingkungan luar tubuhnya. Jamur dan bakteri bisa menimbulkan penyakit pada pohon. Pohon juga akan terluka bila ada gangguan benda tajam atau bagian tubuhnya mengalami patah. Saat pohon sakit atau terluka, ia mempunyai mekanisme sendiri untuk menyembuhkan dan menutup lukanya. Salah satu proses penyembuhan penyakit dan luka pada pohon bisa melalui keluarnya cairan atau getah dari tubuh tanaman. Getah yang keluar dari batang dan kemudian memadat sebagai respon untuk penyembuhan, pada sebagian pohon yang menghasilkan produk yang bernilai tinggi. Fenomena inilah yang dijumpai pada pohon yang menghasilkan gaharu. Gaharu merupakan sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon, yang pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Nama daerah: Karas, Alim, Garu dan lain-lain). Umumnya semakin hitam/pekat warna gaharu, menunjukkan semakin tinggi proses infeksinya, dan semakin kuat aroma yang ditimbulkannya. Di Indonesia, gaharu yang diperdagangkan secara nasional masih dalam bentuk bongkahan, chips ataupun serbuk gaharu. Masyarakat belum tertarik untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk olahan seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain, yang tentunya akan lebih meningkatkan nilai jualnya. [caption id="attachment_165794" align="aligncenter" width="400" caption="Produk Gaharu"]

13305082241373759917
13305082241373759917
[/caption] Nilai jual yang tinggi dari gaharu ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya. Pada awal tahun 2001, di Kalimantan Timur tepatnya di Pujangan (Kayan) harga gaharu dapat mencapai Rp. 600.000,- per kilogram . Pada tingkat eceran di kota-kota besar harga ini tentunya akan semakin tinggi pula. Kontribusi gaharu terhadap perolehan devisa juga menunjukkan grafik yang terus meningkat. Menurut Balai Pusat Statistik, rata-rata nilai ekspor gaharu dari Indonesia tahun 1990-1998 adalah sebesar US $ 2 juta, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi US $ 2.2 juta. Para peneliti menduga bahwa ada 3 elemen penyebab proses infeksi pada pohon penghasil gaharu, yaitu (1) infeksi karena fungi atau jamur, (2) perlukaan dan (3) proses non-phatology. Pada kasus 2 dan 3 muncul hipotesis yang menyatakan bahwa perlukaan pohon dapat mendorong munculnya proses penyembuhan yang menghasilkan gaharu. Pelajaran menarik dari gaharu bahwa infeksi atau serangan penyakit yang menimpa pohon gaharu ternyata meningkatkan nilai pohon gaharu. Pohon gaharu merespon datangnya penyakit dengan menghasilkan getah damar yang wangi (gaharu) yang nilai dan harganya sangat tinggi. Makin intensif infeksi makin pekat gaharu yang dihasilkan oleh pohon gaharu. Penyakit dan luka pada tubuh gaharu tidak direspon dengan negatif namun justru positif sehingga penyakit memicu tingginya kualitas pada dirinya. Gangguan dari lingkungan luar pada kita tidak hanya berupa penyakit atau luka secara fisik. Justru “penyakit” dan “luka” pada kehidupan manusia berupa kegagalan dalam karir, musibah, kecelakaan yang menimbulkan guncangan hidup atau cacat permanen, usaha yang bangkrut, riset yang tak menemukan hasil dan sebagainya. Kegagalan atau ujian tersebut perlu direspon positif sebagai pemicu bagi meningkatnya kualitas diri. Tidak sedikit kita temukan orang yang tatkala ujian hidup membuatnya “luka” dan terpuruk dalam kehidupan, ia kemudian merespon positif dengan segera bangkit dari keterpurukan, menyembuhkan “luka” tersebut dengan usaha yang maksimal dan kreatif. “Penyakit dan luka” tersebut justru menjadi pemicu untuk perbaikan diri dan akhirnya ia bisa mencapai prestasi tertinggi yang tak hanya mengharumkan nama dirinya namun juga mengharumkan lingkungan sekitarnya. Terkadang untuk meningkatkan kualitas diri perlu ujian kegetiran berupa “penyakit” atau “luka” yang memaksa kita kemudian merespon dengan melakukan usaha yang maksimal, kreatif dan inovatif. Orang yang sukses tidak hanya diukur dari prestasi yang ia peroleh, namun bagaimana ia bisa merespon “luka” atau cobaan hidup dan kemudian bangkit, “menyembuhkan luka” dan menghasilkan karya yang membuat harum diri dan sekitarnya. Seperti gaharu, manusia yang terkena cobaan harusnya bisa bangkit, " menyembuhkan" diri dan mempersembahkan "wewangian" amal/karya dari dirinya yang bermanfaat luas. *** Link Gambar : Batang Pohon yang Menghasilkan Gaharu Produk Gaharu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun