Mohon tunggu...
Achmad Saleh
Achmad Saleh Mohon Tunggu... penulis naskah sembarang pns -

Senang membaca dan menulis inovasi dan agribisnis pertanian serta aspek sosial ekonomi pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Ganyong untuk Ketahanan Pangan

28 Juli 2010   03:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:33 3348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

tanaman-ganyong.jpg

rimpang-ganyong.jpg

Nama ganyong, cukup akrab di telinga masyarakat kita. Ganyong merupakan sebutan daerah, khususnya di Jawa bagi tumbuhan berumbi rimpang ini.
Tanaman ganyong dengan nama latin Canna edulis Ker berasal dari Amerika Tropika, dan telah tersebar ke Asia, Australia, dan Afrika. Namun, menurut Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani dari bekas Uni Soviet, melaporkan bahwa asal-muasal ganyong adalah dari Amerika Selatan, tepatnya di daerah Peru, Bolivia, dan Equador. Ganyong di Australia dikenal dengan nama Arrowroot of queensland.
Di Indonesia kita mengenal ganyong dengan berbagai nama daerah. Ada yang menyebut sebagai “ubi pikul”, “ganyal”, “ganyol", “sinetra", “Laos jambe”, “Lembong nyindra”, “Ganyu”, atau “Banyur”.
Barangkali di Indonesia belum semua daerah menanam ganyong, namun ada dua propinsi sebagai sentral ganyong, yakni Provinsi Jawa Tengah (di Kabupatane Klaten, Wonosobo, dan Purworejo), dan Provinsi Jawa Barat (di Kabupaten Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang, dan Karawang).
Ganyong itu sebetulnya tanaman apa ?
Merupakan tumbuhan semak berbatang basah yang bersifat merumpun dan menahun, berbatang lunak, tumbuh tegak dengan tinggi 0,9-1,8 meter, bentuk batang bulat sampai agak pipih dan merupakan kumpulan pelepah daun yang secara teratur dan saling tumpang tindih hingga disebut batang semu atau batang palsu. Daun tumbuhan ini lebar hijau atau kemerah-merahan, bentuk daun elips, memanjang. Bunga ganyong berbentuk terompet. Buah berbentuk bulat kecil, kulit berbintil-bintil halus, didalam buah terdapat rongga-rongga tempat menempelnya biji. Umbi tumbuhan ini umumnya berukuran panjang 60 cm dan diameternya 10 cm, berdaging tebal dan berwarna putih atau keungu-unguan.
Tumbuh liar di tegalan atau di ladang pada tanah lembab yang ternaungi pada dataran rendah hingga ketinggian 2500 m dpl.
Apa manfaatnya ?
Rimpang ganyong memiliki kandungan Pati, Besi, Kalsium, dan Garam fosfat. Dari setiap 100 gram rimpang ganyong mengandung gizi, karbohidrat 22,6 gram, protein 1,0 gram, lemak 0,1 gram, vitamin B 0,1 gram, Vit C 10 gram, dan lainnya. Di samping itu, terdapat kandungan lain, yaitu 6 substansi phenol, 2 terpene, dan 4 coumarin. Zat lain yang ada di dalamnya adalah glukose, lemak, alkaloid, dan getah. Khasiatnya ganyong bersifat Antifiretik dan Diuretik.
Rimpang mudanya di Amerika Selatan dimakan sebagai sayuran, dan kadang-kadang digunakan sebagai pencuci mulut. Hampas rimpangnya yang tertinggal setelah diambil patinya dapat digunakan sebagai kompos. Sementara pucuk dan tangkai daun muda dipakai untuk pakan ternak. Selain itu, bunga daunnya cukup indah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Biasanya ganyong dikonsumsi dalam bentuk rebusan, tepung, pati, dan keripik. Sebagai camilan ganyong cukup direbus, lalu dimakan dengan rasa pulen kemanis-manisan. Dengan demikian, ganyong sebetulnya dapat diolah menjadi “produk antara”, karena dalam bentuk pati atau tepung ganyong dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan. Contohnya: kue, jenang, makanan bayi, keripik, dan sebagainya. Oleh karenanya, tak heran bila ganyong dapat dikaitkan dengan gerakan ketahanan pangan melalui program diversifikasi pangan non beras. Ganyong merupakan salah satu komoditas pangan lokal di daerah centranya karena memiliki gizi yang cukup tinggi, terutama kandungan karbohidratnya.
Menurut pengakuan salah seorang produsen keripik ganyong dan tepung ganyong, pada dasarnya untuk pemasarannya tidak masalah. Barangkali karena tingkat persaingan belum tajam, sedangkan pertumbuhan konsumsinya terus bertahan. Malahan tak menutup kemungkinan, produk olahan ganyong tersebut bisa diekspor. Jadi, tak ada salahnya kita mencoba membudidayakan tanaman ganyong sendiri.
Banyaknya kandungan kimia organik di dalam umbi ternyata membuatnya berkhasiat pula sebagai obat tradisional. Selain umbinya, bunga, daun, dan bijinya bisa dimanfaatkan pula untuk pengobatan, baik pengobatan luar, maupun dalam.
Rimpangnya dapat dimanfaatkan untuk mengobati keputihan (leucorrhoea), sakit kuning (acute icteric hepatitis), ambein (hemorrhoids), pembengkakan kelenjar limpa, kanker kandungan, kencing batu, tekanan darah tinggi, menurunkan suhu tubuh yang tinggi, haid terlalu banyak, batuk darah, dan vertigo. Untuk pengobatan luar, rimpangnya juga berkhasiat untuk menghentikan perdarahan atau luka bernanah, jerawat, keseleo, dan lainnya.
Kembangnya, yang disebut bunga tasbih dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk menghentikan pendarahan. Cara mengobatinya adalah dengan pengobatan dalam, atau diminum racikannya. Racikannya ditambahkan air kemudian direbus dan disisakan hingga beberapa cc (1/3 nya). Air rebusannya disaring dan diminum secara teratur.
Bagaimana budidayanya ?
Bibit ganyong dapat diperoleh baik lewat umbi maupun anakan. Umumnya lebih cenderung menggunakan bibit anakan. Setelah bibit siap, segera siapkan pula lahannya.
Tanah dicangkul sedalam 30 cm sampai gembur, dan biarkan selama sekitar 15 hari. Setelah itu, dicangkul lagi sambil dibuatkan guludan-guludan, dengan ukuran lebar 40 - 60 cm, tinggi 25 - 30 cm, dan panjang disesuaikan kondisi lapangan. Jarak antar-guludan sekitar 10 - 100 cm. Buatkan lubang tanam sedalam 10 - 15 cm, dengan jarak-lubang biasanya 30 x 30 x 30 cm. Bibit anakan dimasukkan ke lubang tanam, lalu ditimbun dengan tanah.
Setelah ditanam, jangan lupa untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan. Penyiangan dilakukan sebulan sekali. Bersamaan dengan penyiangan, dapat dilakukan penggemburan tanah dan guludan. Di samping itu, lakukan juga pemupukan. Pada umur sekitar sebulan, berikan 0,5 kg Urea, 0,5 kg TSP, dan 0,25 kg KCI/tanaman. Caranya, pupuk ditaburkan dalam larikan atau alur-alur dangkal di sepanjang barisan tanaman, lantas tutup dengan tanah setebal 10 - 15 cm. Pemupukan yang sama dapat dilakukan pada umur 2 bulan dan 4 bulan. Serangan hawa dan penyakit hampir-hampir tidak ada. Pasalnya, populasi dan penyebaran ganyong masih terbatas.
Pemanenan ganyong bergantung tujuan penggunaannya. Bila untuk direbus yang langsung dimakan, ganyong dapat dipanen muda berumur 6-8 bulan. Sebaliknya bisa juga di panen tua (15-18 bulan) kalau untuk pembuatan produk pati atau tepung. Pembuatan pati ganyong saat ini masih memiliki potensi yang cukup besar dan peluang untuk diekspor.
Untuk kegiatan mengolah lahan sampai panen per hektar di butuhkan biaya sebesar Rp. 7,5 juta. Satu hektare lahan bisa menghasilkan ganyong sebanyak 40 - 50 ton dengan masa tanam delapan bulan lebih. Harga ganyong mentah (belum diolah) di kebun petani Rp 600/kg nya. Sedangkan, untuk dijadikan tepung diperlukan 100 kg ganyong dengan menghasilkan 20 kg tepung. Harga tepung ganyong dijual oleh petani, senilai Rp 6.000/kg nya.(slh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun